25 radar bogor

Densus Tipikor ”Pereteli” KPK

JAKARTA–Rencana pembentukan Densus Tipikor Polri terus berpolemik. Publik berharap Presiden Joko Widodo membatalkan pem­bentukan itu seiring menguatnya kekhawatiran bila unit khusus itu justru akan menegasikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, niat kepolisian melakukan akselerasi pem­berantasan korupsi memang perlu diapresiasi. Namun, niat itu sepatutnya ditolak bila densus itu diduga dibuat sebagai upaya sistematik melemahkan dan mempereteli fungsi KPK. “Agaknya hal ini perlu ditolak,” ungkapnya, kemarin (18/10).

Menurut dia, kepolisian sudah memiliki satuan khusus yang mengurusi tipikor. Hanya, selama ini nyaris tidak efektif menangani kasus-kasus korupsi yang melibatkan pejabat negara maupun pihak kepolisian itu sendiri. “Pendirian Densus Tipikor bagi saya bak menyediakan sapu yang diduga diragukan kebersihannya, nanti justru akan menyebar kotoran ke mana-mana namun seolah melakukan pembersihan,” ucapnya.

Karena itu, dia meminta presiden segera memerintahkan kepolisian untuk membatalkan pembentukan densus tersebut. “Fokus saja memperkuat satuan tipikor yang sudah ada dengan menarik penyidik dan pegawai KPK yang berasal dari kepolisian,” imbuh Dahnil.

Wakil Presiden Jusuf Kalla kembali mengungkapkan alasannya terkait penolakan terhadap pembentukan Densus Tipikor. Menurutnya, saat ini pejabat publik sudah diawasi tak kurang dari enam institusi. Yakni, inspektorat, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), polisi, kejaksaan, dan KPK.

”Karena ada enam institusi yang memeriksa birokrasi, enam. Mungkin dari seluruh negara, Indonesia yang terbanyak. Kalau tambah lagi satu, akhirnya apa pun geraknya bisa dianggap salah juga,” ujar dia usai membuka konferensi tentang perkebunan di Hotel Grand Sahid Jaya, kemarin (18/10).

Dia menuturkan, penanganan korupsi tentu saja adalah hal yang penting. Tapi, dia menganggap untuk saat ini KPK perlu diberi kepercayaan untuk penanganan korupsi tersebut. Meskipun polisi dan kejaksaan juga bisa turut mengusut seperti yang terjadi selama ini. ”Tapi jangan kita berpikir, ini pengawasan demi pengawasan harus terus-menerus, akhirnya ketakutan,” tegas JK.

Pernyataan JK mengenai Densus Tipikor itu mendapatkan tanggapan pedas dari Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Dia menilai pernyataan JK itu tidak selaras dengan pernyataan istana serta pembahasan Densus Tipikor. Apalagi, ada usulan anggaran yang telah disampaikan polisi sebesar Rp2,6 triliun. Anggaran tersebut termasuk untuk belanja pegawai 3.560 personel sekitar Rp786 miliar, belanja barang sekitar Rp359 miliar, dan belanja modal Rp1,55 triliun.

Sementara itu, Juru Bicara Wakil Presiden Husain Abdullah menambahkan bahwa tidak ada perbedaan antara Presiden Joko Widodo dan Wapres JK dalam pembentukan Densus Tipikor. Sebab, hingga kemarin belum ada keputusan final tentang pembentukan unit tersebut.

”Pandangan atau sikap Pak JK dalam kapasitas sebagai wapres, tentu akan jadi pertimbangan bagi Presiden dalam mengambil keputusan. Keduanya juga pasti akan bertemu mendiskusikan masalah itu,” ungkap pria yang akrab disapa Uceng itu.

Husain menuturkan, pembentukan Densus Tipikor itu perlu juga melihat dari sisi efektivitas dan efisiensi penegakan hukum. Selain itu juga berkaitan dengan jalanya roda birokrasi pemerintah. Dia pun kembali mempertanyakan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang menanggapi pernyataan JK.

”Ini harus dipahami Fahri bahwa apa yang dikatakan Pak JK ada logika berpikirnya dan punya alasan argumentatif. Pastinya Pak JK tidak berbicara seenaknya,” tegas dia.

