25 radar bogor

Tolak Permintaan Kemenhub Kelola Terminal Baranangsiang

BOGOR–Rencana revitalisasi Terminal Baranangsiang oleh Pemerintah Kota (Pemkot) yang saat ini masih belum direalisasikan, rupanya terbentur beberapa kendala. Terutama mengenai desain yang tidak sesuai dengan tata kota, heritage, dan kewenangan.

“Jadi, saya tegaskan bukan dibiarkan, tidak mungkin. Logikanya sederhana saja, kalau Pemkot Bogor mempercantik seputaran Kebun Raya Bogor dan membiarkan Terminal Baranangsiang. Jadi ada persoalan konsep dan kewenangan pengelolaan terminal,” ujar Wali Kota Bogor Bima Arya.

Mengenai konsep, Bima bercerita, setelah dilantik, Terminal Baranangsiang sudah siap dikosongkan dan sudah siap dibangun. Tapi, ketika dilihat lagi desainnya, dia melihat banyak mudaratnya daripada manfaatnya. “Apartemen yang tinggi menjulang, terminal yang porsinya kecil sekali. Intinya, tidak match dengan konsep transit oriented development (TOD), terutama desainnya gak nyambung dengan heritage,” paparnya.

Untuk itu, ia meminta rencana tersebut dihentikan dan Terminal Baranangsiang tidak dikosongkan untuk disesuaikan dengan desain tata kota dan tidak menimbulkan masalah. “Ini yang kemudian berlarut-larut prosesnya, karena pelayanan bisnis yang sulit ketemu dengan pelayanan publik, tata kota dan tata ruang,” akunya.

Selama tiga tahun pihaknya berdiskusi dan berunding dengan PT Pancakarya Grahatama Indonesia (PGI) selaku pihak ketiga (pelaksana) yang akan merevitalisasi Terminal Baranangsiang.

“Bisa saja Pemkot Bogor membatalkan perjanjian dengan PT PGI. Tapi kalau dibatalkan, diprediksi PT PGI akan menggugat dan barangkali 5-10 tahun tidak berhenti, sehingga lahan itu kosong,” tuturnya.

Ia menyebut, Pemkot Bogor dan PT PGI hampir mencapai satu kesepakatan dengan mengubah desain Terminal Barangsiang sekitar 20 kali. Namun, sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Terminal Tipe A yang dikelola pusat (Kementerian Perhubungan), rencana tersebut terpaksa ditunda.

“Desain yang terakhir sudah lebih baik, tetapi belum memuaskan. Ketika desain itu sudah hampir rampung dan hampir disepakati, muncullah peraturan baru. Terminal kelas A dikelola oleh pemerintah pusat. Tidak ada pilihan lain kecuali diserahkan waktu itu,” papar Bima.

Kemudian, ketika diserahkan ke pusat, bagaimana kelanjutan perjanjian dengan PT PGI. Apakah diserahkan mentah-mentah atau seperti apa? Saat itu, kata Bima, pihaknya sepakat diserahkan saja dulu, nanti setelahnya akan dilakukan pembicaraan-pembicaraan.

“Tapi, saat bertemu dengan Pak Menteri Perhubungan (Budi Karya Sumadi), secara langsung kepada saya, pak menteri bilang Pak Wali ambil saja lagi. Tapi saya sampaikan, Pak uraiannya tidak seperti itu. Nah, sampai saat ini prosesnya masih seperti itu,” kata Bima.

Ia juga mengaku tidak senang jika melihat warga Jakarta yang datang ke Kota Bogor disambut dengan titik kumuh seperti itu. “Ingin kita anggarkan, tapi tidak mungkin karena akan ada persoa­lan, karena sudah bukan kewena­ngan kita lagi,” pungkasnya.(rp1/c)