25 radar bogor

MUI khawatir Jadi Bom Waktu

BOGOR–Majelis Ulama Indonesia (MUI) bersikap hati-hati menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal penghayatan kepercayaan di kolom agama KTP. Ketua MUI Kota Bogor, Mustofa Abdullah, mengaku masih menunggu kajian MUI pusat dan belum berani mengeluarkan pernyataan sikap dari ulama Kota Hujan. ”Saya belum tanya pandangan MUI pusat. Kami ikut pusat, jangan sampai beda sendiri,’’ ucapnya kepada Radar Bogor, kemarin (12/11).

Meski begitu, pria yang akrab disapa Kiai Toto itu berpandangan bahwa apa yang menjadi keputusan MK adalah hak dari pemerintah. Kebijakan itu pun dibenarkan dalam hal keberagaman di Indonesia yang merupakan wujud dari kebinekaan.

”Yang pasti, selama tidak ada kebijakan yang melandasi perbuatan menyimpang, kami sebisa mungkin mendukung keputusan tersebut. Sepanjang tidak menyimpang terlalu jauh. Semisal menyembah selain Tuhan. Nah, itu yang tidak boleh,’’ tegasnya.

Sementara itu, Ketua MUI Kabupaten Bogor, Ahmad Mukri Aji khawatir keputusan MK itu akan menimbulkan konflik di lapangan. Dia mengingatkan, sejauh ini hanya enam agama yang diakui di Indonesia. Sehingga, penerapan penghayatan kepercayaan yang tertulis dalam KTP, bisa saja menimbulkan masalah baru.

”Keputusan ini harus disosialisasikan termasuk model penerapannya bagaimana. Kepercayaan ini sensitif, dan sepertinya akan menjadi bom waktu,’’ ujarnya. Terlebih, MUI mencatat di Kabupaten Bogor ada beberapa penganut kepercayaan yang masih dalam pengawasan.

”Kita nanti lihat seperti apa dan akan kita koordinasikan untuk mengantisipasi di daerah. Seperti kita tahu, setidaknya ada 18 paham yang menyimpang berada di lingkungan wilayah Kabupaten Bogor, ini nanti yang perlu diluruskan,” ungkapnya.

Pencantuman aliran kepercayaan di kolom agama kartu tanda peduduk (KTP) telah menimbulkan polemik. Ketidaksukaan dan intoleransi terhadap ajaran kepercayaan di luar lima agama resmi negara pun muncul ke permukaan. Salah satunya dilontarkan oleh anggota Komisi Hukum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anton Tabah Digdoyo.

Anton memandang aliran kepercayaan sebagai hal negatif yang tak boleh berkembang di Indonesia. Pasalnya, NKRI adalah negara beragama bukan negara penghayat aliran kepercayaan.(rp1/c)