25 radar bogor

Ketut Ngungsi Lahir di Pengungsian Gunung Agung

BULELENG–Di tengah kesedihan warga Karangasem, Bali yang mengungsi ke Kabupaten Buleleng akibat aktivitas Gunung Agung, muncul kabar gembira.
Ada pengungsi bernama Ni Wayan Tangkih (40) yang melahirkan bayi laki-laki.

Tangkih melahirkan di RS Buleleng melalui proses sesar, Minggu (24/9) pagi. Sebelumnya, warga Banjar Dinas Perasan di Desa Ban, Kecamatan Kubu, Karangasem itu mengungsi ke Desa Les di Kecamatan Tejakula, Buleleng pada Kamis pekan lalu (21/9).

Mulanya tak ada tanda-tanda Tangkih bakal melahirkan meski usia kehamilannya sudah melewati batas waktu. Namun, tim medis yang menyisir pos-pos pengungsian menemukan Tangkih.

Selanjutnya, Tangkih dipisahkan dari pengungsi lain dan mendapat perhatian khusus dari tim medis. Pada Jumat (22/9), dia dirujuk ke Puskesmas Tejakula I untuk mendapat perawatan.

Tim medis mendapati Tangkih sudah mengalami bukaan satu, namun belum menunjukkan jalan lahir. Setelah berada di puskesmas selama 24 jam, Tangkih lantas dirujuk ke RSUD Buleleng, Sabtu (23/9).

Tim medis memutuskan melakukan operasi pada Minggu (24/9) pagi. Dirut RSUD Buleleng, dr. Gede Wiartana mengungkapkan, operasi dilakukan pukul 10.00 pagi.

Tangkih pun melahirkan anak ketiganya dengan kondisi selamat. Anak ketiganya berjenis kelamin laki-laki dengan berat 3,1 kilogram.
Menurut Wiartana, operasi terpaksa dilakukan karena kondisi air ketuban di bawah normal. Selain itu tidak ada tanda-tanda melahirkan normal.
”Kalau dibiarkan berdampak pada keselamatan bayi. Langkah cepatnya kami lakukan operasi,” kata Wiartana.

Tangkih yang ditemui di RSUD Buleleng mengaku tidak merasakan gejala akan melahirkan ketika hendak mengungsi. Saat masuk pengungsian, usia kehamilannya sudah 9 bulan 2 minggu. Karena merasa belum waktunya melahirkan, dia tidak melapor ke petugas kesehatan.

“Saya biasa saja, tidak khawatir. Lima hari sebelum mengungsi, saya sudah USG. Setelah dilihat sama petugas di pengungsian, langsung dibawa ke puskesmas dan dibilang sudah bukaan,” tuturnya.

Ketika dirujuk ke RSUD Buleleng, dia pun hanya bisa pasrah. Tangkih mengaku tidak melakukan persiapan apa pun, karena tidak menyangka akan melahirkan di pengungsian.Kala mengungsi, Tangkih juga belum memikirkan nama untuk anaknya. Sebab, dia mengutama­kan bayinya bisa lahir selamat.
“Belum ada persiapan. Dipikir belakangan saja. Yang penting sudah lahir sehat dan selamat,” imbuh istri Wayan Gunung (40) itu.
Dia hanya tertawa saat ditanya kemungkinan menggunakan nama Agung sebagaimana Gunung Agung telah mem­buatnya mengungsi. Sembari tertawa kecil, Tangkih menyodorkan nama. “Karena lagi mengungsi, bisa jadi namanya Ketut Ngungsi,” kelakarnya.

Untuk sementara, Tangkih masih dirawat di RSUD Buleleng bersama dengan bayinya. Sedangkan Wayan Gunung masih tinggal di pengungsian.
Sesekali Wayan Gunung juga pulang ke desa untuk memberi pakan sapi. Di pengungsian, Gunung tinggal bersama anaknya, Nyoman Astawa.

Sementara itu, Wakil Bupati Buleleng dr. Nyoman Sutjidra menyatakan pemerintah akan menanggung biaya pengobatan Wayan Tangkih. Sutjidra menegas­kan, seluruh pengungsian yang mendapat pelayanan kesehatan, baik di puskesmas maupun di rumah sakit milik pemerintah tidak akan dikenakan biaya.

“Biaya nanti pemerintah yang menanggung. Pokoknya pengung­sian, selama dia dirawat di fasilitas pemerintah, tidak dikenakan biaya,” kata Sutjidra.

Lebih lanjut Sutjidra menyatakan, Wayan Tangkih bersama bayinya, tidak dikembalikan ke pengungsian. Kondisi pengungsian yang berdebu, sangat riskan bagi bayi yang baru lahir.

“Nanti kami tampung di kota. Di dekat rumah sakit kan ada rumah singgah. Nanti ditampung di sana. Tidak boleh balik ke pengungsian. Riskan,” tegasnya.(rb/eps/mus/mus/JPR)