25 radar bogor

Sempat Gabung NII lalu Murtad dari Ajaran Islam

MASA MUDA: Foto dalam lingkaran (kiri) Komisioner Baznas Kota Bogor, Rusli Saimun, dan (kanan) Abraham Ben Moses, semasa menempuh pendidikan di Pondok Shabran.
MASA MUDA: Foto dalam lingkaran (kiri) Komisioner Baznas Kota Bogor, Rusli Saimun, dan (kanan) Abraham Ben Moses, semasa menempuh pendidikan di Pondok Shabran.

Nama Saifuddin Ibrahim alias Abraham Ben Moses belakangan marak diperbincangkan. Sosok ini terang-terangan menghina Islam dan Alquran melalui media sosial. Kabar ini mengingatkan Komisioner Baznas Kota Bogor, Rusli Saimun, akan masa mudanya. Dahulu, Rusli merupakan teman dekat Abraham, saat mondok di Pondok Muhammadiyah Hajjah Nuriyah Shabran, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Seperti apa kisahnya?

Laporan: Fikri Setiawan

Selasa (5/12), Bareskrim Polri membekuk Saifuddin Ibrahim alias Abraham Ben Moses, mantan penganut Islam yang kemudian menjadi pendeta. Banyak ujaran kebencian yang diunggah di media sosialnya, salah satunya unggahan pada 12 November pukul 06.30. Judul unggahan itu adalah Sayembara 11. Dalam status media sosialnya itu tertulis, Abraham menyebut Allah SWT adalah delusi, karena nabi sebelumnya tidak mengenalkan nama Allah SWT kepada umatnya.

Dalam situs berbagi video Youtube, Abraham muncul berulang kali. Salah satunya, saat dia menjadi penumpang sebuah taksi online, namun mengajak pengemudinya untuk beralih agama. Dia juga membuat buku berjudul Kesaksian Saifuddin Ibrahim yang disebut-sebut banyak konten ujaran kebencian.

Mendengar kabar ini, benak Komisioner Baznas Kota Bogor, Rusli Saimun, melayang ke tahun 1984. Itu merupakan awal pertemuannya dengan Abraham, saat sama-sama masuk di Pondok Shabran, Sukoharjo. Mereka yang belajar di pondok tersebut merupakan perwakilan dari masing-masing Pimpinan Wilayah Mauhammadiyah (PWM) di Indonesia.

”Setiap PWM mengutus dua orang. Abraham diutus dari PWM Nusa Tenggara Barat (NTB), karena saat itu tempat tinggal Abraham di Parado Kabupaten Bima, NTB,’’ tutur Rusli kepada Radar Bogor, kemarin (7/12).

Kala itu, Rusli mengaku dekat dengan Abraham. Keduanya menimba ilmu bersama di Fakultas Ushuluddin jurusan Perbandingan Agama. Rusli dan Ibrahim (kini Abraham, red) juga satu kamar asmara di pondok. Di usia muda itu, tak ada gelagat aneh dari Ibrahim.

”Waktu di sana itu rajin berdakwah. Pemahamannya juga lurus. Dia dari keluarga Muhammadiyah di Bima. Dia retorikanya juga jago. Debatnya juga jago,’’ kenang Rusli, ditemui wartawan di kantornya, bilangan Jalan Pajajaran.

Selepas lulus kuliah, 1988, Rusli hilang komunikasi dengan Ibrahim. Keduanya pulang ke daerah asal masing-masing. Hingga beberapa tahun kemu­dian, keduanya dipertemukan kembali dengan status yang sama-sama sebagai pengajar di Pondok Muham­madiyah Darul Aqram Sawangan, Kota Depok, pada pertengahan 1993.

”Sebelumnya dia sempat ngelamar untuk ngajar di PWM DKI Jakarta, tapi PWM DKI merekomendasikan ke Sawangan Depok karena binaannya PWM DKI. Jadi, ngajarlah dia di sana sama saya,’’ ungkapnya.

