25 radar bogor

Tak Ada Benjol Sebesar Bakpao, Setnov Berstatus Tahanan KPK

MULUS: Ketua DPR RI Setya Novanto dibawa keluar dari Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Jakarta, Jumat (17/11). Wajah Setnov yang sebelumnya dikabarkan luka, terlihat mulus dan bersih.FOTO : MUHAMAD ALI/JAWAPOS
MULUS: Ketua DPR RI Setya Novanto dibawa keluar dari Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Jakarta, Jumat (17/11). Wajah Setnov yang sebelumnya dikabarkan luka, terlihat mulus dan bersih.FOTO : MUHAMAD ALI/JAWAPOS

JAKARTA–Komisi Pembe­ran­tasan Korupsi (KPK) tak mau kalah cerdik dengan siasat Setya Novanto (Setnov) yang selalu meng­hindari proses hukum. Nah, di tengah proses pera­watan akibat kecelakaan, penyidik langsung mengeluarkan surat penahanan terhadap ter­sangka korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP) tersebut.

Dengan adanya surat pena­ha­nan tersebut, Setnov praktis berstatus tahanan KPK. Setnov tak punya pilihan selain harus mengikuti proses hukum. KPK kini memonitor seluruh aktivitasnya. Dia harus minta izin ke pimpinan KPK jika ingin pulang dari opname di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM). Politikus berjuluk Papa itu kemarin memang pindah lokasi perawatan dari RS Medika Permata Hijau ke RSCM.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, penyidik sudah menerbitkan surat perintah penahanan terhadap Setnov selama 20 hari ke depan di Rutan Kelas I Jakarta Timur cabang KPK. Surat tersebut telah disam­paikan kepada Setnov kemarin. ”Sebelum berangkat ke RSCM, penyidik KPK memperlihatkan dan membacakan surat itu di depan pihak SN (Setnov),” kata Febri kemarin (17/11).

Hanya, pengacara Setnov, Fredrich Yunadi, menolak menandatangani berita acara penahanan tersebut. Surat tersebut akhirnya ditandatangani penyidik dan dua saksi dari RS Medika. Selanjutnya, surat tersebut diserahkan ke istri Setnov, Deisti Astriani Tagor, yang kebetulan selalu mendampingi suaminya selama menjalani perawatan pasca kecelakaan. Fredrich juga menolak menandatangani ketika penyidik menyodorkan surat pembantaran penahanan. ”Penyidik kemudian membuat berita acara penolakan, sekaligus menandatanganinya,” terang mantan aktivis ICW tersebut.

Setelah pemberkasan kemarin, Setnov secara hukum berada di bawah kewenangan KPK. Tim penyidik itu pun langsung melakukan pengamanan dan pengawasan ketat selama Setnov dirawat di RSCM. Setelah Setnov dianggap sudah sembuh oleh tim medis, KPK segera melakukan penahanan. ”Untuk kondisi kesehatan, kami terus berkoordinasi dengan pihak rumah sakit,” imbuhnya.

Sementara itu, masa perawatan Setnov di RS Medika Permata Hijau tidak sampai 24 jam. Berdasar rekomendasi dari dokter RS Medika, Setnov siang kemarin (17/11) dipindahkan ke RSCM.

Keputusan pemindahan Setnov dilakukan berselang sekitar tiga jam setelah dr Bimanesh Sutarjo, dokter yang merawat Setnov, menyampaikan kondisi terakhir ketua DPR RI. Sekitar pukul 12.30, Setnov yang berbaring di brankar, dengan balutan kain di seluruh kepala dikawal dengan ketat melewati jepretan dan sorotan kamera media.

Sejumlah orang yang mengelilingi Setnov berusaha keras menutup wajah Setnov dengan selimut saat akan dibawa masuk ke ambulans. Hanya terlihat bagian muka Setnov dengan mata terpejam. Tidak terlihat benjolan sebesar bakpao yang disebut Fredrich, karena tertutup oleh kain berwarna pink. Sementara luka bagian pipi yang juga sempat disebut Fredrich juga tidak terlihat. Pipi Setnov masih tampak mulus.

Fredrich menjelaskan, kliennya dipindah ke RSCM atas rekomendasi dari dokter RS Medika. Dia menyebut, ketua DPR itu harus segera menjalani pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI). Namun, mesin MRI yang dimiliki RS Medika dalam kondisi rusak. ”MRI di sini rusak, sedangkan cedera kepalanya tidak bisa ditunda lagi. Tadi kaki beliau kram, matanya tidak bisa dibuka. Kalau dibuka matanya berputar,” kata Fredrich.

Setelah berkoordinasi dengan tim dokter RSCM, telah diputuskan untuk dirujuk ke RSCM. Namun, sempat ada ide agar Setnov dirujuk ke RS Medika di Bintaro yang juga memiliki peralatan yang sama. ”Daripada mencari swasta, diputuskan mencari RS pemerintah tipe A, nah tipe A ini RSCM, di Kencana,” ujarnya.

Meski begitu, dia menyebut bahwa rekomendasi dokter juga harus dipatuhi. Menurut dia, Bimanesh menegaskan bahwa sesuai UU Kedokteran, wewenang terkait kondisi pasien sepenuhnya ada dokter. ”Artinya itu tidak benar, periksa juga belum, masak sudah ditahan,” ujarnya.

Di tempat terpisah, sebelum pemindahan Setnov, Bimanesh menjelaskan bahwa Setnov mengalami gejala hipertensi. Setnov tiba di RS Medika sekitar pukul 18.30 bersama dengan ajudannya. ”Setengah 7 datang dengan keadaan hipertensi berat ada kecelakaan yang terjadi,” ujar dr Bimanesh didampingi sejumlah staf RS Medika.

Dari hasil observasi, Bimanesh menyebut ditemukan ada cedera di kepala sebelah kiri. Namun, Bimanesh menepis jika ada kabar bahwa Setnov mengalami patah tulang. ”Secara fisik saya enggak melihat itu. Dari laka lantas cedera di kepala. Ada lecet di leher dan sebelah kanan,” ujar dokter spesialis penyakit dalam itu. Bimanesh menolak menyebut detail luka. Menurutnya keterangan mengenai detail luka sudah dia serahkan ke laporan visum pihak berwajib.

Yang menjadi janggal adalah tidak ada memar maupun bengkak di sekitar luka. Model bebat atau perban di jidat kiri Novanto pun terkesan dipaksakan. Dia menggunakan bebat hypafix yang biasanya dialami oleh penyandang luka yang cukup berat. Hal tersebut diutarakan oleh spesialis bedah kepala leher RSUD dr Soetomo, Surabaya, dr Urip Mirtedjo SpBKL.
“Lihat foto yang beredar, yang baru datang. Itu di jidatnya tidak ada luka pendarahan. Pasti hanya memar,” ucap Urip memastikan. Jika betul luka di balik perban itu bukan luka jahitan atau luka besar, maka pemakaian bebat hypafix menurut Urip tidak tepat. “Memar itu tidak perlu hypafix. Itu ndeso,” ungkap Urip.(tyo/bay/lyn/agm)