25 radar bogor

Desak Smoking Area Ditambah

BOGOR–Kurangnya smoking area di tempat umum, dikritisi President Smoker Club Indonesia, Ferry Mursyidan Baldan. Terlebih, adanya rencana perubahan Peraturan Daerah (Perda) Kota Bogor Nomor 12/2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

Hal tersebut disampaikan mantan menteri agraria dan tata ruang itu pada diskusi publik terbatas dengan topik Mengkritisi Perda KTR Perlukah? di Ballroom Hotel Salak The Heritage, Jalan Ir Juanda, Kamis (28/12).

Ferry mengatakan, dari segi regulasi, Perda KTR dibuat untuk mengatur agar kehidupan masyarakat Bogor menjadi sehat dan terbangunnya harmoni sosial. Maka, menurutnya, di dalam Perda KTR harus mewajibkan tempat umum, semisal hotel, restoran, mal dan tempat kerja untuk menyediakan smoking area.

Ketika ada area khusus merokok, jika masih ada yang melanggar bisa dikenakan sanksi. “Sanksi juga harus berlaku bagi hotel, restoran mal dan tempat kerja yang tidak menyediakan smoking area. Itu baru regulasi yang fair,” ujarnya.

Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Kota Bogor, Erna Nuraena mengatakan, dalam perda sebelumnya tertulis, pimpinan instansi dapat menyediakan smoking area.

Lebih lanjut ia mengatakan, pada revisi kata ‘dapat’ dihilang­kan. “Terkait permintaan itu, harus kami diskusikan terlebih dahulu dengan para pemimpin tempat umum (restoran, mal, hotel) apakah bersedia atau tidak,” ungkapnya.

Apalagi, kata Erna, ada permintaan juga jika enam bulan tidak menyediakan smoking area, tempat umum turut diberi sanksi. Menurutnya, hal tersebut masih menjadi wacana dan belum tahu akan seperti apa keputusannya nanti.

Masih kata Erna, fokus revisi perda ini lebih terkait kepada masuknya shisa dan vape sebagai bagian dari rokok karena sama-sama mengandung nikotin.

”Penambahan KTR menjadi sembilan tempat, yakni tempat-tempat umum yang ditentukan, semisal taman kota, dan tidak boleh ada asbak di KTR. Ke depan, kami juga akan fokus di spot-spot yang masih banyak pelanggaran KTR-nya, seperti di angkot dan tempat umum,” paparnya.

Wali Kota Bogor Bima Arya menegaskan, Perda KTR bukanlah melarang, melainkan mengatur di mana diperbolehkan merokok. ”Bagi yang merokok silakan disediakan (tempatnya, red). Yang kedua, tidak boleh bertentangan dengan hukum di atasnya. Kalau misal PP-nya tidak mengatur, ya jangan,” katanya.

Bima mengaku menemukan kejanggalan di PP 109 2012 pasal 50. Sebab, redaksinya membingungkan dan tidak tegas mengenai boleh atau tidaknya display rokok di KTR. ”Ini saya mau angkat ke DPR RI,” tuturnya.

Lebih lanjut Bima mengatakan, diskresi Perda KTR ini tidak datang begitu saja, namun turun-temurun. Sebab, ketika dirinya baru dilantik menjadi wali kota, semangat untuk mengendalikan sudah ada. Maka, saat bertugas, semangat itu diperjuangkan dan dipelajari lebih mendalam.

“Saya memercayai semua riset yang dilakukan tentang bahaya merokok dan percaya rokok lebih banyak mudharatnya dari segi kesehatan. Jadi, untuk mengendalikannya harus ada diskresi dan jelas landasan hukumnya dengan adanya Perda Nomor 12/2009 dan Perwali di 2010,” pungkasnya.(wil)