25 radar bogor

DKPP Pecat Puluhan Penyelenggara Pemilu

JAKARTA–Integritas pe­nyelenggara pemilu menjadi ins­trumen penting untuk mene­kan potensi konflik pada dua tahun politik mendatang (2018 dan 2019). Sayang, persoalan yang berkaitan erat dengan etik itu masih menghantui ha­jatan Pilkada 2018 dan Pemilu serentak 2019.

Merujuk data Dewan Kehormatan Penyelenggara Pe­milu (DKPP), sepanjang 2017, dari 493 penyelenggara yang diadukan, 212 di antaranya terbukti melanggar etik. Bahkan, 50 orang di antaranya diberhentikan tetap dan delapan lainnya dicopot dari jabatan ketua.

’’Yang kena sanksi teguran 135 orang dan pemberhentian sementara 19 orang,’’ kata anggota DKPP Ida Budhiati saat memaparkan laporan akhir DKPP di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, kemarin (19/12).

Ida menambahkan, pelang­garan etik yang dilakukan peny­elenggara, baik KPU maupun Bawaslu, sangat beragam. Namun, yang paling men­dominasi adalah kelalaian terhadap proses pemilu yang diselenggarakan. Baik disengaja maupun tidak disengaja.

Perempuan kelahiran Semarang itu meminta jajaran KPU maupun Bawaslu pusat merumuskan upaya untuk menyikapi fakta tersebut. Sebab, jika penyelenggara bermasalah, hal itu bisa menimbulkan konflik maupun penurunan kredibilitas pelaksanaan pemilu. ’’Tahun depan ada pilkada, biasanya ikut menyumbang pelanggaran dan pengaduan,’’ imbuhnya.

Menanggapi hal itu, Ketua KPU Arief Budiman meminta catatan tersebut tidak hanya dimaknai negatif. Ada juga sisi positifnya, yakni kesadaran masyarakat untuk mengawasi kerja penyelenggara semakin tinggi.

’’Positifnya, masyarakat semakin tahu, semakin sadar. Bahwa menyelesaikan persoalan itu bisa dilakukan di dalam ruangan,’’ ujarnya.

Terkait masih banyaknya jajaran di daerah yang mela­nggar etik, dia mengklaim jumlahnya relatif menurun jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Dia juga menegaskan bahwa antisipasi sudah dilakukan, bahkan dimulai sejak rekrutmen.

’’Kami buat standar yang ketat, proses rekrutmen yang baik, supaya yang dihasilkan adalah orang-orang yang berintegritas,’’ imbuhnya.

Sebagai penyelenggara, Arief mengaku sulit menghindari aduan, khususnya dari pihak yang tidak puas. Karena itu, sejak awal dia meminta jajaran di bawah merekam setiap kegiatan maupun keputusan yang diambil. Hal itu bisa menjadi alat pertang­gung­jawaban jika dipersoalkan.

”Walaupun diadukan banyak sekali, tapi akan direhabilitasi sebanyak yang diadukan,’’ imbuhnya.Ketua Bawaslu Abhan me­nambahkan, upaya antisipasi juga dilakukan jajarannya.

Dia menyatakan, penambahan kewenangan terhadap Bawaslu memang rentan dengan penyalahgunaan. ’’Kami tentu melakukan pembinaan dan peningkatan kapasitas jajaran kami dari provinsi sampai ke bawah,’’ ung­kap­nya.(far/c19/fat)