25 radar bogor

HUT TNI Terakhir Jenderal Gatot

JAKARTA–Peringatan Hari Ulang Tahun ke-72 Tentara Nasional Indonesia (TNI) hari ini (5/10) akan menjadi yang terakhir bagi Jenderal Gatot Nurmantyo sebagai tentara aktif.

Enam bulan lagi dia pensiun sebagai panglima TNI sekaligus tentara. Dalam perayaan terakhir sang panglima, TNI akan mema­merkan kekuatan terbaiknya.
Istana Presiden mengonfirmasi bahwa Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana akan hadir dalam perayaan HUT TNI di Cilegon. RI-1 akan disuguhi atraksi alutsista (alat utama sistem persenjataan) tercanggih yang dimiliki TNI. Baik laut, darat, maupun udara.

Salah satunya artileri swagerak Howitzer Arbeba GS M109A4BE 155 mm. Senjata bikinan Belgia itu merupakan upgrade M109A2 buatan Amerika Serikat yang dibeli pada 1984–1985. Juga kapal selam KRI Nagapasa 403 yang baru tiba di Surabaya akhir Agustus lalu.

Perayaan HUT TNI kali ini dibumbui maraknya omongan bahwa Gatot melakukan politik praktis. Hal itu terkait dengan komentar Gatot tentang impor senjata ilegal maupun kebijakan mengajak jajarannya nonton bareng film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI.

Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) pun sampai berpesan terkait de­ngan hal itu menjelang peray­aan HUT ke-72 TNI hari ini. ’’Anggota TNI yang ingin berpolitik praktis harus keluar terlebih dulu,” kata JK kemarin.

JK mengungkapkan, istilah berpolitik memang agak bias. Sebab, orang yang memberikan pernyataan yang berbeda atau kontroversial langsung dianggap berpolitik. Dia membatasi politik praktis adalah keinginan untuk memilih dan dipilih. ’’Jangan orang ngomong terus langsung (dianggap) berpolitik, jangan,’’ lanjutnya.

Dia lantas mencontohkan putra Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono, Agus Harimutri Yudhoyono (AHY). Agus mundur dari TNI saat berpangkat mayor ketika akan ikut pilkada DKI Jakarta. ’’Kalau memang mau berpolitik praktis, ya keluar dulu, kayak Agus. Bagus itu kan,’’ puji JK.

Gatot menyatakan akan berfokus pada regenerasi kepemimpinannya dalam enam bulan ke depan. Panglima penggantinya harus bisa menjaga TNI menjadi lembaga yang dipercaya publik seperti saat ini. ’’TNI harus selalu dalam posisi netral dan bebas dari politik praktis,’’ tegas Gatot saat memimpin geladi bersih di Cilegon (3/10).

Di sela-sela mengecek persiapan, Gatot mengungkapkan bahwa dirinya memang berpolitik. Namun, dia menegaskan bahwa politiknya adalah politik kenegaraan, bukan politik praktis. ’’Saya melaksanakan tugas sebagai panglima dalam koridor konstitusi, tidak bisa di luar itu. Politik saya adalah politik negara,’’ ungkapnya.

Dalam usia jabatannya yang tinggal enam bulan, Gatot mengungkapkan, dirinya tengah berfokus menyiapkan kaderisasi untuk melanjutkan estafet kepemimpinan TNI. Kader penerus harus bisa mewujudkan kesatuan dalam tubuh TNI. Kesa­tuan tersebut berupa solidnya hubungan antarmatra serta hu­bungan dengan masyarakat.

Pengamat militer Al Araf menilai, ada beberapa catatan yang harus menjadi perhatian TNI untuk menuntaskan reformasi yang sedang mereka lakukan. Di antaranya, peradilan militer dan membangun tentara yang benar-benar profesional. ’’Tentara yang profesional itu tidak berpolitik dan tidak berbisnis,’’ jelasnya tadi malam.

Untuk mewujudkan tentara yang profesional, ada empat hal yang wajib dipenuhi negara. Yaitu, persenjataan yang modern, peningkatan kesejahteraan prajurit, program latihan yang lebih baik, dan pendidikan yang baik bagi para prajurit.

Pekerjaan rumah dalam modernisasi alutsista adalah transparansi pengadaan. ’’Masih terdapat skandal-skandal dalam modernisasi alutsista,’’ lanjut Al Araf.

Soal kesejahteraan prajurit, negara harus benar-benar memperhatikan. Sebab, hal tersebut sangat krusial bagi para prajurit. Termasuk fasilitas bagi para prajurit seperti barak, jaminan kesehatan, dan pendidikan.

Mengenai pelatihan, negara harus berani mengeluarkan anggaran besar untuk meningkatkan kualitas latihan para prajurit lebih dari yang ada saat ini. Begitu pula mengenai pendidikan akademis para prajurit, negara harus mempersiapkannya dengan baik sehingga militer tidak hanya andal secara fisik.

Yang juga tidak kalah penting, ke depan TNI harus mengubah sudut pandang ancaman, dari dalam menjadi luar. Al Araf menyebutnya sebagai outward looking. Banyak persoalan keamanan yang perlu menjadi concern TNI. Misalnya, perbatasan antarnegara, konflik di kawasan seperti Laut Tiongkok Selatan, hingga pengiriman pasukan perdamaian dan kerja sama dengan militer negara lain.

Misalnya, yang saat ini berlangsung, presiden concern mengurus wilayah maritim. Seharusnya, visi militer juga mengikuti dengan memperkuat keamanan maritim. ’’Dalam konteks ini, yang harus diperkuat adalah TNI-AL dan AU tanpa melupakan Angkatan Darat,’’ tutur pria yang juga direktur Imparsial itu. TNI-AL dan TNI-AU harus diberi porsi lebih besar untuk mendukung visi maritim presiden.

Dalam konteks negara demokrasi, Al Araf mendorong agar presiden lebih berani memosisikan diri sebagai pemimpin tertinggi militer. ’’Presiden harus berani mengoreksi kalau ada kekeliruan yang dilakukan panglima TNI,’’ tutur Al Araf.(jun/far/lum/tau/byu/c5/ang)