25 radar bogor

Temukan Popok hingga Kasur

BERSIH-BERSIH: Pemkot Bogor mengadakan kegiatan Jumat bersih di Sungai Cidepit, kemarin (13/10). Terlihat warga dan sejumlah kepala dinas mengangkat sampah kasur. Nelvi/radar bogor.
BERSIH-BERSIH: Pemkot Bogor mengadakan kegiatan Jumat bersih di Sungai Cidepit, kemarin (13/10). Terlihat warga dan sejumlah kepala dinas mengangkat sampah kasur. Nelvi/radar bogor.

BOGOR – Pantas saja Kota Bogor belum bebas dari banjir. Sungai yang sedianya menyalurkan air terhambat oleh sampah. Mulai popok, baju bekas, sampah plastik hingga kasur, semuanya ada di sungai. Fakta itu terungkap dalam aksi Jumat bersih (Jumsih) yang dilakukan Pemkot Bogor di aliran Sungai Cidepit, Jalan Paledang, kemarin (13/10).

Wali Kota Bogor Bima Arya menuturkan, Jumsih menjadi kegiatan yang wajib dalam seminggu. Namun, jika lebih sering akan lebih bagus. “Mulai dari sungai, drainase, semua saluran air dibersihkan,” ujarnya.

Menurut dia, masyarakat masih belum sadar buang sampah. Itu jika melihat banyaknya sampah yang ditemukan dalam aksi Jumsih kemarin. Karenanya, aksi bersih-bersih harus paralel. “Artinya, selain ada tindakan edukasi juga harus jalan,” tegasnya.

Oleh karena itu, lurah dan camat diminta fokus pada titik-titik yang berpotensi menyebabkan bencana, baik itu banjir atau lainnya. “Mudah-mudahan, setiap Jumat kita fokuskan untuk titik-titik yang menyebabkan bencana, bukan hanya permukaan, tapi betul-betul mengantisipasi bencana,” urainya.

Wakil Wali Kota Usmar Hariman menambahkan, gerakan Jumsih sudah rutin dilakukan di Pemkot Bogor. Tapi, akan lebih bagus kalau Jumsih juga dilakukan di lingkungan masing-masing, atau bisa dikemas dengan Minggu bersih (Mingsih).

Apalagi, dari data yang dia miliki, masih ada 29 persen sampah yang dihasilkan Kota Bogor tidak terangkut ke tempat pembuangan akhir sampah (TPAS) di Galuga. Tentu ini menjadi persoalan, walaupun pendekatannya sudah dilakukan melalui pengelolaan sampah berbasis masyarakat. “Kurang lebih sudah ada 20 tempat pembuangan sampah (TPS) berbasis masyarakat, tapi polanya paradigma. Yakni, sampahnya masih tercampur antara organik dan nonorganik,” ucapnya.

Padahal, dia berharap, dengan adanya TPS berbasis masyarakat, minimal sudah terpisah antara sampah organik dan nonorganik. Namun ternyata, belakangan setelah dievaluasi, malah tercipta galuga-galuga mini di wilayah. “Itu artinya sudah salah pengelolaannya,” jelas dia.

Karenanya, pemkot terus-menerus menyemangati dan mendorong agar bank sampah juga melakukan langkah-langkah 3R (reduce, reuse dan recycle). Tapi, semua masalah ini pangkalnya tetap pada paradigma. Bagaimana mengubah mindset masyarakat agar sampah itu bisa habis di rumah. “Jadi, memang keseluruhan harus berubah. Mengubah paradigma satu juta masyarakat kan tidak mudah,” katanya.

Masih di lokasi yang sama, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bogor, Elia Buntang mengatakan, selain sebagai pencegahan bencana, aksi Jumsih ini juga bertujuan menjaga kebersihan lingkungan. “Jumlah sampah di Kota Bogor mencapai 500-700 ton per hari.

Targetnya bagaimana bisa di bawah angka 500 ton. Caranya, ya seperti kegiatan Jumsih ini. Jadi, membersihkan lingkungan bukan mengandalkan DLH, namun juga ada kesadaran dari masyarakat,” tandasnya.(wil/c)