25 radar bogor

Bima Arya tak Lagi Sendiri, Pilih Dedie, 90 Persen Spiritual, 10 Persen Rasional

Sofyansyah/RAdar Bogor Bima-Dedie berdiskusi dengan CEO Radar Bogor Group Hazairin Sitepu di Graha Pena Bogor.
Sofyansyah/RAdar Bogor
Bima-Dedie berdiskusi dengan CEO Radar Bogor Group Hazairin Sitepu di Graha Pena Bogor.

Tak perlu waktu lama bagi Dedie A Rachim untuk menerima pinangan mendampingi Bima Arya di Pilwalkot Bogor. Alasannya, Bima menyebut pinangan itu buah istikarah panjang mencari pasangan. Hanya dalam hitungan hari, Dedie pun rela keluar dari insitusi KPK, “rumah keduanya’’ selama 12 tahun terakhir. Kemarin (7/1) keduanya mulai menyosialisasikan diri.

Laporan: Fikri Setiawan dan Dede Supriadi

Aktivitas olahraga pagi Bima Arya kemarin berbeda dari biasanya. Jika sebelumnya Bima hanya didampingi ajudan, kemarin tampak mantan pejabat KPK, Dedie A Rachmin, menemani. Keduanya kompak mengenakan baju putih lengan hitam, bertuliskan ‘Bala BADRA’ di bagian punggung.

Itu adalah cara Bima Arya memperkenalkan pendampingnya di Pilwalkot Bogor. Sepertinya cukup efektif. Di sepanjang rute larinya, mulai pintu tiga Kebun Raya Bogor (KRB) menuju Taman Sempur, tak henti-henti masyarakat menyalami Bima serta Dedie.

”Ini kang Dedie Rachim, putra asli Bogor, besar di Bogor, berkiprah nasional. Berdasarkan proses spiritual, saya menemukan dan meyakini beliau sebagai sosok yang akan mendampingi saya melanjutkan tugas-tugas yang belum selesai di Bogor,’’ ujar Bima kepada warga dan pewarta yang mengikutinya.

Selepas olahraga dan sarapan di Taman Sempur, keduanya lantas mengarah ke Jalan KH Abdullah bin Nuh menggunakan dua kendaraan roda empat berbeda. Bima-Dedie sengaja datang ke Graha Pena Bogor, untuk berbincang santai dengan awak redaksi Radar Bogor. Sekaligus berdiskusi terkait program-program ke depan untuk membenahi birokrasi di Kota Hujan.

Dalam kesempatan tersebut, Bima mengaku bahwa mantan direktur Pembinaan Jaringan dan Kerja Sama Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK itu bukan satu-satunya sosok yang ada dalam benaknya ketika mencari bakal calon pendamping di kontestasi pilkada.

Bima bahkan sempat menyodorkan beberapa nama kepada rumah politiknya, DPP PAN. Tapi, partai menghendaki sosok nonpartai politik untuk mendampingi dirinya.

”Saya sampaikan pilihannya ini, ini, ini. Kemudian disarankan DPP untuk memilih nonpartai,’’ ujarnya saat berbincang di redaksi Radar Bogor.

Selepas itu, Bima lanjut kembali salat Istikarah agar ditunjukkan sosok yang pas dengan keinginannya. Dia juga sempat sowan ke Habib Novel dan mendapat wejangan untuk rutin melakukan istikarah.

”Doa saya, dekatkanlah diriku dari sosok yang Kau ridhai. Dan jauhkanlah diriku dari sosok yang tidak Engkau ridhai,’’ tuturnya.
Menurut Bima, petunjuk itu datang ketika ia sedang menjadi saksi nikah salah seorang warga.

Bima merasa digelapkan pandangannya terhadap beberapa nama yang ia sebut masuk dalam bursa nama wakil wali kota. ”Kemudian tiba-tiba saya terlintas Kang Dedi. Dua hari kemudian ketemu, saya sampaikan bahwa ini hasil istikarah,’’ aku Bima.

Oleh karena itu, Bima lebih senang menyebut proses kilat penentuan bakal calon pendampingnya itu dengan komposisi 90 persen spiritual, serta 10 persen rasional.

Memang terbilang cepat. Bahkan, belum masuk dalam pembahasan teknis masalah pencalonan, Dedie resmi mundur dari jabatannya di lembaga antirasuah. Itu hanya selang beberapa hari dari permintaan Bima, atau tepatnya, 27 Desember lalu.

Dedie menganggap alasan hasil istikarah merupakan hal yang tidak bisa ditawar lagi. Ia merasa yakin hingga akhirnya memilih keluar dari KPK, jauh-jauh hari dari masa pendaftaran Pilwalkot Bogor. Hal itu dilakukannya guna menjaga nama baik KPK. ”Karena saya tidak mau mencederai KPK,’’ ungkap Dedie.

Meski proses pengambilan keputusannya terjun di pilkada bisa dibilang singkat, rupanya, jebolan Product Industrial Design ITB ini memiliki segudang gagasan untuk membuat Kota Hujan terbebas dari ruwetnya birokrasi yang kerap mempersulit investasi. Hal pertama yang akan ia benahi, antara lain, memberikan kemudahan akses berinvestasi bagi para pengusaha.

Sebab, menurut Dedie, hampir seluruh wilayah di Indonesia memiliki problem tersebut. Maka itu, sambungnya, butuh pembenahan dari segi pembuatan perizinan. “Pengusaha atau kelompok-kelompok yang ingin membangun itu harus diberi akses yang benar,” cetus pria kelahiran Garut itu.

Untuk itu, jika kelak dirinya terpilih sebagai wakil wali kota Bogor, bukan hanya unsur pimpinan yang wajib ber­komitmen, melainkan semua pihak yang terlibat di dalamnya. “Membangun butuh komitmen banyak pihak, karena dampaknya akan berujung pada kesejahteraan,” kata Dedie.

Remunerasi PNS, menurutnya, juga menjadi bagian terpenting yang tak bisa dikesampingkan. Sehingga, jangan sampai faktor ketidaksejahteraan pegawai menjadi celah pintu masuk perilaku-perilaku menyimpang.

Biar bagaimanapun, Dedie mengaku siap memelototi birokrasi yang justru berpotensi terjadinya penyimpangan. Seperti pengalaman di KPK, ia menyebutkan, dari setiap kegiatan harus ada input, output serta outcome. Misal, jika anggaran mengenai kesehatan dan pendidikan tetap harus diukur sejauh mana penggunaannya.

“Nanti tinggal output-nya kita ukur. Jangan sampai antara pendidikan dan kesehatan ujung-ujungnya hanya untuk terdistribusinya buku,” katanya.

Berbekal ilmu dan pengalamannya di lembaga antirasuah, Dedie optimistis mampu membawa aura positif dan inovasi-inovasi pelayanan untuk masyarakat Kota Bogor.

”Termasuk kami waktu di KPK, mendorong implementasi pelayanan publik yang lebih transparan, lebih terbuka. Kemudian juga kami punya tim di KPK, tim koordinasi supervisi di bidang pencegahan, kami mendorong terus untuk mengim­plementasikan e-bugdeting, e-monitoring, termasuk juga e-planing,’’ cetusnya.

Menurutnya, inovasi tersebut merupakan satu rangkaian kesatuan yang tak hanya dipikirkan tetapi harus dilaksanakan, meski ia kini sudah tak menjabat di KPK.
”Namun, teman-teman lain di KPK akan terus mendorong semua itu, bukan hanya di Bogor melainkan di seluruh Indonesia,’’ tukasnya.(*/d)