25 radar bogor

Pabrik Karton Telur Dilarang Beroperasi

BOGOR–Pemkab Bogor tak mau kecolongan. Kemarin (2/10), Dinas Lingkungan Hi­dup (DLH) buru-buru meng­­ambil sampel limbah beracun di pabrik pembuatan egg tray (wadah telur) di Kam­pung Cibunar, Desa Cibunar, Keca­matan Parungpanjang, Kabu­paten Bogor. Selain sampel limbah diduga peng­hasil gas beracun, DLH juga mengambil sampel udara di sekitar lokasi pabrik.

“Nanti selama 14 hari kita akan dapat hasilnya (peme­rik­saan laboratorium),” ujar Kepala DLH Kabupaten Bogor, Pandji Ksyatriadi kepada Radar Bogor.
Pandji menjelaskan, khusus untuk bak penampung limbah, DLH akan melihat potensi pen­cemaran melalui 20 para­meter pengukuran air dan udara.

Dia juga memastikan kondisi udara di sekitar lokasi pabrik dinyatakan tidak berbahaya. “Udara di lokasi kejadian dinyatakan sudah aman dan tidak berbahaya lagi. Hal itu dilihat dari alat ukur yang digunakan DLH. Kelihatannya sudah tidak berbahaya,” jelasnya.

Meski begitu, Pandji tetap meminta warga berhati-hati dan waspada, karena tidak menutup kemungkinan gas beracun kembali menyebar dan terhirup. “Bisa saja terulang kembali,” ungkapnya.

Sementara soal perizinan, Pandji menegaskan bahwa pabrik tersebut tidak memiliki izin. Baik dari tingkat desa, kecamatan hingga pemerintahan Kabupaten Bogor. “Dari dinas lingkungan hidup belum ada perizinan apa pun. Dari desa, kecamatan, apalagi dari instansi terkait belum ada izin. Belum ada sama sekali,” tegasnya.

Pandji mengatakan, sebelum terjadinya insiden maut kemarin, Camat Parungpanjang telah menegur pemilik pabrik. Karena­nya pemda menghentikan semua operasional pabrik hingga pemilik mengurus segala perizinan.

Sementara terkait pengawasan pengolahan limbah, Pandji mengaku rutin melaksanakan hal tersebut. Terutama limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), yang selalu diiringi dengan pembinaan dan sosialisasi rutin. “Kemudian, teguran juga dilaksanakan kepada perusahaan apabila ada pelanggaran. Kalau kasus Parungpanjang, memang pelakunya bandel,” cetusnya.

Dikonfirmasi soal ini, Kabid Pelayanan Perizinan dan Pemanfaatan Ruang pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bogor Dani Rahmat membenarkan jika pabrik tersebut tak memiliki izin. “Saya cek, di Parungpanjang, banyaknya peternakan. Jadi, bisa disimpulkan bahwa belum ada izinnya. Tapi tidak tahu juga jika izinnya apa, tapi di lapangan jadinya apa,” ungkapnya.

Sementara itu, Kabid Perindustrian pada Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin) Kabupaten Bogor Asep Saepulloh memastikan semua perizinan, baik izin dasar maupun operasional, belum dimiliki pabrik tersebut. Tapi, jika dilihat dari lokasi pabrik yang berada di perumahan, maka jelas tidak bisa didirikan bangunan untuk industri.

“Kecuali industri kecil, khusus­nya yang tak mengandung limbah berbahaya. Kalau mengurus izin, sepertinya tidak akan ada yang berani mengeluarkannya, karena ada di lahan yang bukan perun­tukan industri,” katanya.

Dia melanjutkan, untuk penanganan limbah pada pabrik tersebut, jika dilakukan perhitungan maka biaya yang dibutuhkan sangat besar. Karena harus mengelola dan melakukan penanganan lingkungan. Karenanya, pemilik pabrik tak mengurus izin musabab urusannya mahal.

“Karena untuk industri yang mengeluarkan B3 itu, biaya yang dibutuhkan sangat besar. Sehingga, jika pemilik harus mengeluarkan persoalan IPAL-nya maka pengolahan limbahnya jelas jauh lebih besar. Kebanyakan yang begitu, ilegal,” imbuhnya.

Untuk keselamatan kerja, kata Asep, tentunya apa yang dilakukan pabrik tersebut sangat berbahaya. Terutama pada IPAL atau pengolahan untuk menjernihkan kembali limbah yang telah diproduksi. Kemudian menetralisasi limbah sebelum dibuang. Tentu pembiayaannya cukup besar.

Di sisi lain, polisi masih terus melakukan penyelidikan kasus bak limbah maut perenggut tujuh nyawa ini. Kasubbag Humas Polres Bogor, AKP Ita Puspitalena, memastikan kasus ini masih dalam penanganan sembari menunggu hasil pemeriksaan Puslabfor Bareskrim Polri.

Seperti diberitakan sebelumnya, Bareskrim Polri menurunkan tim dari Puslabor khusus untuk mengolah tempat kejadian perkara (TKP) pabrik kemasan telur tersebut. Seperti DLH, tim mengambil sejumlah sampel cairan dan udara dari lokasi.

Di bagian lain, lokasi pabrik kini menjadi lokasi ”wisata’’ dadakan. Banyak warga luar kampung yang datang untuk sekadar melihat lokasi tewasnya tujuh orang dalam bak penampungan limbah tersebut. Seperti Nurdiansyah (24), warga Kampung Lumpang RT 02/03 Desa Lumpang, Kecamatan Parungpanjang.

Ia sengaja datang ke lokasi karena penasaran dengan berita-berita yang menyebar di media sosial. “Iya saya penasaran. Ramai soalnya. Jadi, saya sengaja ke sini foto-foto,” katanya.(all/rp2/d)