25 radar bogor

Untuk Mengakhiri Tinggal di Rumah Sengketa

Menerima video menyeramkan suasana eksekusi Asrama Latimojong Kota Bogor melalui pesan WhatsApp dari seorang teman. Kamis sore, 27 April, itu saya sedang di kantor. Melalui pesan WhatsApp pula, meminta teman menggunakan pengaruhnya supaya eksekusi ditunda agar tidak jatuh korban yang lebih serius.

Eksekusi pun tidak dilanjutkan. Kemungkinan ada beberapa pihak juga meminta hal yang sama seperti saya. Semua petugas bubar jalan dan pulang tanpa hasil. Karena kalau dipaksakan, maka akan banyak jatuh korban sore itu. Lalu siapa yang harus bertanggung jawab bila itu terjadi?

Tetapi eksekusi terhadap Asrama Latimojong itu akan tetap dilanjutkan pada waktu yang lain. Sampai objek itu benar-benar berada di tangan pihak yang memenangkan kasasi Mahkamah Agung. Dan eksekusi berikutnya nanti akan sangat memaksa. Sangat keras. Tidak ada toleransi lagi. Karena menunda pada Kamis sore itu, menurut seorang pejabat penting di Kota Bogor, adalah hal sangat tidak lazim.

Karena itu, saya memikirkan cara pemecahan komprehensif untuk menyelesaikan masalah yang sudah puluhan tahun itu. Habis magrib di Kamis, 27 April, itu saya ke Asrama Latimojong bertemu dengan adik-adik mahasiswa guna mendapatkan beberapa informasi yang mungkin saja penting untuk menemukan cara pemecahan.

Jumat keesokan harinya, mene­mui KH Mustofa (Kiyai Toto) di Pesantren Al-Gazhali untuk memohon supaya lanjutan eksekusi ditunda dulu beberapa bulan. Biar saya bicara dengan bebe­rapa pihak, sehingga ma­salah­nya dapat selesai dengan indah.

Kyai Toto setuju, meski ada pengurus yayasan dan penasihat hukum menentang. Alasannya, mereka sudah terlalu lama menunggu. Padahal, sudah memiliki dasar hukum yang sah yakni putusan kasasi Mahkamah Agung. Tetapi akhirnya setuju juga.

Maka, saya lalu memikirkan: pertama, mahasiswa Sulawesi Selatan yang kuliah di Bogor harus punya asrama sendiri, sehingga mereka yang tinggal di situ dapat belajar dengan tenang sampai kuliah selesai. Tidak ada ancaman eksekusi ataupun lainnya. Secara hukum, asrama baru nantinya adalah aset permanen Pemerintah Sulsel sehingga tidak ada pihak-pihak yang menggugat di kemudian hari.

Kedua, sambil menunggu pembangunan selesai, perlu ada asrama sementara untuk menampung adik-adik mahasiswa penghuni Latimojong. Ini bila saja nanti benar-benar eksekusi dilanjutkan setelah beberapa bulan dari waktu pertemuan saya dengan Kyai Toto.

Usai menjenguk adik-adik yang cedera akibat menentang eksekusi yang dilaksanakan hari Kamis di Rumah Sakit Azra bersama Ketua Badan Pengurus KKSS Kota Bogor Awaluddin Sarmidi, Jumat siang, saya meminta waktu Sekda Kota Bogor Ade Sarip untuk bertemu. Serta-merta Pak Sekda meninggalkan rapatnya bersama wali kota, dan kita pun bertemu.

Ade Sarip setuju perlunya pemecahan komprehensif atas masalah Asrama Latimojong, sehingga mahasiswa yang nantinya tinggal di situ dapat belajar dengan tenang dan Bogor pun terus menjadi kota yang aman. “Masalah ini kan sudah lama. Semoga bisa lekas selesai,” katanya.

