25 radar bogor

Galakkan IPB Mengajar

BERBAGI ILMU: Mahasiswa IPB berlatih berbagai skill seperti public speaking dan micro teaching sebagai bekal untuk mengajar.
BERBAGI ILMU: Mahasiswa IPB berlatih berbagai skill seperti public speaking dan micro teaching sebagai bekal untuk mengajar.

BOGOR–Menjadi seorang mahasiswa tidak melulu berkuliah duduk di kelas dan men­dengarkan dosen. Contoh­nya mahasiswa IPB yang terga­bung dalam program IPB Men­ga­jar. Lembaga ini konsisten menggelar kegiatan-kegiatan pengabdian masyarakat di bidang pendidikan.

Menurut Ketua IPB Mengajar Sri Ambar Wulan, lembaga ini dibentuk sebagai wadah bagi mahasiswa IPB yang ingin mengabdi di bidang pendidikan, karena maha­siswa IPB sangat peduli terha­dap peningkatan pendi­dikan di Indonesia ke arah yang lebih baik lagi.

“Lembaga ini juga berdiri sebagai salah satu bukti kecil dari adanya sinergitas hubungan antara mahasiswa, masyarakat, dan juga pemerintah untuk memajukan pendidikan,” tuturnya.

IPB Mengajar terbentuk 2012 dan diresmikan Anies Baswedan. Diawali dari adanya program Edelweiss yang diadakan BEM-KM IPB.

“Program tersebut merupakan kegiatan turun la­pang ke desa dengan melakukan pengajaran pendidikan kepada anak-anak di sana. Awalnya di Desa Leuwiliang. Melihat antu­sias dan respons positif dari program ini, akhirnya diben­tuklah lembaga khusus, yaitu IPB Mengajar,” beber Ambar.

Banyak kegiatan yang dila­kukan, termasuk melan­jutkan kegiatan Edelweiss. Di antaranya diskusi pendidikan bersama komunitas yang juga bergerak di bidang pendidikan. “Lalu ada juga manajemen mengajar, yaitu kegiatan rutin mingguan, setiap Sabtu sore mengajar di masjid yang terdapat di desa sekitar kampus.Lalu ada juga Agri Edu dan forum pendidikan,” tambahnya.

Kegiatan Edelweiss tersebut pun hingga saat ini menjadi kegiatan terbesar yang dilakukan oleh IPB Mengajar, dan sudah terdapat empat desa terpencil di Bogor yang dibina lembaga ini. “Sampai sekarang sudah ada enam angkatan pengajar inspiratif yang bertugas untuk mengajar dan turun langsung ke lapang,” jelas Ambar.

Untuk dapat turun langsung ke lapang atau ke desa, Ambar megatakan, diperlukan survei mengenai akses ke lokasi desa, lalu keadaan warga di sana, kondisi dan jumlah siswa yang akan diajar.

“Setelah itu pende­katan pun dilakukan, baik ter­ha­dap warga maupun peme­rintah setempat. Setelah semua­nya fix, pihak manajemen IPB Mengajar melakukan open recruitement bagi seluruh mahasiswa IPB yang ingin menjadi pengajar dan turun ke lapangan, yang kami sebut pengajar inspiratif itu,” katanya.

Setelah pengajar inpiratif terpilih, diadakan serangkaian pelatihan dengan pelatih yang berkompeten di bidangnya, baik dari dalam maupun luar IPB, hingga pengajar tersebut siap terjun.

“Pelatihannya ada public speaking, dongeng, ada pendidikan tentang perta­niannya, kepramukaan, juga micro teaching, serta langkah-langkah yang harus dilakukan pengajar dalam menghadapi berbagai karakter anak,” sebut Ambar.

Salah seorang pengajar ins­piratif IPB Mengajar angkatan 6, Jenny Rahmadini mengatakan, banyak hal positif yang dida­patkan selama dirinya menjadi pengajar.

“Kami belajar me­nyatukan pendapat antar penga­jar selama di sana, sama-sama menyelesaikan masalah.Lalu belajar mengahadapi anak dengan karakter yang berbeda-beda, saling bertukar pikiran dengan guru-guru di sana,” jelasnya.(cr1/c)