25 radar bogor

Angkot Makin Rawan Kejahatan

BOGOR–Pantas saja banyak pengguna angkot yang berpindah ke transportasi daring (online). Selain raja ngetem, angkot juga semakin tak aman. Seperti yang dialami Sri Lestari (45) dan anaknya. Mereka menjadi saksi sekaligus korban copet di dalam angkot.

Kejadian nahas itu bermula saat Sri bersama anaknya naik angkot 08 dari Jalan Lodaya menuju Kemuninggading. Tak lama kemudian, seorang yang dicurigainya sebagai copet naik dari samping McD Lodaya dan duduk persis di depannya. Tak lama setelah itu, naik lagi satu orang yang diduga rekan si pencopet.

”Keduanya membawa tas ransel besar, berbaju rapi, kemeja panjang,” ujar Sri. Mereka langsung duduk berdampingan mengapit calon korban yang kebetulan duduk di depan Sri. Calon korban yang juga seorang perempuan itu, membawa tas kerja yang diletakkan di pangkuannya.

Kemudian, tangan pencopet mulai masuk ke belakang tas korban. ”Dia (pencopet) meraba-raba tas wanita tadi, saya dan anak saya lihat langsung tapi gak bisa berbuat apa-apa,” bebernya.

Akhirnya, lanjut Sri, dia pun berpura-pura batuk kencang dan mengobrol keras-keras dengan anaknya agar menjadi perhatian penumpang, termasuk sang pencopet. Dia mengaku tidak tega melihat penumpang perempuan tersebut. ”Penumpang waktu itu penuh dan semua turun di Mal BTM. Saya mau kasih tahu penumpang, tapi ketakutan duluan,” kata dia.

Nahasnya, setelah menjadi saksi aksi copet, anak Sri pada Sabtu (25/11) lalu justru menjadi korban pencopetan. Anaknya yang naik angkot 08 dari Jalan Lodaya menuju Sempur kecopetan dengan modus yang nyaris serupa, yakni pencopet yang menggunakan tas ransel dan jaket. Alhasil, smartphone milik anaknya pun raib.

”Anak saya naik angkot dan kebetulan duduk di samping seorang bapak-bapak yang sudah lebih awal di dalam angkot. Bapak itu gelagatnya sama dengan pencopet yang pernah kami lihat. Tak lama kemudian, pelaku turun di depan Hotel Salak. Nah, ketika anak saya turun di Sempur, hendak bayar angkot, tasnya sudah kebuka dan HP-nya hilang,” jelas Sri.

Akibat peristiwa itu, sambung Sri, anaknya yang masih duduk di kelas X SMA tersebut trauma naik angkot dan lebih memilih menggunakan ojek daring. ”Ke sekolah sekarang tidak mau naik angkot. Kalau pagi diantar, pulang naik ojek online,” bebernya.

Setelah menjadi saksi dan korban pencopetan di angkot, Sri mengaku bingung. Inginnya melapor ke pihak kepolisian, namun enggan dia lakukan. Sebab, menurutnya, itu hanya akan membuang-buang waktu. ”Ini kalau mau ditertibkan juga susah, polisi mana mau ngurusin yang beginian. Namun, mungkin perlu dicoba ada pemeriksaan di titik-titik tertentu yang dianggap rawan,” jelasnya.

Terpisah, Paur Humas Polresta Bogor Kota Ipda Rachmat Gumilar mengungkapkan, warga jangan malas melapor ke polisi. Selama kasus yang dilaporkan itu ada pidananya dan bisa dibawakan bukti-bukti awal dan saksi-saksi atau petunjuk, maka pihaknya akan memproses.

”Gak ada alasan polisi males nangani, karena itu sudah tugas. Kami telusuri dulu laporannya. Kalau ada saksi atau setidaknya ada petunjuk awal, maka penanganannya sama dengan kasus-kasus lain. Kami sering nangani kasus copet berdasarkan laporan dan banyak perkaranya yang sudah diungkap,” tuturnya.

Sayangnya, sambung Rachmat, ada warga yang sangat pesimistis. Padahal, Polri senantiasa melayani dan menindaklanjuti semua laporan, asalkan memenuhi unsur-unsur tindak pidana. ”Itu semua demi menda pat kejelasan saat pemeriksaan. Adapun titik kerawanan adalah di sekitar Stasiun Bogor dan tempat keramaian lainnya,” tutupnya.(wil/c)