25 radar bogor

Overdosis Massal, Tiga Tewas, 83 Kritis

TAK SADARKAN DIRI: Salah seorang korban pengguna PCC yang dirawat di RSJ Kendari, Selasa (13/9).LM Syuhada R/kendari pos
TAK SADARKAN DIRI: Salah seorang korban pengguna PCC yang dirawat di RSJ Kendari, Selasa (13/9).LM Syuhada R/kendari pos

Kejadian luar biasa overdosis massal terjadi di Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), Senin-Kamis (11-14/9). Bocah SD dan dua pemuda tewas, serta 83 lainnya kritis usai mengonsumsi sejenis pil koplo bertuliskan PCC. Mayoritas korban merupakan pelajar SD, SMP, SMA hingga mahasiswa.

Data terakhir yang dirilis Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sulawesi Tenggara, sebanyak 84 korban dirawat tersebar di beberapa rumah sakit di Kota Lulo, Kendari. Namun, sebagian kecil sudah keluar dan hanya rawat jalan. Para korban dilarikan ke rumah sakit dalam kondisi hilang kesadaran.

Ada yang pingsan, berontak, kejang-kejang, hingga bertingkah aneh dengan mulut berbusa. “Semuanya masih dalam pengaruh obat. Jadi, bisa dikatakan tak sadarkan diri,” ujar Humas Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Sultra, Adi Sak-Ray kepada pewarta kemarin (14/9).

Korban meninggal diketahui bernama MK, siswa SD berusia 13 tahun, mengembuskan napas terakhir di RS Bhayangkara. Satu korban tewas lainnya adalah Reski Indra Hartawan (22), warga Kelurahan Watu-watu. Reski ditemukan tewas setelah lompat ke Teluk Kendari, akibat pengaruh obat yang dikonsumsinya secara berlebihan.

Kemudian, ada juga Muliadi (19), warga Purirano, Kecamatan Mata, Kabupaten Konawe. Dia ditemukan tak bernyawa di pinggir Kali Wanggu, Kota Kendari, diduga kuat meninggal dunia setelah mengonsumsi obat PCC. “Kami akan terus melakukan pendataan.

Sekaligus terus koordinasi dengan pihak kepolisian untuk membuka tabir kasus ini. Kita harap, tak ada lagi korban jiwa,” imbuh Kepala BNN Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, Murniati.

Raup, ayah kandung korban Reski Indra Hartawan, bercerita tentang kondisi anaknya sebelum ditemukan tewas tenggelam di Teluk Kendari. Sekitar pukul 22.30 Wita, Selasa (13/9), Reski bersama adiknya bernama Rafli sempat bertingkah aneh saat warga membawa mereka kembali ke rumahnya di Watu-watu. Reski dan Rafli terlihat berbicara sendiri. Mereka tak mengenali lagi keluarganya sendiri. “Anak saya mengamuk,” ujar Raup, kemarin.

Raup pun memutuskan agar kedua anaknya itu dibawa ke RSJ Kendari untuk mendapatkan pera­watan. Namun, saat kepu­tusan keluarga akan membawa mereka ke rumah sakit, Reski melakukan perlawanan dan melarikan diri. Raup hanya berhasil membawa Rafli ke RSJ untuk mendapatkan penanganan medis.

Reski kabur meninggalkan rumahnya sekitar pukul 23.00 Wita. “Kami mencarinya tapi tidak ketemu. Rumah kami dekat dengan Teluk Kendari.

Kami duga anak itu menceburkan diri ke laut. Makanya, saya langsung hubungi Kantor SAR Kendari untuk mendapatkan bantuan,” jelasnya.
Setelah mendapatkan informasi dari orang tua korban, tim Kantor SAR Kendari pun turun tangan melakukan pencarian.

Jasad Reski ditemukan mengapung di Teluk Kendari sekitar pukul 06.30 Wita, Rabu (14/9) dalam kondisi tak bernyawa lagi. “Rafli berhasil kami bawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pengobatan,” ungkap Raup.

