25 radar bogor

Korban Geng Motor Sadis Menunggu Wisuda, dan Dikenal Pendiam

ilustrasi.

Bogor–Tidak ada yang menyangka jika Muhammad Rizki Arisandi harus tutup usia di angka 23 tahun. Lebih tidak mengira lagi jika mahasiswa jurusan teknik mesin Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor itu meninggal dengan cara yang tidak sewajarnya.

Warga Kampung Tunggilis RT 03/13, Kelurahan Kedunghalang, Kecamatan Bogor Utara, itu tewas di tangan sekawanan remaja bermotor, Jumat (22/12), dini hari lalu.

Ditemui Radar Bogor di kediaman almarhum kemarin (26/12), ayah korban, Sukandi, mengaku mengetahui kejadian nahas yang menimpa anak pertamanya itu ketika sedang bersama istrinya, Nurlaela (48) di rumah sekitar pukul 02.00. Saat itu, warga mengabarinya bahwa anaknya, Rizki menjadi korban geng motor.

“Dapat info ada ribut-ribut di depan gang, anak saya jadi korban terus dibawa ke RSUD Cibinong. Untuk memastikannya, kepo­nakan saya minta buat ngecek kebenarannya. Sempat dapat dua jahitan, tapi lukanya terlalu dalam.

Sekitar jam 07.00 pagi, dapat kabar sudah enggak ada (meninggal, red),” beber Sukandi sedih. Rizki kemudian dimakam­kan di pemakaman tak jauh dari rumah.

Seakan membuka memori, Sukandi mengisahkan, Kamis (21/12) lalu dia masih bertemu dengan Rizki. Seperti biasa, almarhum yang sehari-harinya bekerja di perusahaan leasing, malam harinya berkuliah di UIKA yang kini sudah masuk semester 7 dan menunggu wisuda. “Biasanya pulang kerja sore, jam 7 malam langsung pamitan buat kuliah,” kata Sukandi.

Malam itu, sepulang kuliah, Rizki memilih untuk menemui teman-temannya, tak jauh dari MTs Nurul Yaqin, sekitar pukul 12.00 malam. “Ngeliat teman-temannya, nongkrong dulu di situ. Enggak lama ada ribut-ribut,” bebernya.

Lebih lanjut Sukandi mengata­kan, sepeninggal Rizki, teman-temannya datang silih berganti. Baik teman kuliah maupun kerja. Mereka pun tak kalah kehilangan. Rizki memang dikenal sebagai pribadi yang tak neko-neko, terhitung pendiam, tapi tak ragu membantu teman-temannya.

“Anaknya rajin, belum pernah ada masalah. Enggak pernah ngeluh, baik di mata masyarakat. Makanya, banyak yang takziah itu merasa kehilangan sekali. Apalagi, Rizki sama orang tua nurut sekali. Setiap kali mau berangkat juga selalu pamitan,” terang Sukandi.

Satu yang masih teringat dari Rizki, kata Sukandi, selalu membawa peci ke mana-mana. Terkadang ikut membantu ibunya ‘ngajar’ mengaji anak-anak yang datang ke rumahnya. “Rizki itu enggak pengen nyusahin orang tua, pacaran juga enggak. Pengennya taaruf, pengen langsung nikah,” tutupnya.(wil/c)