25 radar bogor

Presiden Muslimah Pertama Singapura

TANPA PEMILU: Halimah Yacob menyapa pendukungnya saat tiba di Departemen Pemilu untuk mengikuti pemilihan oleh Komite Pemilu Presiden di Singapura (11/9).
TANPA PEMILU: Halimah Yacob menyapa pendukungnya saat tiba di Departemen Pemilu untuk mengikuti pemilihan oleh Komite Pemilu Presiden di Singapura (11/9).

SINGAPURA–Hari ini, Singapura bakal memiliki presiden baru. Seha­rusnya, hari ini menjadi momen isti­mewa karena presiden kedelapan tersebut adalah perempuan dari etnis Melayu.

Namun, kenyataannya, publik kecewa. Bukan pada sosok Halimah Yacob, perempuan yang akan menggeser Tony Tan dari kursi presiden, tapi lebih pada prosesnya yang dianggap tidak demokratis. Sekitar 5,6 juta penduduknya merasa tak dianggap.

Amandemen konstitusi Singapura yang membuatnya begitu. Peraturan baru membuat Halimah maju sendirian dalam proses pemilihan presiden. Karena tak ada lawan, Komisi Pemilihan Umum Singapura (PEC) merasa tak perlu melaksanakan pemungutan suara. Sebenarnya, Mei lalu, sudah ada yang menggugat amandemen yang diketok pada September 2016 tersebut karena dianggap tidak demokratis. Namun, pengadilan menolaknya.

Komentar pedas pun bermunculan di banyak media sosial. ’’Jangan menyebut ini pemilu jika kami tidak bisa memberikan suara,’’ tulis pengguna Facebook Fazly Jijio.

Apalagi, Halimah berasal dari partai penguasa People Action Party (PAP). Jijio bukan satu-satunya yang memberikan komentar miring. Komentar-komentar itu mulai bermunculan saat PEC mengumumkan lolosnya Halimah sebagai kandidat presiden Senin (11/9).

Berdasar data yang dirilis perusahaan jasa konsultan Meltwater, sentimen negatif tentang pilpres mencapai 83 persen. Hanya 17 persen yang positif. Tagar #NotMyPresident di Singapura kian marak saja di media sosial. Tagar itu kini menjadi trending di Twitter dan Facebook.

Apa pun komentar publik, itu tidak akan mengubah kenyataan bahwa Halimah bakal menjadi presiden kedelapan Singapura. Dia menjadi perem­puan pertama yang memimpin negeri yang terkenal dengan Patung Merlion-nya itu.

Meski mewakili rakyat Melayu, sebenarnya Halimah tak berdarah murni. Ayahnya yang meninggal kala dia usia 8 tahun berasal dari etnis India. Mendiang ibunya, Maimun Abdullah, yang berdarah Melayu. Untuk sampai di posisinya sekarang, Halimah harus berjuang keras.

Sejak ayahnya meninggal, ibunya berjualan nasi padang dengan menggunakan gerobak. Halimah kecil membantu mencuci piring, beres-beres, dan menyajikan makanan ke pembeli. Aktivitas itu membuat dia kelelahan dan akhirnya sering tertidur di kelas.

Halimah Yacob lahir di Singapura pada 23 Agustus 1954. Dia menempuh pendidikan di Singapore Chinese Girl’s School dan Tanjung Katong Girl’s School sebelum melanjutkan ke University of Singapore. Dia juga merupakan alumnus National University of Singapore (NUS). Tahun lalu dia dianugerahi gelar doktor kehormatan di bidang hukum oleh NUS. Mantan PM Singapura Lee Kuan Yew juga pernah mendapatkan gelar serupa dari NUS.

Halimah menikah dengan pria berdarah Arab Mohammed Abdullah Alhabshee dan memiliki lima anak. Sejak digadang-gadang sebagai kandidat presiden, identitas etnis Halimah mulai diperdebatkan. Di kartu identitas dirinya, tidak terlampir bahwa dia adalah etnis Melayu. Mendiang ayahnya memang seorang etnis India muslim.

Ada tudingan, Halimah berusaha menghilangkan jejak bahwa dirinya adalah etnis campuran. Sebelumnya, di Wikipedia terdapat keterangan bahwa dia memiliki darah India, tapi belakangan keterangan itu telah dihapus. Entah bagaimana, yang jelas, Halimah telah mendapatkan sertifikat sebagai etnis Melayu dari Malay Com­munity Committee setiap kali mencalonkan diri sebagai anggota parlemen sejak 2001 lalu.

Pengamat menilai, Halimah akan membawa beban berat saat menjabat nanti. Sebab, kemampuannya sebagai presiden dipertanyakan. Penyebabnya, Halimah tidak dipilih rakyat. Dia menjabat karena sistem. Yaitu, karena kandidat presiden yang lain tidak lolos kualifikasi.

’’Dia akan menjadi presiden yang baik. Tapi, banyak penduduk Singapura yang berharap ada pemilu karena mereka merasa memiliki hak pilih,’’ ujar Zaqy Mohamad, anggota parlemen dari PAP. (CNN/StraitTimes/MarketingInteractive/sha/c17/any)