25 radar bogor

Habiskan Weekend di Ujung Timur Jawa

Habiskan Weekend di Ujung Timur Jawa, Habiskan Weekend di Ujung Timur Jawa

SAYA dan teman-teman repor­ter Surabaya berangkat ke Banyu­wangi bersama tim dari Univer­sitas Surabaya. Agendanya ga­the­ring sambil liburan. Kami tiba di sana Sabtu pagi. Bawa­annya sudah pengin berenang. Saya penasaran dengan Rumah Apung Bangsring. Katanya, di sana kita bisa snorkeling untuk menikmati taman bawah laut. So, pergilah kami ke sana.

Rumah Apung berjarak 20 meter dari bibir Pantai Bangsring. Banyak persewaan alat snorkeling di pantai, lengkap dengan ins­truk­turnya. Harganya relatif terja­ng­kau. Saya juga meman­faatkan fasilitas itu. Setelah mengenakan perlengkapan, instruktur mengantar kami ke rumah apung. Cukup naik perahu mesin sekitar lima menit.

Baru mencelupkan kepala ke air, aneka ikan sudah terlihat. Pemandangan bawah laut yang indah langsung memanjakan mata. Jika mau berenang 10 meter lebih jauh, kita bisa melihat penangkaran terumbu karang. Aneka terumbu karang dapat dilihat tanpa perlu menyelam terlalu dalam.

Jika ingin menguji adrenalin, kita bisa berenang bersama hiu. Peraturannya, tak boleh meme­gang langsung si ikan ganas. Juga tak boleh punya luka terbuka yang berdarah. Meskipun panja­ng hiu karang di kolam hanya 1 me­ter, sensasi merinding-mer­in­ding asyik tetap terasa ketika hiu berenang melewati kita. Wahhhh…

Kalau capek berenang, kita bisa duduk-duduk santai di geladak Rumah Apung sambil memberi makan ikan. Sebungkus roti tawar hanya dijual Rp10 ribu. Itu buat ikan, lho. Meski kalau kelaparan boleh juga diemplok sendiri, sih, hehe.


Siang tiba, saya mencari sua­sana lain. Pilihan jatuh pada Ta­man Nasional Baluran, Situ­bondo. Meski lokasinya di kabu­paten yang berbeda, hanya di­bu­tuhkan waktu sekitar 40 me­nit dari Bangsring. Setiba di gerbang Taman Nasional Baluran, saya masih harus menempuh jarak 12 kilometer dengan melin­tasi hutan dan jalan terjal untuk menuju ke menu utamanya: sabana.

Meski di tengah hutan, jangan khawatir kelaparan. Ada warung di sana. Satu-satunya juga sih. Warung itu menyediakan maka­nan khas Banyuwangi, yaitu nasi tempong. Sebaiknya mengisi perut sebelum safari hutan.

Untuk melihat keseluruhan sabana, kita bisa naik ke menara pantau. Jika beruntung, kita bisa melihat gerombolan banteng, rusa, atau hewan lainnya. Namun, agar bisa bertemu mereka, ada syarat wajib. Nggak boleh mandi!

’’Tidak boleh ada aroma sabun ataupun parfum,’’ jelas Nurdin Razak, petugas yang menemani kami menjelajah sabana. ’’Soal­nya, penciuman hewan kan ta­jam. Mereka akan mudah me­ng­enali kehadiran manusia. Ka­lau kita wangi, pasti hewan nggak mau muncul,’’ tambahnya. Saya juga sempat menjelajah hutan yang nembus ke Pantai Bama. Di tengah hutan, terdapat rawa kecil tempat hewan- hewan minum.

Ketika sore, kami kembali ke sabana. Berbeda dengan suasana siang, senja di Taman Nasional Baluran lebih indah. Apalagi ketika langit berubah jingga, sabana terhampar, dan Gunung Baluran terlihat bak siluet raksasa yang menjadi latar belakang sunset. Kawanan hewan ber­duyun-duyun kembali ke sarang melintasi padang rumput.

Malam tiba, tidak berarti petua­langan berhenti. Nurdin mena­wari kami untuk melihat harimau Jawa yang katanya sudah punah. Kami pun diajak mengunjungi tempat harimau mencari minum. Adrenalin jelas diuji.

Hari sudah gelap, di mulut hutan pula. Tentu takut diterkam harimau! Namun, guide sudah profesional dan sudah hafal tindak tanduk harimau. Dia memastikan kami aman.

Meski badan pegal-pegal se­te­lah snorkeling dan safari hutan, saya tidak mau tidur terlalu lama. Itu kalau ingin menikmati sensasi terakhir pagi ini: sunrise pertama di Pulau Jawa. Untuk menikmati detik-detik kemunculan matahari, kami harus bersiap sejak pukul 04.30 WIB.
Sejak subuh, banyak yang ber­kumpul di pesisir pantai di Desa Wonorejo, Situbondo. Bu­kan hanya wisatawan seperti saya, tapi juga warga sekitar. Seba­­gian bersiap melaut, seba­gian lagi ingin melihat sunrise. Di sini, kita bisa melihat peman­dangan yang lengkap. Mulai sunrise, Gunung Baluran, hingga aktivitas warga sekitar.

Peman­dangan tersebut seka­ligus menja­di penutup weekend di Banyu­wangi dan Situbondo. Saya pun harus rela kembali pada kesi­bukan di Surabaya! Aduh ma­lasnya… Hehehe… (*/c18/na)