25 radar bogor

Jurus Sakit Setnov tak Mempan


JAKARTA–Setya Novanto (Setnov) tidak bisa berkelit ketika Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Yanto memerintahkan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membaca surat dakwaan, kemarin (13/12). Setnov tertunduk lesu dengan wajah terlihat kuyu. ”Pemba­caan surat dakwaan terdakwa dapat dilanjutkan,” ujar Yanto.

Keputusan sidang dilanjutkan itu disampaikan pukul 17.09. Padahal, persidangan perdana ketua DPR (nonaktif) tersebut dimulai pukul 10.10. Artinya, butuh waktu 7 jam bagi majelis hakim untuk memutuskan sidang kasus dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) itu diteruskan dari pemeriksaan identitas terdakwa ke pembacaan surat dakwaan sebanyak 56 lembar.

Sidang kemarin memang cukup menguras tenaga. Sebab, seperti diprediksi sebelumnya, Setnov memilih “bermanuver” dengan alasan sakit agar persidangan terhambat. Untungnya, manuver itu diantisipasi jaksa KPK dengan menghadirkan tiga dokter spesialis dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr Cipto Mangunkusumo.

Mereka adalah dr Dono Antono, Sp.PD, KKV, FINASIM (spesialis kardiologi), dr Em Yunir, Sp.PD, KEMD (spesialis metabolik endokrin) dan dr Freddy Sitorus, SpS (K) (spesialis neurologi). Berkat pemeriksaan ketiga dokter itu, hakim memutuskan sidang bisa dilanjutkan. Setnov pun hanya diminta mendengarkan dan memperhatikan pembacaan surat dakwaan.

Pantauan Jawa Pos (Grup Radar Bogor), Setnov yang tiba di Pengadilan Tipikor pukul 10.39 itu memang kerap memilih tutup mulut dan menunduk ketika ditanya hakim. Sesuai hukum acara pidana, hakim memang wajib melakukan pemeriksaan identitas terhadap terdakwa sebelum memulai agenda sidang pokok. Nah, manuver tutup mulut itu membuat hakim tidak bisa melanjutkan proses sidang seperti biasanya.

Hakim Yanto sejatinya hanya ingin memeriksa identitas Setnov sesuai dengan yang tercantum dalam surat dakwaan. Mulai nama lengkap, tempat tanggal lahir, alamat, pekerjaan, agama, dan kebangsaan. Namun, Setnov tak kunjung menjawab. Pertanyaan itu pun dilakukan berulang kali hingga akhirnya Setnov mengaku kurang sehat. ”Saya kurang sehat,” tuturnya dengan suara lirih.

Karena itu, hakim pun menanyakan kondisi kesehatan Setnov kepada jaksa. ”Saudara penuntut umum, apakah sebelum dibawa ke persidangan terlebih dahulu telah diperiksakan ke dokter?” tanya hakim. ”Yang bersangkutan (Setnov) sudah diperiksa oleh dokter, Yang Mulia. Terdakwa dinyatakan dapat menghadiri persidangan,” kata jaksa KPK Irene Putri.

Kondisi itu pun membuat hakim kelimpungan. Sebab, tetap tidak ada respons dari Setnov. Hingga akhirnya jaksa menyebut bahwa Setnov memang sempat menyampaikan diare 20 kali sebelum persidangan Selasa (12/12). Namun, keluhan itu berbeda dengan laporan pengawal rumah tahanan (rutan) KPK yang menyebut Setnov hanya dua kali ke toilet. Yakni, pukul 23.00 dan 02.30 dini hari (13/12).

Kondisi kesehatan Setnov juga diperkuat dengan hasil pemeriksaan dokter rutan KPK dr Johannes Hutabarat. Menurut dr Jo, Setnov mampu berkomunikasi lancar sebelum menuju pengadilan pukul 08.50. Namun, keterangan dokter yang berstatus pegawai KPK itu tetap tidak membuat Setnov berbicara jelas. Dia tetap diam dan tampak kuyu ketika berkomunikasi dengan hakim.

