25 radar bogor

Ciduk Puluhan Gepeng dan Anak Punk

BOGOR – Entah apa yang ada dalam benak Hermansyah (26), seorang anak punk yang dirazia oleh Dinas Sosial Kota Bogor, kemarin (13/10). Meski berpenghasilan rendah, pria berpenampilan sangar ini malah hobi menghamburkan uangnya untuk membayar jasa tato.

Setiap kali dirinya membuat tato, Herman harus mengeluarkan kocek sebesar Rp150 ribu. Padahal, penghasilannya sebagai tukang parkir hanya Rp50 ribu per hari. Uang yang dikeluarkannya sudah pasti cukup besar mengingat hampir di seluruh bagian tubuhnya penuh tato. “Pendapatan 50 ribu sehari. Kan disimpan di celengan, baru bisa buat tato. Setiap Jumat saya ke Jembatan Merah ke tukang tatonya,” ujarnya ketika diwawancarai di halaman Balaikota.

Warga Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor ini, mengaku sedang membuat tato ketika dirinya dijaring Satpol PP Kota Bogor. Dia berkilah karena merasa dituduh sering ngamen di angkot yang melintas di Jembatan Merah.

“Saya ini tukang parkir di dekat rumah saya di Ciawi. Ke sini memang mau buat tato, lihat saja masih baru tatonya. Saya setiap Jumat ke sini, tapi sekarang baru tahu kalau ada razia kayak gini. Makanya, saat ditanya, saya tidak tahu karena saya tidak ngamen,” akunya.

Di tempat yang sama, Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Bogor Azrin Syamsudin mengatakan, pihaknya dibantu Satpol PP Kota Bogor melakukan penyisiran anak punk, gepeng dan anjal di beberapa ruas jalan Kota Bogor. “Ini sudah disisir olah Satpol PP, mulai dari Jembatan Merah sampai depan Balaikota. Bersama pak wali kota kita sisir juga di seluruh tempat,” jelasnya.

Hasilnya, ada puluhan anak punk, anjal, serta gepeng yang terjaring. Mereka kemudian digiring ke halaman Balaikota Bogor untuk dilakukan pendata­an. “Pendataan ini bisa dijadikan landasan oleh kami terkait tindak lanjut dari penanganan penyan­dang masalah kesejahteraan sosial (PMKS),” ungkapnya.

Setelah diidentifikasi, seluruh­nya diberikan arahan selama seharian penuh. Kemudian, seluruhnya diminta kesediaan­nya untuk menerima pembinaan guna melakukan kegiatan pelati­han dan pendidi­kan selama enam bulan. “Kalau setelah diidentifikasi ada yang mau dibina, akan langsung kami bawa ke panti yang ada di Sukabumi ataupun Jakarta,” kata Azrin.

Namun, jika mereka yang terjaring sudah didata selama tiga kali berturut-turut, maka harus mau menerima pembina­an selama enam bulan di panti. “Kalau dia sudah tiga kali kami tangkap, tidak ada alasan. Kita bawa ke tempat pelatihan,” tandasnya.(rp1/c)