25 radar bogor

Siap-siap Elpiji tanpa Subsidi

ANTRE: Warga Bogor kembali antre untuk mendapatkan gas melon sebagai dampak kelangkaan elpiji bersubdisi tersebut sejak beberapa hari terakhir. Sofyahsyah/Radar Bogor
ANTRE: Warga Bogor kembali antre untuk mendapatkan gas melon sebagai dampak kelangkaan elpiji bersubdisi tersebut sejak beberapa hari terakhir. Sofyahsyah/Radar Bogor

BOGOR–Bukan hanya Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) yang dibuat geram dengan kebijakan Pemkot Bogor soal elpiji 3 kg. Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar, kemarin langsung menggelar konferensi pers dan meminta pemda melarang PNS menggunakan gas tabung melon.

”Makanya, bagi yang mampu disarankan tidak pakai elpiji 3 kg,” tegas Arcandra Tahar di kantornya, Jumat (8/12).

Arcandra juga meminta komitmen seluruh gubernur dan wali kota/bupati untuk menganjurkan para PNS-nya agar tidak menggunakan elpiji 3 kg. Pasalnya, masih banyak keluarga mampu yang masih menggunakan gas melon, dan sebaliknya, warga kurang mampu kesulitan mendapat elpiji.

Ke depan, kata Arcandra, pemerintah mencoba men­jalankan sistem distribusi tertutup alias tidak dijual bebas. Hanya konsumen tidak mampu yang bisa membeli elpiji 3 kg bersubsidi.

”Saat ini masih dievaluasi dengan Kementerian Sosial agar bisa dilakukan secepatnya. Untuk distribusi tertutup, data harus kuat,” ujarnya. Kementerian ESDM bekerja sama dengan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan untuk memverifikasi data.

Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal ESDM Ego Syahrial menyebutkan, dari 25,5 juta warga yang layak menerima elpiji 3 kg bersubsidi, yang baru teridentifikasi sekitar 50 persen. ’’Tetapi, ada juga sekitar 128 kabupaten atau kota yang telah berkomitmen melarang PNS menggunakan elpiji 3 kg subsidi,’’ tuturnya.

Pengamat ekonomi Syaifuddin Zuhdi menilai, selama ini fenomena penggunaan gas melon oleh warga mampu dan PNS seperti hal lumrah. Padahal, jelas-jelas barang bersubsidi diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. “Selama ini subsidi pemerintah terhadap masyarakat menengah ke bawah memang tidak tepat,” ujarnya kepada Radar Bogor.

Meski sudah ada aturan dari Hiswana Migas terkait penggu­naan gas melon, Pemkot Bogor terkesan acuh tak acuh. Buktinya, pengawasan di lapangan pun masih lemah. “Tidak ada pengawasan yang ketat dari pemerintah. Monitoring itu memang sulit, karena masyarakat kalau sudah di lapangan tidak ketahuan,” terangnya.

Pernyataan itu diamini Wakil Ketua DPRD Kota Bogor, Heri Cahyono. Heri mendesak Pemkot Bogor segera menginstruksikan para PNS agar tak menggunakan gas melon.

”Yang (elpiji) tiga kilogram disubsidi, cuma, di Kota Bogor banyak PNS yang ikut antre. Yang tidak mampu malah tidak kebagian,” kata dia.

Di bagian lain, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengendus sinyal pencabutan subsidi dari kelangkaan elpiji 3 kg. Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi menyebut, pernyataan Pertamina bahwa kelangkaan dipicu oleh permintaan yang naik jelang Natal dan Tahun Baru, tidak rasional.

Lalu, apa yang sebenarnya terjadi dan musabab apa sehingga elpiji 3 kg menjadi langka?

”Ada beberapa hal untuk menyorot hal itu, baik dari sisi harga, distribusi, juga kebijakan subsidi,’’ kata Tulus, pada rilis yang diterima redaksi Radar Bogor.
Pemicu pertama kelangkaan gas melon adalah disparitas harga yang sangat jomplang dengan elpiji 12 kg. Akibatnya, banyak pengguna elpiji 12 kg berpindah menjadi pengguna elpiji 3 kg. Selain murah, gas melon dianggap praktis dan mudah dibawa.

”Konsumen dari kalangan kaya pun tak malu-malu menggunakan elpiji 3 kg karena alasan ini,’’ ungkapnya.

Penyebab kedua, terjadi penyimpangan distribusi elpiji 3 kg. Semula, pola distribusi elpiji 3 kg bersifat tertutup. Artinya, konsumen yang berhak saja yang boleh membelinya. Sekarang, distribusi bersifat terbuka atau bebas, sehingga siapa pun bisa membelinya. ”Ini menunjukkan adanya inkonsistensi pola distribusi oleh pemerintah,’’ cetus dia.

Tak kurang dari 20 persen pengguna elpiji 12 kg yang berpindah ke elpiji 3 kg, karena harga 12 kg dianggap sangat mahal daripada harga 3 kg.

”Kondisi ini makin parah manakala terjadi pengoplosan oleh distributor atau agen nakal. Mereka mengoplos demi mendapatkan keuntungan yang lebih besar,’’ ujarnya.

Nah, dari sisi kebijakan subsidi, kelangkaan ini juga dipicu oleh sinyal bahwa pemerintah akan mencabut subsidi elpiji 3 kg. Hal ini diawali dengan pemangkasan slot kuota elpiji 3 kg yang semula sebanyak 6,5 juta metrik ton dipangkas menjadi 6,1 juta metrik ton, berkurang 400 ribuan metrik ton. Sementara permintaan gas elpiji 3 kg malah naik. ”Ya, pasti suplai berkurang alias langka! Pemerintah makin limbung saat subsidi elpiji 3 kg terus melambung karena penggunaannya terus meningkat,’’ bebernya.

Sebelumnya, PT Pertamina mengklaim menemukan beberapa penyebab terjadinya kelangkaan elpiji 3 kg di pasaran. Salah satunya, penyerapan gas melon yang tak sesuai peruntukan bagi warga miskin.

“Hal ini diperkuat dengan adanya temuan di lapangan bahwa elpiji 3 kg bersubsidi digunakan pengusaha rumah makan, laundry, genset, dan rumah tangga mampu,” ujar VP Corporate Communication, Adiatma Sardjito.(fik/c)