Saya lalu meminta lahan untuk membangun asrama baru. Lahan itu nantinya dihibahkan ke Pemerintah Sulsel. Dan Pemerintah Sulsel-lah yang membangun asrama di atas lahan itu. Luar biasa. Pak Sekda langsung setuju. “Saya akan carikan lahan yang cocok. Habis ini saya laporkan ke Pak Wali (Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto),” kata Ade Sarip.

Sore harinya saya dapat kabar bahwa wali kota sudah setuju menghibahkan lahan ke pemerintah Sulsel untuk membangun asrama mahasiswa. Dasar pikirannya sama: untuk memecahkan masalah di Latimojong yang sudah puluhan tahun itu secara komprehensif. Lagi-lagi luar biasa.

Hari Jumat seminggu berikutnya saya ke Makassar untuk bertemu Sekda Provinsi Abdul Latief, mendiskusikan perihal hibah lahan dan pembangunan asrama baru mahasiswa Sulsel itu. Juga bertemu Ketua Bappeda Sulsel Jufri Rahman untuk mendis­kusikan hal yang sama. Gayung pun bersambut. “Insyaallah saya anggarkan dalam belanja modal,” kata Jufri.

Pulang dari Makassar, saya mengajak Awaluddin Sarmidi mendiskusikan hal-hal baik apa lagi yang mesti dilakukan, ter­masuk mencari rumah yang bisa dijadikan asrama sementara. Ini supaya mahasiswa begitu disuruh keluar dari Latimojong, sudah ada tempat bagi mereka untuk tinggal sementara. Waktu terus berjalan. Ketua BP KKSS Kota Bogor itu pun akhirnya mene­mukan rumah sangat besar dengan fasilitas yang lumayan bagus.

Rumah itu lebih luas dari Asrama Latimojong. Ada lapangan futsal, lapangan bulu tangkis, tempat parkir, empat kamar mandi. Rumah di bilangan Curug Mekar itu kemudian diperbaiki beberapa kerusakannya oleh Pemerintah Sulsel, dan jadilah asrama sementara.

Pemerintah Sulsel pun beberapa kali mengirim utusannya bertemu wali kota dan Sekda Kota Bogor untuk memfinalisasi hibah lahan untuk asrama itu. Rombongan anggota DPRD Sulsel dari Komisi C juga datang ke Bogor untuk bertemu Sekda dan melihat lahan yang jaraknya kira-kira 300 meter dari Asrama Latimojong.

Lanjutan eksekusi akhirnya terjadi pada 13 September. Saya yang ikut diundang untuk menghadiri pertemuan koordinasinya mengusulkan ditunda sampai 19 September, biar ada waktu menyelesaikan beberapa perbaikan asrama sementara yang masih tersisa. Awaluddin malah mengusulkan 30 September. Semua ditolak. Tetapi alhamdulillah adik-adik mahasiswa, pada hari eksekusi itu, dapat keluar dari Asrama Latimojong dengan jiwa besar.

Kerja kolektif itu adalah cara komprehensif memecahkan masalah Asrama Latimojong, membangun asrama baru, sekaligus untuk mengakhiri kehidupan silih berganti puluhan tahun mahasiswa Sulsel di rumah sengketa itu. Rumah yang tidak ada kepastian hukum bahwa itu milik sah pemerintah Sulsel.

Saya melakukan itu tidak atas nama siapa pun, kecuali saya sendiri. Saya hanya punya jalur dengan Pemerintah Kota Bogor dan Pemerintah Sulsel. Peng­hargaan yang tinggi patut diberikan kepada Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto, Sekda Ade Sarip, ketua dan pimpinan DPRD Kota Bogor, tentu juga kepada Awaluddin Sarmidi sebagai ketua BP KKSS Kota Bogor, atas semua dedikasi dan keikhlasannya.

Akhir 2018 mahasiswa Sulsel yang kuliah di Bogor semoga sudah dapat tinggal di asrama baru yang jauh lebih bagus. ***