25 radar bogor

’’Dipaksa’’ Tinggalkan Gas Melon

pojoksatu.id ANTREAN PANJANG: Warga Bogor mengantre gas elpiji 3 kg pada operasi pasar Hiswana Migas di bilangan Paledang, Bogor Tengah, Kota Bogor, kemarin (4/12).

ANTREAN PANJANG: Warga Bogor mengantre gas elpiji 3 kg pada operasi pasar Hiswana Migas di bilangan Paledang, Bogor Tengah, Kota Bogor, kemarin (4/12).

BOGOR–Sudah sepekan lebih warga Bogor dibuat resah dengan kelangkaan gas elpiji 3 kg. Mereka harus berkeliling mencari gas melon dari agen ke agen sampai toko-toko kelontong di pinggiran Bogor. Sebagian menyerah dan berpindah pada Bright Gas atau Blue Gas yang lebih mahal. Sebagian lain terus berburu operasi pasar seperti yang digelar Hiswana Migas di kawasan Paledang, Bogor Tengah, kemarin (4/12).

”Saya cari dari Ciawi, nyusurin ke mana-mana, cari info pem­bagian gas di mana-mana sampai ke Tegallega, Indra­prasta,’’ aku Reno (38), warga Tajur, Bogor Timur, ditemui Radar Bogor usai mengantre gas melon di Paledang. Reno mengaku memilih tetap berburu gas melon untuk bisnis kateringnya.

Begitu pula pengakuan Ari (34), warga Bubulak, yang juga ikut mengantre pembagian gas 3 kg di Paledang. Menurut Ari, pedagang di kawasan Bogor Utara malah nekat mematok harga mahal. ”Dijualnya Rp23 ribu,’’ kata Ari.

Kelangkaan ini, diakui Ketua Hiswana Migas Bogor, Bahriun. Menurutnya, kelangkaan gas 3 kg disebabkan banyak faktor. Mulai perkara distribusi hingga tingginya pemakaian jelang akhir tahun. Tapi begitu mendapat laporan kelangkaan, Bahriun langsung berkoordinasi dengan pemerintah setempat untuk melakukan operasi pasar. ”Ini sudah dua truk. Satu truk isinya 560 tabung gas,’’ kata Bahriun kepada Radar Bogor.

Dari total kebutuhan bagi 3.000 warga, Hiswana Migas dapat mencukupi sebanyak 2.000 saja. Alhasil, operasi pasar terpaksa dibatasi, satu orang hanya bisa membeli dua tabung dengan harga yang sama, yaitu Rp16 ribu.

”Nanti kami giliran di bebe­rapa titik di Kota dan Kabu­paten Bogor. Sudah ada laporan (kelangkaan), sudah kami jadwalkan juga,’’ kata dia.

Kelangkaan ini diprediksi bakal berlangsung lama. Terlebih memasuki musim libur panjang dan musim hujan, pemakaian akan berkali lipat dari hari-hari biasa. ”Yang tadinya pemakaian satu (tabung) bisa langsung tiga. Apalagi musim kawinan,’’ ujarnya.

Bahriun menegaskan bahwa saat ini tidak ada pengurangan kuota yang dilakukan peme­rintah dalam penyediaan gas elpiji 3 kg. Di Kota Bogor sendiri, kuotanya masih di angka 700 ribu tabung sebulan. ”Memang faktornya karena jumlah pemakaiannya saja naik. Masyarakat banyak mengadakan acara, masak-masak. Kalau diper­kirakan, kenaikan pema­kaian bisa mencapai 30–40 persen di bulan ini,’’ tegasnya.

Pernyataan itu kembali dipertegas Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Bogor, Mangahit Sinaga. Kata dia, ada peningkatan beli jelang akhir tahun ini. “Juga kalau musim hujan, biasanya gas mengendap, disangka sudah habis, padahal belum itu, karena mengendap,” ujarnya.

Terpisah, Kabid Perdagangan pada Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin) Kabupaten Bogor, Jhona Sijabat, juga mendapat laporan kelangkaan elpiji 3 kg di wilayah Kabupaten Bogor. Karena itu, dirinya akan melakukan operasi pasar hari ini.

”Besok (hari ini) operasi pasar langsung dari Hiswana Migas. Disperdagin hanya mendampingi ke wilayah Cibinong dan Citeureup,’’ ujarnya.

Di bagian lain, saat ini PT Pertamina (Persero) tengah melakukan uji pasar terkait produk elpiji baru 3 kg kategori nonsubsidi di wilayah Tangerang. Kondisi ini kemudian memunculkan spekulasi adanya upaya menggantikan elpiji 3 kg subsidi atau yang dikenal elpiji melon. Tapi, Pertamina buru-buru membantah.

“Itu tidak menggantikan elpiji 3 kg yang hijau, kalau yang hijau itu ada di pasar yang peruntukannya terbatas pada rakyat miskin,” ujar Manager Communication & CSR MOR VII PT Pertamina M Roby Hervindo.

Dengan demikian, akan ada pilihan produk bagi masyarakat mampu dalam menggunakan gas elpiji dan diharapkan untuk tidak menggunakan elpiji subsidi.

“Kami menawarkan untuk masyarakat yang bukan rakyat miskin silakan pakai Bright Gas yang 5,5 kilogram. Bagi yang tidak berhak jangan pakai elpiji yang melon, pakainya yang 3 kg atau 5,5 kilogram nonsubsidi,” katanya.

Pengamat ekonomi Syaifuddin Zuhdi menduga kelangkaan gas melon lantaran pasokannya sengaja dikurangi pemerintah. Dia menilai langkah tersebut tidak tepat dan bisa disiasati dengan selektif dalam penyebaran gas melon yang selama ini belum tepat sasaran.

”Sebetulnya untuk mengurangi subsidi, karena beban pemerintah sekarang memang cukup berat. Secara bertahap, pemerintah akan mengurangi subsidi di sektor gas ini,’’ sebutnya kepada Radar Bogor, kemarin (4/12).

Zuhdi menilai daya beli masyarakat belum sembuh betul jika pemerintah hendak memang­kas subsidi gas saat ini. Dia menilai perlu adanya kajian men­dalam terkait kondisi eko­nomi sebelum mengarahkan masyarakat pada alternatif lain seperti Bright Gas atau Blue Gas.

”Kalau memang daya beli masyarakat sudah meningkat, bolehlah. Karena sekarang ini kan peralihannya sudah mengurangi subsidi di BBM,’’ kata Zuhdi.

Perekonomian masyarakat di penghujung tahun ini memang sedang tidak baik. Banyak pemangkasan tenaga kerja lantaran para pengusaha harus berpacu dengan perkembangan teknologi yang kian canggih. ”Seperti di sektor perbankan, akan banyak mengurangi tenaga kerja dalam jangka waktu dua-tiga tahun ke depan. Terus juga sekarang tol sudah mengurangi tenaga kerja karena adanya E-Toll. Kalau tingkat pengangguran semakin naik, berarti kan daya beli masyarakat akan turun,’’ bebernya.(ran/rp2/fik/d)