Efek dari PCC yang disebar di Kota Kendari cukup keras. Pengakuan salah seorang korban bernama Rini (22), warga Kelurahan Kemaraya, Kota Kendari, efek dari mengonsumsi PCC tersebut mulai terasa setelah 10-15 menit. Badan mulai terasa lemas dan terlihat kejang-kejang.

Kepala pengguna mulai terasa panas dan merambat ke seluruh tubuh. “Makanya, orang yang konsumsi pil ini, berusaha cari air. Tidak peduli itu air bersih atau kotor. Yang jelas, keinginan menceburkan diri ke air, sangat besar karena badan terasa panas,” kata Rini.

Jenis PCC yang dikonsumsi, kata dia, berbeda dosisnya dengan obat yang selama ini digunakan. Dosis PCC yang beredar kali ini dianggapnya memiliki efek yang sangat luar biasa. Korbannya langsung berhalusinasi dan mulai tak sadarkan diri beberapa menit setelah mengonsumsi obat tersebut. “Sangat ganas kalau yang ini,” ujarnya.

Begitu pula pengakuan Amus, korban lainnya. Dia mengaku, obat itu bekerja cukup cepat. Obatnya langsung menghantam urat sarafnya. Dia merasa ada rasa nyeri. Mendadak dia langsung lupa ingatan. Ketika becermin, dia melihat wajahnya tampil aneh. Merasa ingin terus berjalan, tapi tak punya tujuan. Kondisi itu membuatnya seperti tak waras. Dia bahkan tak tahu di mana tempatnya berada. “Untungnya, saya berhasil lawan.

Tapi saya ingat betul, saya tidak sadar dan ingin berjalan terus tanpa tujuan. Kalau sudah sakit lagi sarafku, sepertinya saya ingin lari,” katanya.

Melihat pada jumlah dan rentang usia korban, diduga motif bandar bukan sekadar ekonomi. Menteri Kesehatan Nila Moeloek pun memastikan kasus Kendari tergolong penyalahgunaan Napza (narkoba, psikotropika dan zat adiktif lainnya) berat.

Nila mengatakan, hingga 14 September 2017 pukul 14.00 WIB, terdapat 60 korban penyalahgunaan Napza jenis Somadril, Tramadol, dan PCC (racikan Paracetamol, Cafein dan Carisoprodol) yang dirawat di tiga RS, yakni RS Jiwa Kendari (46 orang), RS Kota Kendari (9 orang), dan RS Provinsi Bahteramas (5 orang).

Dari 60 orang tersebut, sebanyak 32 korban menjalani rawat jalan, 25 korban rawat inap, dan 3 orang lainnya dirujuk ke RS Jiwa Kendari. Menurut laporan, ketiga jenis obat itu dicampur dan diminum secara bersamaan dengan minuman keras oplosan. Akibatnya, seorang siswa kelas 6 SD dilaporkan meninggal. Dikabarkan pula Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Kendari paling banyak menangani korban.

Nila menyebut, pasien yang dirawat berusia antara 15-22 tahun mengalami gangguan kepribadian dan gangguan disorientasi, sebagian datang dalam kondisi delirium (meng­igau) setelah meng­gunakan obat berbentuk tablet berwarna putih bertulisan PCC. ”Kandungan tablet tersebut belum diketahui,” kata Nila.

Deputi Pemberantasan BNN Pusat Irjen Arman Depari menuturkan, obat PCC bukan merupakan narkotika, tapi bisa disalahgunakan untuk kepentingan seakan-akan narkotika. ”Efeknya menenang­kan,” jelasnya kepada Jawa Pos (Grup Radar Bogor) kemarin di kantor BNN.

Obat PCC tersebut juga bukan narkotika flakka seperti yang disebut-sebut. Kandungan flakka adalah alfa PVP yang berbeda dengan dengan obat yang dikonsumsi anak-anak tersebut. ”Bukan narkotika jenis baru itu,” jelas Arman.

Namun, kandungan obat PCC yang meracuni anak bangsa di Kendari itu masih perlu untuk diuji laboratorium. Sehingga, dapat dipastikan dengan tepat, benarkah hanya obat PCC atau ada kandungan lainnya. ”Langkah uji lab itu penting, koordinasi dengan BPOM,” paparnya.(idr/and/tau)