Beberapa bulan mengajar bersama, rupanya, Rusli merasa ada yang tak beres dengan perilaku sahabatnya itu. Merasa penasaran, ia mencari tahu apa yang sebenarnya ada dalam benak Ibrahim.

Benar saja, setelah berdiskusi empat mata, Rusli memastikan bahwa saat itu Ibrahim merupakan bagian dari Negara Islam Indonesia (NII) Komandemen Wilayah (KW) 11 yang meliputi Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Cianjur, dan Sukabumi. ”NII merupakan aliran sesat yang kini sudah dibubarkan oleh Peme­rintah RI. Ada kemung­kinan juga sebelum 1993 dia sudah masuk NII,’’ kata Rusli.

Pada saat itu, Ibrahim mulai menanamkan pemahaman kepada murid-muridnya untuk tidak salat. Karena menurut pemahamannya, Indonesia belum futhu Mekkah, sehingga belum wajib untuk melakukan salat. Hingga pada 1996, Ibrahim kabur dari pondok pesantren lantaran merasa diburu intelijen kepolisian.

”Sejak saat itu saya tidak ketemu lagi. Saya mendapat kabar, beliau itu sudah ke Pondok Pesantren Al-Zaytun di Kabupaten Indramayu,’’ ujarnya sembari mengingat-ingat kembali.

Kabar dari sejumlah kerabat, Ibrahim pergi ke Pondok Pesantren Al-Zaytun bersama tokoh NII KW 11, Abu Toto. Ibrahim menjadi pengajar quran dan hadist di Pondok Pesantren pimpinan Panji Gumilang tersebut.

”Tapi gak lama (keberadaan Ibrahim di Pondok Pesantren Al-Zaytun, red). Setelah itu dia menghilang entah ke mana. Apakah dikeluarkan atau dia keluar sendiri saya tidak tahu,’’ sebut Rusli.

Memasuki tahun 2000-an, Rusli bertemu dengan Syafrudin, kerabat Ibrahim dari Bima, NTB. Saat itu, Syafrudin mengabarkan bahwa Ibrahim telah berpindah keyakinan dan mengganti nama menjadi Abraham.

Rusli belum memercayai sepenuhnya ucapan Syafrudin. Ia kemudian berinisiatif mencari nomor telepon Ibrahim untuk sekadar menanyakan kabar. ”Saya telepon sempat akrab, tapi belum mau bicara kalau dia pindah agama. Terakhir tahun 2010 dia sendiri bilang ke saya bahwa dia memiliki jabatan Sekjen Dewan Penginjil Asia-Oseania. Dia cerita sama saya di telepon,’’ ungkapnya.

Rusli menduga, proses Ibrahim menjadi Abraham dilatar­belakangi ekonomi yang pas-pasan. Pasalnya, dengan jabatan tersebut, Abraham bisa bepergian ke luar negeri, bahkan secara rutin setiap beberapa bulan sekali.

Semakin ke sini, Rusli pun dibuat geram dengan berbagai video Abraham di internet yang kerap mendiskreditkan ajaran Islam. Bukan hanya Rusli, para alumni Pondok Shabran juga bahkan sempat ingin melakukan gerakan untuk membungkam Abraham.

Namun, niatan tersebut dibendung oleh pihak pondok. Beruntungnya lagi, Abraham kini sudah diciduk oleh Bareskrim Mabes Polri. Direktur Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipid Siber) Brigjen Fadil Imran memastikan itu. Abraham Ben Moes ditangkap di rumahnya, Jalan KH Hasyim Ashari, Buaran Indah, Tangerang. ”Subdit II yang melakukan penangkapan,” ujarnya.

Pidana yang diduga dilakukan adalah mem-posting ujaran kebencian terhadap agama tertentu. Diduga melanggar Pasal 28 ayat 2 UU 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. ”Saat ini masih dilakukan pemeriksaan pada yang bersangkutan,” ujarnya kemarin.(*)