25 radar bogor

Miftachul Jannah, Owner Galis Design

SARIMBIT: Miftachul bersama koleksi desainnya.

Melihat orang tua yang berbisnis, Miftachul Jannah ikut tertarik. Selepas SMA, wanita kelahiran Bojonegoro, 23 Juli 1974, ini memang bercita-cita ingin menjadi fashion designer. Ketika memasuki perguruan tinggi, Mifta memutuskan mengambil jurusan fashion designer karena ingin berkarya dan membantu orang di sekelilingnya.

Setelah lulus kuliah, Mifta bekerja di sebuah butik dan menjadi seorang fashion designer selama dua tahun, kemudian bekerja di garment menjadi seorang fashion designer selama lima tahun. Setelah mendapatkan uang yang cukup dari hasil kerja kerasnya, Mifta memutuskan membangun bisnisnya sendiri dengan modal yang didapat selama bekerja. “Bisnis bagi saya sesuatu yang bisa dinikmati dan membuat kita memiliki banyak ide kreatif dan berinovasi. Tantangan memang berat, tetapi saya tetap berjuang di bisnis ini,” tuturnya.

Dengan kemandiriannya, Mifta berhasil mendirikan bisnis pertamanya di bidang fashion sekitar 2000 di Cengkareng dan pada 2004 akhir, Mifta pindah ke Bogor untuk lebih mengembangkan bisnisnya tersebut. Galis Design merupakan bisnis di bidang fashion, sebuah nama produk busana muslim dan sampai saat ini memiliki 15 karyawan. “Memang mempertahankan usaha itu tidak mudah, saya sangat bersyukur bisa bertahan sampai saat ini,” jelasnya.

Nama Galis sendiri diambil dari nama persahabatan Mifta dan teman-temannya sejak SMP. Untuk mengenang persahabatannya tersebut, Mifta mengambil nama itu untuk bisnisnya. Galis Design memproduksi berbagai macam baju muslim, handy craft, batik, dan jasa jahit online.

Kontribusi Mifta adalah tetap turun langsung mendesain, memilih kain dan pemilihan komponen, juga pemasaran. Meskipun sudah memiliki 15 pegawai, Mifta tetap bekerja bersama dan mengontrol keseluruhan jalannya alur bisnisnya. Mifta menganggap karyawannya adalah bagian dari hidupnya.

Produksinya sendiri dilakukan setiap hari, karena banyaknya permintaan konsumen. Untuk pemasaran dilakukan melalui media sosial, market place, pameran, dan sudah memiliki lebih dari 100 reseller di seluruh Indonesia. Produknya kini sudah tersebar ke seluruh Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei, Belanda, Australia, dan Timur Tengah.

Di dalam bisnis, Mifta beranggapan bahwa usaha itu bukan untuk dibuat gaya. Memang harus mengikuti tren tapi yang penting tidak boleh pamer. “Jadi, kita seperti padi, semakin berisi semakin merunduk, itulah prinsip hidup saya. Tidak perlu semua orang tahu kita sukses, tetapi minimal kita sudah membatasi untuk tidak pamer. Lebih baik kita memperbanyak amal dan bisa bermanfaat untuk orang-orang di sekitar kita,” tuturnya.(cr6/c)