25 radar bogor

Pengusaha: Kami Perlu Kepastian Waktu Perizinan

KOMITMEN: (Kelima dari kanan) Kepala DLH Elia Buntang bersama Kepala Disperumkim Boris Derurasman, Kabid Perencanaan PUPR Junenti bersama perwakilan pengusaha dari Kadin Indonesia, Hipmi Kota Bogor dan DPMPTSP.
KOMITMEN: (Kelima dari kanan) Kepala DLH Elia Buntang bersama Kepala Disperumkim Boris Derurasman, Kabid Perencanaan PUPR Junenti bersama perwakilan pengusaha dari Kadin Indonesia, Hipmi Kota Bogor dan DPMPTSP.

BOGOR–Populasi satu juta penduduk yang terus tumbuh membuat Kota Bogor begitu memikat di mata investor. Sayangnya, banyak investor yang menunda investasi gara-gara proses perizinan yang belum pasti waktunya. Masalah ini menjadi salah satu sorotan dalam Obrolan Serius Mencari Solusi (Obsesi) di lantai 5 Graha Pena, kemarin (18/10).

[ihc-hide-content ihc_mb_type=”block” ihc_mb_who=”1″ ihc_mb_template=”4″ ]

Menurut Eddy Soeparno, pengusaha yang aktif di Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, proses perizinan di Kota Bogor sekarang jauh lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Tapi, evaluasi perlu dilakukan untuk memuluskan alur investasi di Kota Bogor. “Saya melihat komitmen para pejabat pemerintah yang berwenang memberikan izin sudah jauh berubah. Yang menjadi ganjalan mengenai ketidakpastian waktu (perizinan),” jelasnya di sela-sela diskusi.

Dia menilai, Kota Bogor perlu punya sesuatu yang khas untuk menarik para pengusaha mau berinvestasi di kota hujan. Pasalnya, secara umum, Kota Bogor bisa dibilang serupa dengan DKI Jakarta yang birokrasinya terbilang sudah lebih baik. “Maka, Bogor harus ada suatu ciri investasi. Kalau bicara industri umum maka tidak ada bedanya. Makanya, harus ada keunggulan tersendiri,” terangnya.

Sekjen Partai Amanat Nasional (PAN) itu juga menanggapi soal pembangunan Transmart Bogor yang belum ber-IMB. Menurut­nya, tak hanya di Kota Bogor, ada juga pembangunan Transmart yang bermasalah di daerah lain. “Kasus Transmart juga terjadi di Kota Cilegon. Permasalahannya juga kebetulan di perizinan,” kata Eddy.

Kejadian ini, kata dia, sudah menjadi bagian risiko yang harus dihadapi para pengusaha. Seperti pengalamannya ketika berinvestasi pada salah satu hotel di daerah Bandung. Ketika itu, ada beberapa yang dianggap Pemkot Bandung tidak sesuai. Sehingga, ketika Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mengadakan inspeksi mendadak (sidak), hotelnya langsung disegel.

Beruntung, masalah tersebut bisa dilaluinya dengan cara meminta kelonggaran pada Pemkot Bandung. Ia meminta kesempatan untuk mengurus persyaratan hotel yang dibangunnya untuk benar-benar sesuai dengan yang ditentukan oleh Pemkot Bandung.

Senada, Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Kota Bogor, Muzakir, juga menyoroti proses perizinan di Kota Bogor. Meski menurutnya sudah relatif bagus, tapi ada beberapa yang dianggapnya masih mengganjal. Seperti pada tahap perizinan yang dilakukan di kantor kelurahan maupun kecamatan. “Kendala kita sebagai pengusaha karena waktu kami habis lebih lama di kecamatan ataupun kelurahan untuk mengurusi izin,” imbuhnya.

Pasalnya, tenggat waktu perizinan di tingkat kecamatan dan kelurahan belum punya standar waktu. Tidak seperti yang berlaku pada DPMPTSP Kota Bogor. “Terkadang yang di dinas sudah terukur satu–dua minggu sudah selesai, tapi di kecamatan kan ini tidak bisa kita ukur. Misalnya, ngurus izin usaha,” tandasnya.(rp1/c)

[/ihc-hide-content]