25 radar bogor

Efek PCC,Korban Bisa Sakit Jiwa

EKSPOSE: Kepolisian Daerah Sultra bersama BNNP Sultra saat konferensi pers memperlihatkan barang bukti obat daftar G di Mapolda Sultra, kemarin (14/9). LM Syuhada R/kendari pos
EKSPOSE: Kepolisian Daerah Sultra bersama BNNP Sultra saat konferensi pers memperlihatkan barang bukti obat daftar G di Mapolda Sultra, kemarin (14/9). LM Syuhada R/kendari pos

BOGOR–Kepala Instalasi Reha­bilitasi Psikososial RS Jiwa Marzoeki Mahdi, dr. Lahargo Kembaren SpKJ menduga para korban overdosis massal di Kendari mengonsumsi lebih dari satu jenis obat.

Semisal jenis Tramadol dan Hexymer atau Triheksifenidil yang dikonsumsi secara bersama-sama. Atau, racikan dari obat-obat serupa yang diproduksi sendiri dan diberi label PCC.

“Bahkan, ada pasien kami yang mengon­sumsi obat batuk jenis cair sebanyak 30 sachet. Dimasukkan ke dalam gelas dan dicampur dengan minuman berenergi. Mereka mencari euphoria effect, pleasure effect, atau bahasa mereka bisa bikin nge-fly,” ujarnya kepada Radar Bogor.

Menurut Lahargo, obat-obatan seperti itu jika diminum terus-menerus bisa menyebabkan berbagai efek di susunan saraf. Terutama gangguan keseimbangan di neurotransmiter yang disebut dopamin. Jika jumlahnya berlebihan, akan muncul halusinasi, mendengar suara bisikan, melihat ada bayangan, seperti ada yang masuk ke dalam tubuhnya hingga tidak bisa mengendalikan diri.

“Ada yang namanya delusi. Merasa waswas, paranoid berlebihan, merasa orang-orang berbuat jahat. Sebetulnya banyak perilaku agresif, berisiko yang bisa saja terjadi, bahkan hingga berujung sakit jiwa,” jelasnya.

Banyak pasien Lahargo di RS Jiwa Marzoeki Mahdi yang memiliki riwayat mengonsumsi obat-obat serupa. Menurut dia, jika obat PCC sampai di tangan masyarakat awam tanpa resep dokter maka akan sangat berbahaya.

“Harus ada rekam medisnya, distribusi obat dari farmasinya. Jika mengonsumsi obat-obatan seperti ini, akan muncul efek adiksi atau ketagihan jika pengguna sudah merasakan kenyamanan atau pleasure effect. Kemudian kan dia enggak minum obat, misalnya, satu dua hari, maka itu terjadi yang namanya sakaw,” bebernya.

Intinya, imbuh Lahargo, masyarakat terutama para orang tua harus ekstra waspada mengawasi putra-putri mereka agar tak menjadi korban. Pola asuh yang baik, komunikasi dua arah sangat penting diterapkan, selain menanamkan life skill. “Yakni bagaimana cara mereka menyelesaikan konflik, berani berkata tidak, kalau ada temannya yang menawarkan hal-hal seperti itu,” imbuhnya.

Karena, menurut Lahargo, anak-anak sekarang kurang memiliki life skill. Sibuk dengan sekolah, gadget sehingga minim kesempatan untuk berlatih life skill-nya. Namun, jika orang tua mengetahui anaknya ketergantungan obat-obatan, Lahargo menganjurkan orang tua segera membawa anak tersebut ke fasilitas kesehatan jiwa yang memiliki program rehabilitasi.

Hal senada disampaikan Kepala BNN Bogor Budi Nugraha. Orang tua memiliki peranan penting untuk mencegah putra-putrinya menjadi korban. Terlebih hingga kini, BNN masih menyelidiki obat jenis apa yang dikonsumsi para korban di Kendari. “Maraknya obat ini, karena obat yang sejenis Somadril sudah banyak dilakukan penangkapan. Sehingga, pengedar mencari obat yang memberikan efek serupa. Sejatinya obat ini adalah untuk menurunkan kadar asam urat dalam darah,” kata dia.

Sementara itu, Kasat Narkoba Polres Bogor AKP Andri Alam mengaku telah mendapatkan informasi dan koordinasi dari Kendari. Pihaknya pun saat ini langsung melakukan lidik untuk wilayah Kabupaten Bogor untuk menghindari hal serupa terjadi. “Sepertinya ini obat psiko baru.

Tapi kita masih lakukan lidik,” katanya. Andri berjanji segera antisipasi dengan melakukan kegiatan preventif, terutama kepada kalangan pelajar yang merupakan target utama peredaran obat tersebut. “Belum kami monitor karena dari lidik belum ditemukan ada peredaran di wilayah Bogor,” pungkasnya.(rp2/wil/d)