25 radar bogor

Jimat ”Kebal” Dibanderol Rp350 Ribu

TELITI: Tim KPAI mengunjungi SMP Islam Asy Syuhada, kemarin.(SOFYAN/ RADAR BOGOR)
TELITI: Tim KPAI mengunjungi SMP Islam Asy Syuhada, kemarin.(SOFYAN/ RADAR BOGOR)

BOGOR-Kasus perkelahian ala gladiator yang menewaskan seorang siswa SMP di Kecamatan Rumpin, ARS (16) terus bergulir. Ternyata, para pelaku berani melakukan aksi berbahaya tersebut lantaran memiliki jimat.

Radar Bogor pun menelusuri fenomena pelajar yang keranjingan mendalami ilmu kekebalan tubuh. Selasa (28/11) wartawan koran ini mengawalinya dari sekolah ARS, korban gladiator. Guru BK SMP Islam Asyuhada, Hendri menegaskan bahwa di sekolahnya tidak pernah mengajarkan ilmu kebatinan.

Dari beberapa keterangan teman korban, banyak yang mempelajari ilmu kebal di luar sekolah. RN (13) mengakui, banyak yang mencari jimat ke sekitar Kecamatan Cigudeg. “Kalau beli jimat di pak DS,” ucapnya.

Berbekal keterangan dari RN, tak terlalu sulit untuk menemui kediaman DS. Sebab, ia cukup dikenal sebagai ahli spiritual di Desa Bunar, Kecamatan Cigudeg. Terlebih, rumah bercat putih dan berlantai dua miliknya terlihat beda.

Belum sempat mengetuk pintu, seorang pria mengenakan kaus oblong putih keluar rumah. “Mangga kaleubeut, bade ka saha? (Silakan masuk, mau bertemu siapa?),” ucap pria berpeci merah itu.

Rupanya, pria itu adalah DS. Setelah berbincang, ia mengaku tak mengenal nama ARS, korban adu ilmu kebal. “Kirang apal abdi. Mung, loba nu kadie hoyong elmu kebal. (Kurang hafal saya. Tapi, banyak yang ke sini ingin mempelajari ilmu kebal),” akunya.

Menurutnya, pelajar, atlet, calon pejabat, hingga calon kades pernah datang kepadanya. Lalu bagaimana cara mempelajari ilmu kebal? Menurutnya, ada tiga cara untuk memilikinya. Pertama, dengan berpuasa sembari melafalkan beberapa bacaan. Kedua, menggunakan jimat berupa rompi dan sabuk. Terakhir, sambung dia, memasang susuk.

“Kalau mau instan, cara kedua dan ketiga, itu yang banyak. Biasanya, anak muda yang ingin seperti itu,” tutur pria berkumis tebal itu. Untuk menguasai ilmu tersebut, ada mahar yang harus ditebus. “Sanes bayar, tapi mahar. Isim Rp350 ribu, susuk biji besi Rp500 ribu, dan rompi isim Rp3 juta,” tuturnya.

Menyikapi fenomena tersebut, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti mengatakan, ada yang salah dengan sistem pendidikan saat ini. “Adu keke balan yang diyakini para pelajar merupakan salah satu indikasi bahwa pendidikan kita tidak kritis dan analitis,” tuturnya. Lebih lanjut dia mengatakan, ada beberapa warga sekitar Kecamatan Rumpin yang memercayai ilmu kekebalan tubuh tersebut.

DUA PELAKU TERUS DIBURU

Setelah memeriksa 10 saksi yang terlibat perkelahian ala gladiator di Kecamatan Rumpin, polisi akhirnya mengeluarkan keterangan resmi kemarin (28/11). Kapolres Bogor AKBP Andi Moch Dicky menjelaskan, se belum pertarungan Jumat (24/11), mereka sempat berniat untuk bertarung Senin (20/11).

Namun, salah satu kelompok sekolah tidak hadir sehingga terjadi saling ejek melalui media sosial Facebook. “Ditunda menjadi Jumat pukul 16.30,” jelasnya saat ekspose di Polres Bogor.

Lebih lanjut ia mengatakan, sebenarnya pertarungan terjadi di Kampung Leuwihalang, Desa Gonang, Kecamatan Rumpin. Dua kelompok tersebut terdiri atas sembilan orang dari pihak pelaku, serta lima orang dari pihak korban. Meski bergerombol, aturan mainnya yaitu tiga lawan tiga menggunakan celurit.

Setelah beberapa menit pertarungan berlangsung, dua rekan korban melarikan diri lantaran tak sanggup melanjutkan. Tinggal korban yang tersisa di arena. “Korban terjatuh lalu disabet di sekitar pinggang. Kemudian, ditambah sabetan dari dua pelaku lainnya. Jadi, ada tiga orang pelakunya,” terang kapolres.

Kini, satu satu orang tersangka sudah diamankan, sedangkan dua lainnya masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). “Kami mengumpulkan saksi, baru hari ini memberikan keterangan objektif kepada masyarakat,” kata Dicky.

Terpisah, Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon turut prihatin atas peristiwa perkelahian ala gladiator yang kerap terjadi di Bogor. Menurut dia, pihaknya akan bertindak cepat jika permasalahan tersebut dilaporkan juga ke DPR. “Kami belum mendapat laporan dari masyarakat. Kalau ada aduan kepada kami akan langsung kita angkat dan meneruskan kepada pihak-pihak terkait,” katanya.

Kemarin, KPAI pun mendatangi Polsek Rumpin dan sekolah korban. “Seharusnya orang tua memiliki kepekaan karena dapat melihat perilaku anak yang berubah. Serta masyarakat yang berada di sekitar dapat mem bubarkan perkumpulan dan segera melaporkannya pada polisi,” tutur Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti.

Menurutnya, informasi di media sosial menjadi pemicu para pelajar melakukan aksi gladiator. Mendikbud Muhadjir Effendy menegaskan, jika masih terulang, sekolah wajib bertanggung jawab. ’’Jadikan ini kasus terakhir. Jangan terulang lagi, orang tua itu titip anaknya kepada sekolah,’’ katanya.

Ia menganggap, ada masalah di dalam dunia pendidikan di Bogor. Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang itu mengatakan, tugas sekolah dalam mengawasi siswa tidak hanya ketika jam pelajaran. Keselamatan siswa hingga pulang ke rumah juga harus diawasi oleh sekolah.

Bahkan, keberadaan siswa di tengah-tengah keluarga juga harus dimonitor pihak sekolah. Sebab, anak-anak juga riskan menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. ’’Kok berat tugas sekolah. Ya memang seperti ini kalau mau jadi lebih baik,’’ tuturnya.

Dia berharap sekolah di Kabupaten maupun Kota Bogor bisa mengawasi kegiatan siswa di luar jam sekolah. Kalaupun ada siswa yang ikut kegiatan bela diri, diawasi dan dicatat berlatihnya kepada siapa. Jangan sampai belajar bela diri digunakan untuk bertarung melawan temannya.(rp1/all/d)