BOGOR–Tunjangan melimpah yang didapati DPRD Kota Bogor mendapat sorotan dari berbagai pihak. Salah satunya, pengamat kebijakan publik Yusfitriadi. Menurutnya, dengan tingginya tunjangan dewan, tentu harus selaras dengan kinerjanya di lapangan.
Pasalnya, peran DPRD Kota Bogor dinilai masih lemah, terutama dari segi pengawasan. Atas dasar itu, dirinya menilai bahwa kenaikan tunjangan sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No 18 Tahun 2017 itu tidak tepat.
“Dewan yang saya nilai belum terlalu kuat peran dan fungsinya, terutama dalam melayani masyarakat, melalui pengawasannya. Saya pikir seharusnya dewan malu, dengan mendapat berbagai fasilitas dari rakyat, tetapi kinerjanya tidak sesuai dengan harapan rakyat,” jelasnya kepada Radar Bogor kemarin (13/10).
Dia juga mempertanyakan soal tingginya tunjangan transportasi (Rp8,3 juta) di kalangan DPRD Kota Bogor. Pasalnya, mobilitas anggota DPRD dinilai terbilang tidak tinggi. Terbitnya aturan tentang penambahan fasilitas dan tunjangan DPRD juga dianggap salah kaprah.
Menurutnya, dengan menaikkan tunjangan anggota DPRD, tidak berarti akan menekan angka korupsi di Indonesia. Sebab, ketika ada kasus korupsi, selalu dikait-kaitkan dengan akomodasi dan tunjangan yang dianggap rendah.
“Mungkin kemudian PP tersebut untuk menjembatani masalah itu (korupsi). Dengan harapan, tunjangan ditingkatkan maka korupsi menjadi rendah. Padahal, yang korupsi bukan yang bergaji kecil. Tidak ada relevansinya kenaikan tunjangan pejabat dengan korupsi. Sebenarnya itu mentalitas, karakter,” tandasnya.
Sebelumnya, DPRD Kota Bogor akan segera menikmati tunjangan transportasi Rp8,3 juta per bulan. Tapi, menurut Sekretaris Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Bogor, Lia Kania Dewi, angka Rp8,3 juta masih sebatas perkiraan dan belum sah, sambil menunggu draf perwali yang sedang digodok di sekretariat dewan (sekwan).
Penambahan tunjangan ini, sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah (PP) No 18 Tahun 2017 tentang Tunjangan DPRD, seperti tunjangan transportasi, tunjangan komunikasi, serta tunjangan reses.
Khusus tunjangan transportasi, kata dia, tidak berlaku untuk para pimpinan DPRD Kota Bogor, lantaran keempatnya sepakat untuk tetap menggunakan mobil dinas yang sudah lama dipakainya. “Kendaraan dinas jabatan untuk pimpinan DPRD sudah terpenuhi. Empat unsur pimpinan DPRD di Kota Bogor sudah memiliki kendaraan dinas jabatan. Maka tentunya tidak boleh dobel dengan diberikannya tunjangan transportasi,” jelas Lia.
Sehingga yang berhak mendapat tunjangan transportasi, hanya 41 anggota DPRD Kota Bogor yang memang belum diberikan fasilitas berupa mobil dinas. Nanti, seluruhnya akan diberikan tunjangan transportasi berupa uang tunai setiap bulannya, sesuai harga yang disepakati.(rp1/c)