25 radar bogor

Ramai-ramai ”Peluk” Bocah MJS

DIGELANDANG: Tersangka penganiaya, ET (kanan) saat dibawa Kepala Unit PPA, Iptu Frida Hidayanti (kiri) ke unit PPA Polresta Bogor Kota kemarin (29/9). Humas Polresta Bogor Kota for Radar Bogor
DIGELANDANG: Tersangka penganiaya, ET (kanan) saat dibawa Kepala Unit PPA, Iptu Frida Hidayanti (kiri) ke unit PPA Polresta Bogor Kota kemarin (29/9). Humas Polresta Bogor Kota for Radar Bogor

BOGOR–Polisi bergerak cepat menindaklanjuti kasus kekerasan terhadap bocah MJS (11) di Kelu­rahan Tajur, Kecamatan Bogor Timur. Kemarin (29/9), tim unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) langsung menggiring dua tersangka pelaku penganiayaan, ET (51) dan U (53).

Pagi sekitar pukul 10.00 WIB, Kapolresta Bogor Kota Kombes Pol Ulung Sampurna Jaya, menghubungi Radar Bogor dan mengabarkan bahwa pihaknya tengah menangkap tersangka penganiaya bocah MJS. Tak lama, kedua tersangka langsung digelandang ke ruang Unit PPA Polresta Bogor Kota, di bilangan Kedunghalang. “Dua tersangka, suami istri. Sebelum salat Jumat sekitar pukul 11.00 WIB,” kata Kombes Ulung kepada Radar Bogor.

Ulung mengungkapkan, kedua tersangka yang juga majikan dari ibunda korban MJS, Ijah Haryani (50), tidak melakukan perlawanan saat digelandang. Polisi akan menjerat keduanya dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, Pasal 80 tentang Perlindungan Anak. “Ancamannya 15 tahun penjara,” ujarnya.

Kepala Unit PPA, Iptu Frida mengamini pernyataan itu. Dia menerangkan bahwa pihaknya telah memeriksa satu saksi yang merupakan perwakilan warga sekitar. Ada kemungkinan tim PPA menggali keterangan lebih lanjut saksi-saksi lainnya.

“Masih kami dalami dulu keterangan saksi. Untuk sementara ada satu saksi yang diperiksa perwakilan warga, mungkin nanti nambah lagi. Ini kan sedang proses penyidikan. Kami sedang memeriksa saksi yang mungkin mendengar dan melihat kondisi anaknya,” terangnya, sembari mendampingi korban di Kantor Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Bogor.

Tak hanya itu, Unit PPA juga masih memeriksa kedua tersangka yang hingga kemarin belum mengakui penganiayaan terhadap MJS. “Makanya, sekarang sedang kami dalami dulu. Nanti kalau sudah diperiksa akan dikabari. Karena ini belum 1 x 24 jam. Masih kami gali untuk kepastiannya,” kata dia.

Di bagian lain, meski kondisinya kini sudah aman di penampungan, MJS terpaksa tidak bisa mengikuti ujian (UTS) di sekolah. Siswa kelas enam di SDN 3 Tajur itu terpaksa mengerjakan soal-soal di penam­pungan sembari men­jalani proses pemulihan.

Kepala Dinas Pendidikan Kota Bogor, Fakhrudin, menjamin kelancaran MJS di bidang pendidikan. Pihaknya juga mengaku siap memfasilitasi kebutuhan belajar korban penganiayaan itu selama masa pemulihan. “Soal-soal juga sudah dipersiapkan secara tersendiri untuk dia.

Nanti bisa di sini (dinas pendidikan) atau nanti dibawa ke KPAID tempat si anak di­amankan. Karena harus men­dapatkan pelayanan dan kenya­manan secara khusus dulu,” ujar pria yang akrab disapa Fahmi, saat menjenguk MJS di Kantor P2TP2A Kota Bogor, kemarin (29/9).

Dia mengatakan, MJS memang perlu mendapat perlakuan khusus. Minimal kondisi psikis dan fisiknya yang diutamakan untuk segera pulih. “Soal pendidikannya yang sekarang sedang UTS itu tidak masalah. Jadi, yang kita utamakan penanganan pemulihan si anak,” kata dia.

Fahmi mengapresiasi SDN Tajur 3 beserta komite karena telah turut berperan bersama masyarakat sekitar untuk mengungkap kekerasan yang dialami MJS sejak tiga tahun lalu. “Jadi, intinya, saya bersyukur dan terima kasih kepada semua pihak yang begitu sigap melihat gejala anak yang tidak sebagaimana mestinya. Sehingga bisa mengungkap kasus ini. Itu hal yang hebat,” kata Fahmi.