Menkopolhukam Wiranto belum mau berkomentar mengenai rencana pembentukan Densus Tipikor. ’’Nanti saya akan minta penjelasan dari Kapolri,’’ terangnya saat ditemui di kompleks Istana Bogor kemarin. Apalagi, pembentukan Densus Tipikor tersebut memang belum dibahas dalam rapat terbatas.

Dia menegaskan, pada dasarnya rencana tersebut berawal dari niat untuk ikut memberantas korupsi di Indonesia. ’’Bukan karena ada masalah-masalah politik atau tendensi ketidakpercayaan,’’ lanjut mantan Menhankam itu. Sebaliknya, justru ada semangat berbagai institusi setelah sejumlah pejabat terseret kasus dugaan korupsi.

Untuk saat ini, sebaiknya publik menunggu tindak lanjut dari rencana tersebut. Tentunya, ketika hendak membuat sebuah badan atau lembaga, ada sejumlah hal yang perlu dipertimbangkan, termasuk peluang tumpang tindih fungsi dengan lembaga lain. ’’Tentu kita tertibkan nanti, supaya tidak tumpang tindih,’’ tambah Wiranto.
Sementara itu, Kadivhumas Polri Irjen Setyo Wasisto menyampaikan bahwa instansinya tidak mempersoalkan keterangan Wapres JK berkaitan dengan rencana pembentukan Densus Tipikor. “Nggak apa-apa (keterangan Wapres JK). Kami tetap lanjut ya. Nanti kami lihat,” ungkap pria yang akrab dipanggil Setyo itu.

Pejabat kelahiran Semarang itu pun menyampaikan, pihaknya masih akan membahas rencana pembentukan Densus Tipikor dengan sejumlah pihak. Termasuk Presiden Joko Widodo.

Terpisah, pakar hukum tata negara Irmanputra Sidin mengatakan, Densus Tipikor tidak perlu ada. Tugas penanganan korupsi sudah ditangani KPK, Polri dan kejaksaan. Apalagi, kata dia, Wakil Presiden Jusuf Kalla secara terang menolak pembentukan unit baru yang akan fokus memberantas korupsi itu. “Apa yang disampaikan wakil presiden merupakan suara kelembagaan presiden,” terang dia.

Menurut dia, jika densus dibentuk, dikhawatirkan akan banyak orang yang ditangkapi. Banyak penyelenggara negara yang akan gemetar. Jadi, densus tidak diperlukan. “Berbahaya juga kalau berlomba-lomba menangkap,” paparnya saat ditemui di gedung DPR kemarin.

Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Golkar Aziz Syamsuddin menghargai pernyataan JK terkait Densus Tipikor. Sebagai mantan Ketum Golkar, pandangan JK adalah bentuk peringatan agar pembentukan densus nantinya tidak tumpang tindih dengan fungsi yang dijalankan KPK selama ini.

“Dalam beberapa rapat di Komisi III juga beberapa kali disampaikan agar pembentukan Densus Tipikor ini menimbulkan conflict of interest dengan sesama penegak hukum,” kata Aziz di kantor DPP Partai Golkar.

Aziz menyatakan, penekanan dalam pembentukan Densus Tipikor ini juga tetap pada KPK. Dalam hal ini, kewenangan KPK memberikan koordinasi dan supervisi kepada Polri dan Kejaksaan, juga harus tetap dilakukan seiring pembentukan Densus Tipikor.

“Setiap penegak hukum punya hukum acara. Saya yakin masing-masing memiliki koridor dan batasan dalam menentukan kewenangan,” ujarnya.

Eddy Kusuma Wijaya, anggota Komisi III dari Fraksi PDIP, mengatakan, Densus Tipikor diperlukan setelah melihat kerja KPK yang tidak maksimal. Dengan tupoksi yang dimiliki, pihaknya ingin memberdayakan Polri. Polri dan kejaksaan mempunyai jaringan sampai pelosok daerah.

Dia yakin Presiden Jokowi akan menyetujui pembentukan densus. Apalagi, dalam beberapa kesempatan mantan Gubernur DKI Jakarta itu selalu menekankan pentingnya pemberantasan korupsi. “Kami berharap Presiden bisa segera mengadakan ratas untuk membahaas pembentukan densus,” ucapnya saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, kemarin.(tyo/jun/byu/syn/lum/bay)