25 radar bogor

Perlonggar Aturan Insentif Pajak

F Cecep Mulyana/Batam Pos INDUSTRI: Sejumlah pekerja melakukan bongkar muat. Di sisi lain, Badan Pengusahaan (BP) Batam mewacanakan memberlakukan FTA agar produk industri bisa dipasarkan dalam negeri tanpa dikenakan bea masuk.
F Cecep Mulyana/Batam Pos
INDUSTRI: Sejumlah pekerja melakukan bongkar muat. Di sisi lain, Badan Pengusahaan (BP) Batam mewacanakan memberlakukan FTA agar produk industri bisa dipasarkan dalam negeri tanpa dikenakan bea masuk.

JAKARTA–Pemerintah telah menawarkan pengurangan pajak penghasilan (PPh) atau tax allowance dan pembeba­san PPh alias tax holiday sejak 2007. Namun, insentif pajak tersebut sepi peminat.

Pakar perpajakan Yustinus Prastowo menuturkan, ada beberapa penyebab yang membuat para pelaku usaha enggan memanfaatkan dua fasilitas tersebut. Yang paling sederhana adalah teknis admi­nistrasi.

”Ada anggapan di ka­langan pengusaha kalau me­ngajukan, pasti ditolak. Meski diper­longgar, syaratnya tetap ketat,” kata Prastowo.

Direktur eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) itu melanjutkan, ketatnya persyaratan terlihat pada proses konfirmasi yang harus dilakukan para pen­gu­sa­ha pada tiga institusi. Yakni, Badan Koordinasi Penana­man Modal (BKPM), Badan Ke­bijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, dan Ditjen Pajak Kemenkeu. Tiga-tiganya harus mem­­be­ri­kan persetujuan.

Dari tiga institusi tersebut, proses konfirmasi yang paling sulit berada di Ditjen Pajak. Itu cukup wajar lantaran in­sen­tif tersebut dapat mengu­rangi potensi pene­rimaan.

”Sebaik­nya ke depan Ditjen Pajak tidak perlu ikut menen­tukan. Cukup diminta konfir­ma­si sehingga akan lebih ob­jek­tif,” lanjutnya.

Persyaratan lainnya juga tergolong berat. Misalnya, modal minimal Rp1 triliun dengan jumlah pekerja 500 orang. Persyaratan tersebut terlalu kumulatif sehingga banyak perusahaan yang merasa tidak memenuhi syarat.

Fasilitas-fasilitas yang di­tawarkan juga kerap tidak berkaitan dengan kebutuhan korporasi. Misalnya, mem­berikan percepatan penyusu­tan, perpajangan kompensasi kerugian, atau pembebasan PPh.

”Karena sebagian ini adalah persoalan cash flow, ternyata di lapangan tidak semua pengusaha mem­butuh­kan itu,” katanya.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama menuturkan, peminat tax allowance se­be­narnya cukup banyak. Namun, dari sejumlah pe­ngu­saha yang mengajukan tersebut, ternyata banyak yang prosesnya tidak selesai. Sementara itu, sama sekali tidak ada pengajuan untuk fasilitas tax holiday.

Ketua Umum Kadin Indo­ne­sia Rosan Roeslani me­nya­takan, kerja sama antara pe­me­rintah dan pengusaha, khususnya soal insentif, perlu diso­sia­lisasikan terus-me­nerus. (ken/agf/c10/sof)