Di tempat yang sama, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Perlindungan Anak (DPMPPA) Kota Bogor, Artiana Yanar Anggraini, mengatakan bahwa meski sekilas, keceriaan MJS sudah nampak. Tapi, bocah periang itu tetap perlu menjalani proses pemulihan beberapa hari ke depan. “Memang tergantung bawaan anak.

Saya lihat anaknya tipe ceria, karena laki-laki mungkin, jadi sudah bisa menghapus sedih. Padahal baru beberapa hari. Memang penanganan anak itu tergantung, karena lain-lain karakternya,” ungkapnya. Kemungkinan besar, ketika kondisinya sudah pulih, MJS beserta ibundanya, Ijah Haryani (50), akan kembali ke kampung halaman di Ciawi, Kabupaten Bogor.

Sementara itu, Wali Kota Bogor yang ikut serta menjenguk MJS, keberatan dengan kabar aksi kekerasan yang diterima MJS terjadi di Kota Hujan. Menurutnya, penganiayaan terhadap MJS terjadi saat mereka tinggal di Ciawi, Kabupaten Bogor.

“Mereka baru masuk ke Kota Bogor, baru dua bulan masuk di Tajur. Sedangkan kejadiannya sudah bertahun-tahun. Alhamdulillah bisa kita ungkap. Jadi, yang melakukan bukan hanya ibunya, pelaku utamanya itu majikan ibunya,” sebutnya.

Justru, kata Bima, warga Kota Bogor yang ikut mengungkap kasus yang sudah terjadi sejak tiga tahun lalu itu perlu diapresiasi. Ia mengimbau agar warga lainnya yang melihat ada indikasi kekerasan segera melapor ke dinas terkait maupun aparat penegak hukum. “Setiap menemukan kecenderungan KDRT, kejahatan pada anak, agar segera mengoordinasikan dengan RT masing-masing,” tegasnya.

Menanggapi komentar pedas dari Ketua Komnas Perlindungan Anak, Aris Merdeka Sirait, yang menyatakan bahwa Kota Bogor belum pantas untuk mendapatkan predikat Kota Layak Anak, Bima berdalih bahwa kekerasan itu tidak terjadi saat korban tinggal di Kelurahan Tajur Kecamatan Bogor Timur. “Ini kan, bukan di Kota Bogor, baru dua bulan di Kota Bogornya. Pokoknya terus diperbaiki, disempurnakan. Kita tidak diam,” cetus Bima.

Yang pasti, imbuhnya, kasus penganiayaan yang dialami MJS harus menjadi pembelajaran bagi Pemkot Bogor dan masyarakat Kota Hujan. “Kita lakukan langkah-langkah, justru bagi kita ini kesempatan untuk memperbaiki keseluruhan sistem pengawasan sistem pelaporan,” tandasnya.

Sebagai informasi, Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kota Bogor pada Rabu (27/9) pagi menerima aduan dari warga Kelurahan Tajur atas tindakan kekerasan yang dialami MJS. Warga yang merupakan tetangga MJS, melaporkan atas tindakan kekerasan yang dilakukan majikan Ijah, ET (51) dan U (53). Pasalnya, di sekujur tubuh korban ditemukan banyak luka lebam dan bekas sundutan rokok.

MJS bersama ibundanya, Ijah Haryani (50) memang tinggal serumah dengan ET (51) mantan mitra usaha Ijah sejak tiga tahun lalu. Mereka menjalin usaha berupa paket bingkisan lebaran saat masih tinggal di Desa Banjarwaru Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor. Namun, seiring berjalannya waktu usaha tersebut rupanya gulung tikar, hingga akhirnya mereka sepakat untuk hijrah ke Kelurahan Tajur Kecamatan Bogor Timur dua bulan lalu.

Di sebuah rumah yang sangat sederhana itu, ET dan suaminya U (53) membuka usaha warung nasi dan jahit pakaian dengan mem­pe­kerjakan Ijah sebagai pega­wainya. Wakil Ketua Komisi Perlingungan Anak Daerah (KPAID) Kota Bogor, Muham­mad Faisal mengungkapkan, hasil gali keterangannya dari Ijah, Ijah memiliki sejumlah utang kepada ET. Hingga akhirnya, terpaksa menjadi pegawai ET dan ikut tinggal serumah.

Hal itu pula yang membuat Ijah tak berdaya ketika putranya dihujam siksaan oleh ET maupun U. Ironisnya, wanita yang telah lama menjanda itu mengaku sempat terpaksa menganiaya anaknya sendiri atas dasar permintaan ET. Tak heran, kini di tubuh MJS banyak ditemukan bekas luka maupun luka lebam. Bekas luka tersebut merupakan luka sundutan rokok yang diduga dilakukan oleh U dan ET sejak mereka tinggal serumah.(rp1/d)