Karena kondisi itu, jaksa pun menghadirkan dr Dono Antono, dr Em Yunir, dan dr Freddy Sitorus. Dokter menyatakan bila Setnov tidak bisa berbicara dalam sekian waktu, biasanya terjadi sesuatu di otak. Namun, jika kondisi itu terjadi, umumnya seseorang yang mengalami gejala tersebut tidak bisa berjalan. ”Tapi ini bisa jalan,” kata dokter Freddy.

Jaksa KPK pun meyakini Setnov melakukan kebohongan setelah mendengar penjelasan dari dokter RSCM. Sebab, tidak ada laporan medis bahwa Setnov sedang sakit. ”Ini menunjukkan kebohongan yang ditunjukkan terdakwa, Yang Mulia,” tegas Irene. Perdebatan pun terjadi antara jaksa dan penasehat hukum Setnov. ”Ini persoalan orang sakit, bukan kita yang menentukan,” jawab Maqdir Ismail.

Bersamaan itu, hakim menunda sementara sidang tersebut lantaran Setnov meminta izin pergi ke toilet. Setelah kembali dari kamar mandi, Setnov baru mengeluarkan pernyataan yang cukup panjang di hadapan majelis hakim. ”Saya sudah 4–5 hari sakit diare, saya minta obat tidak dikasih sama dokter. Saksinya ada,” kata Setnov.

Hanya, setelah memberikan pernyataan itu, Setnov kembali menggunakan jurus diam dan sesekali batuk ketika hakim menanyakan soal identitas terdakwa.

”Sekarang saya tanya ulang, mantuk paling tidak. Apakah nama saudara Setya Novanto?” tanya Yanto. Sayang, tidak ada jawaban dari Setnov. Sidang pun diskors pukul 10.44.

Sidang kembali dibuka pukul 14.44. Saat jeda itu, hakim memberi kesempatan bagi dokter spesialis untuk memeriksa kondisi kesehatan Setnov. Ketiga dokter RSCM pun kompak menyatakan kondisi Setnov normal dan bisa diperiksa. Baik itu tekanan darah, denyut nadi, jantung, saraf hingga paru-paru (selengkapnya lihat grafis).

Setelah melakukan musyawarah, hakim pun memutuskan sidang dilanjutkan ke pembacaan surat dakwaan jaksa penuntut. Hanya, hakim lebih dulu meminta dokter spesialis RSCM untuk membacakan hasil pemeriksaan yang dilakukan. ”Yang majelis inginkan bahwa, saudara terdakwa hanya mendengarkan dan memperhatikan surat dakwaan yang dibacakan JPU,” tegas Yanto.

Ahli hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai praperadilan yang diajukan Setnov otomatis gugur dengan sidang perdana kemarin. Hakim praperadilan pun tidak perlu membacakan putusan karena praperadilan otomatis gugur.

”Kalau sekarang masa kritisnya yang berkaitan dengan praperadilan sudah lewat. Tidak ada upaya lagi lepaskan status (tersangka) lewat praperadilan karena sidang sudah dimulai,” ujarnya, kemarin.

Sementara itu, rapat pleno DPP Partai Golkar tadi malam di Kantor DPP Golkar, Jakarta Barat, memutuskan memilih Airlangga Hartarto sebagai ketua umum Golkar menggantikan Setya Novanto. Ketua Harian Partai Golkar Nurdin Halid menyatakan, sejak berstatus terdakwa, Setya Novanto dinonaktifkan sebagai ketua umum Golkar.

”Pergantian dari bapak Setya Novanto kepada Airlangga Hartarto definitif ditetapkan pada rapat pleno,” ujar Nurdin di Kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat.

Meski belum digelar munaslub, Nurdin menegaskan, Airlangga resmi menjabat ketua umum Golkar. Selanjutnya, Golkar akan menggelar Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) dan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) untuk mengukuhkan Airlangga sebagai ketua umum.(jp/net)