25 radar bogor

Airi Sawah dengan Pompa Tenaga Solar Cell

Sudah sebulan ini saya mela­kukan uji coba: pasang panel surya untuk pengairan. Listrik yang dihasilkan tenaga surya itu untuk menggerakkan pompa air. Untuk mengairi tanaman di musim kemarau. Seperti ke­­marau yang kering sekarang ini.

Berhasil. Itu kata pelaksana di lapangan. Saya tidak bisa melihat­nya sendiri. Lokasi uji coba itu di Jombang. Tidak mungkin saya bisa ke sana. Saya hanya mene­rima laporan. Tertulis dan video. Dan lisan. Terlihat­lah di video itu: pompanya me­ngeluarkan air. Air dari dalam tanah. Cukup untuk tanaman 20 ha.

Ide itu lahir dari kegelisahan. Mengapa penggunaan solar cell di Indonesia selalu mahal karena harus dikaitkan dengan baterai. Seolah solar cell tidak bisa mandiri. Padahal, solar cell-nya murah. Tapi, karena baterainya mahal, jadinya keseluruhan proyek solar cell jadi mahal. Ini karena solar cell selalu dimaksudkan untuk menghasilkan penerangan. Baik di rumah tangga maupun untuk penerangan jalan. Mataharinya hanya ada di siang hari.

Padahal, listriknya diperlukan di malam hari. Mau tidak mau listrik yang dihasilkan dari tenaga matahari harus disimpan dulu di baterai. Agar bisa dipakai di malam hari. Akhirnya harga listrik dari tenaga matahari selalu lebih mahal daripada listrik PLN.

Maka, saya terus berpikir mencari jenis penggunaan listrik yang bukan untuk penerangan. Agar tidak memerlukan baterai. Untuk keperluan apa ya yang tidak perlu kehadiran baterai? Lalu, saya ingat ketika masih sering keliling ke desa-desa dulu. Baik selagi masih menjabat Dirut PLN lebih-lebih selagi menjabat menteri BUMN. Saat itu saya melihat banyak petani yang menggunakan genset. Tentu saja genset minyak solar atau bensin.

Untuk menghidupkan pompa pengairan. Di mana-mana saya melihat genset yang bising. Juga kotor. Dari tumpahan-tumpahan minyak. Yang mengganggu lingkungan.

Maka, muncullah ide itu. Menggunakan solar cell untuk menggerakkan pompa air. Toh mengairi tanaman tidak harus malam hari. Petani bisa melakukannya siang hari. Saat matahari bersinar terik. Dengan demikian, tidaklah perlu baterai. Maka, pikiran saya langsung ke pertanyaan ini: adakah pompa air DC dijual di pasaran? Logika saya, listrik yang dihasilkan solar cell adalah DC. Berarti pompanya harus DC. Agar tidak perlu membeli inverter. Untuk mengubah listrik DC menjadi AC.

Maka, agar uji coba itu cepat terlaksana, saya ambil jalan pintas: mencari pompa air DC di internet. Yang harganya termurah. Ketemu. Adanya di RRT. Saya pun langsung membelinya. Lengkap dengan solar cell-nya. Dan instrumen lainnya.

Begitu peralatan dari RRT tiba, tidaklah sabar untuk mencari lokasi uji coba. Ketemu. Di Jombang Utara. Yang tanahnya lebih kering di saat kemarau.
Ups. Di Jombang. Berarti saya tidak bisa melihat langsung uji coba itu. Gak masalah. Saya percayakan sepenuhnya kepada tim yang menjalankannya.

Saya puas dengan uji coba itu. Siapa tahu ini bisa jadi solusi untuk para petani. Dalam hati saya bersyukur. Menemukan bidang yang sangat pas untuk pemanfaatan solar cell. Yang tidak bergantung pada baterai. Yang manfaatnya besar untuk rakyat pedesaan. Yang tidak perlu beli bahan bakar yang mahal.

Memang saya menghadapi pertanyaan ini: bagaimana kalau musim hujan? Yang sehari penuh mendung terus? Tidak ada sinar matahari? Tentu tidak masalah. Logikanya jelas. Kalau musim hujan kan tidak perlu menghi­dupkan pompa itu. Air kan sudah datang sendiri dari langit.

Persoalannya justru ini: harga pompa air DC itu mahal. Langkah saya berikutnya adalah ini: tetap saja harus dicoba menggunakan pompa air AC. Bukan DC. Memang diperlukan inverter. Tapi bisa diatasi. Harga inverter mungkin lebih murah dari selisih harga pompa DC. Apalagi, tujuan uji coba berikutnya harus ini: menggerakkan SMK untuk bisa membuat inverter. Pasti bisa. Dan pasti murah. Bahkan, langkah berikutnya lagi adalah: menggerakkan SMK untuk membuat pompa air AC yang efisien. Pasti bisa. Harus bisa. Tidak terlalu rumit.

Impian akhir kita harus ini: mengganti seluruh pompa air di sawah-sawah dengan tenaga surya yang pompa airnya bikinan anak bangsa. Yang inverter-nya bikinan anak bangsa.(*)