25 radar bogor

Kenaikan Upah Ancam Perusahaan

CIBINONG–Penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, terus ditolak serikat buruh. Kini, para buruh mulai memfokuskan tuntutannya pada penentuan nilai kenaikan upah minimum sektoral kabupaten (UMSK) dan menolak pemberlakuan upah padat karya (UPK).

Hal itu, dilakukan dengan harapan bupati Bogor bisa mempertimbangkan untuk mengeluarkan rekomendasinya yang akan dikirimkan kepada gubernur Jawa Barat.

Salah seorang perwakilan serikat buruh pada Dewan Pengupahan Kabupaten (Depekab) Bogor, Novianto mengatakan, kemungkinan besar rekomendasi bupati mengacu pada PP78/2015 namun optimis tetap tuntutan terpenuhi.

“Kenyataannya, PP itu bertentangan dengan Undang-Undang No 13 Tahun 2003. Mudah-mudahan, bupati bisa mengikuti keinginan buruh,” ujarnya kepada Radar Bogor.
Lebih lanjut ia mengatakan, para buruh akan melakukan pe­nga­walan untuk penentuan UMSK dan penghapusan UPK tahun depan. Sebelumnya, para buruh meminta kenaikan UMSK 2018 sektor satu hingga tiga masing-masing adalah 10, 15 dan 20 persen dari UMSK tahun ini.

Depekab dari Asosiasi Pengu­saha Indonesia (Apindo) Kabu­paten Bogor, Ahmad Basuni menuturkan, nilai kenaikan UMSK juga mengacu pada PP 78/2015. Menurutnya, tidak semua perusahaan mampu menerapkan keputusan yang diminta para buruh. “Kami minta dikaji ulang untuk (upah) sektor itu, karena di lapangan banyak perusahaan sektor tiga tidak mampu membayarnya,” terangnya.

Begitu pula dengan pemberla­kuan UPK, kata dia, perusahaan padat karya dianggap kesulitan mengikuti UMK. Padahal, kenaikan UMKS dan pemberlakuan UPK perlu dikembalikan pada pihak peru­sahaan masing-masing sesuai kemampuan mereka.

“Saya khawatir kebijakan tersebut malah mengakibatkan banyak pemutusan hubungan kerja di kalangan buruh untuk mengefisiensikan biaya produksi,” pungkasnya.(rp2/c)