25 radar bogor

Muslih Taman, Guru Ngaji yang Berhasil Raih Gelar Doktor

BANGGA: Muslih Taman bersama dengan keluarga di sela-sela sidang promosi doktor di kampus UIKA Bogor, kemarin (20/10).
BANGGA: Muslih Taman bersama dengan keluarga di sela-sela sidang promosi doktor di kampus UIKA Bogor, kemarin (20/10).

Dengan perjuangan berat, akhirnya Muslih Taman mampu menebus mimpi bapaknya. Mimpi seorang petani, yang kini jadi kenyataan. Ya, kemarin (20/10), guru agama di SMAN I Rumpin Kabupaten Bogor itu, resmi menyandang gelar doktor bidang pendidikan agama Islam di Universitas Ibn Khaldun Bogor (UIKA) Bogor.

Laporan: Wilda Wijayanti

Waktu seolah berputar ke belakang, di masa Muslih duduk di bangku sekolah menengah. Seperti anak petani pada umumnya, dia wajib meladang setiap pulang sekolah. Suatu waktu, tiba-tiba bapaknya memberi wejangan yang terus dia pegang sampai saat ini.

“Muslih, kalau kamu tidak mau kerja di sawah, jadilah kamu orang pintar, belajarlah yang rajin, dan sekolahlah yang sungguh-sungguh. Bapak sebenarnya kasihan ngajak kamu ke sawah; panas, kotor, berat, melelahkan, dan hasilnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan. Bapak berharap suatu waktu nanti, kamu bisa sekolah setinggi-tingginya. Jangan jadi petani kayak bapak,” kenang Muslih dengan mata berkaca-kaca, menahan haru.

Akhirnya, keinginan bapaknya itu bisa dicapainya, dengan mengikuti sidang terbuka promosi doktor di kampus UIKA Bogor, kemarin. Muslih yang seorang marbot sekaligus takmir masjid ini, telah berhasil mem­pertahankan disertasinya berjudul Konsep Pendidikan Karakter Pemuda, Kajian Tafsir atas Surat Al Kahfi di depan tim penguji yang terdiri atas Prof KH Didin Hafidhuddin, Adian Husaini, dan tim promotor Prof Ahmad Tafsir, Endin Bahruddin, dan Akhmad Alim.

Dalam disertasi tersebut, Muslih menjelaskan sebuah model Pendidikan Karakter Pemuda, Kajian Tafsir atas Kisah Ashabul Kahfi, Musa-Khidir, dan Dzul Qarnain. Hasil penelitian ini sangat tepat menjadi solusi atas krisis yang melanda bangsa Indonesia, khususnya krisis akhlak generasi muda.

“Mengacu pada pandangan Robert Glaser, bahwa sebuah konsep paling tidak harus mengandung empat unsur, yaitu tujuan, program, proses, dan evaluasi. Maka, saya menganalisis secara mendalam setiap ayat dalam surat Al-Kahfi dan kemudian mengonstruksinya dalam sebuah bangunan teori pendidikan yang kontekstual,” kata dia.
Dikatakannya, Ashabul Kahfi, Musa Khidir, dan Dzul Qarnain adalah kisah qur’ani yang kaya dengan nilai-nilai pembangun karakter generasi muda. Karakter religius, pemberani, mandiri, cinta ilmu, tangguh, tawadu, leadership, peduli, dan rela berkurban, adalah di antara contoh penting yang dapat dipetik dari proses pendidikan mereka.

“Dapat dirampungkannya disertasi ini berkat bimbingan intensif dari tiga promotor hebat yang tak kenal lelah. Adalah Prof Ahmad, guru besar nomor wahid di Indonesia, yang memiliki keahlian dan kepakaran dalam ilmu pendidikan Islam, sekaligus praktisi tasawuf Indonesia. Pemikirannya yang out of the box, bisa dibaca pada buku-buku karya beliau yang banyak menghiasi rak-rak toko buku dan perpustakaan,” ucapnya.

Kemudian, sambung Muslih, ada Ending Bahruddin, yang tiada lain adalah rektor UIKA Bogor. Dia dikenal sebagai ahli manajemen dan riset di bidang pendidikan Islam. Dan tak lupa, doktor muda yang hafal Alquran dan sempat belajar dengan banyak syekh di Makkah, Akhmad Alim, yang dikenal sebagai sedikit orang Indonesia yang ahli metodologi pengajaran bahasa Arab dan kajian Tafsir Tematik.

Sementara itu, Pimpinan Sidang Promosi KH Didin Hafidhuddin berharap, disertasi Muslih dapat menjadi jawaban atas krisis karakter pemuda yang ada saat ini, sekaligus rujukan bagi para peneliti yang akan mengkaji tentang konsep pendidikan karakter pemuda di Indonesia.(wil/c)