25 radar bogor

Rumah dan Madrasah Dibakar

NESTAPA: Bocah Rohingya di tengah bangunan rumah yang rata dengan tanah setelah dibakar habis, di Jammu, Myanmar.REUTERS/MUKESH GUPTA/FILE PHOTO
NESTAPA: Bocah Rohingya di tengah bangunan rumah yang rata dengan tanah setelah dibakar habis, di Jammu, Myanmar.REUTERS/MUKESH GUPTA/FILE PHOTO

JAKARTA–Upaya Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk bisa masuk ke Myanmar hingga kini masih menemui ganjalan. Tim Pencari Fakta (TPF) bentukan Dewan HAM PBB belum juga mendapatkan akses masuk ke negara tersebut. Sejumlah opsi pun mengemuka bila pada akhirnya TPF benar-benar tidak bsia masuk ke Myanmar.

Hal itu disampaikan Ketua TPF Marzuki Darusman saat berbincang dengan Jawa Pos kemarin (7/9). Dia menuturkan, saat ini pihaknya masih menunggu isyarat dari pemerintah Myanmar.

”Pemerintah Myanmar pada prinsipnya berkeberatan dengan adanya tim pencari fakta ini,’’ ujarnya. Hanya, dia mengingatkan bahwa TPF dibentuk oleh Dewan HAM PBB di mana Myanmar menjadi salah satu anggotanya.

Karena itu, diharapkan ada kerja sama dari pemerintah Myanmar agar melancarkan kegiatan TPF. Sebab, persoalan tersebut sudah menjadi masalah internasional. Yang paling utama, tuturnya, TPF ingin bertemu dengan pemerintah Myanmar. Setelahnya, diharapkan bisa mendapatkan akses ke Rakhine.

Marzuki meyakinkan bahwa TPF tidak datang ke Myanmar untuk mencari-cari kesalahan. Bukan juga untuk mencari bukti perkara. ”Kami ingin memperoleh pengertian yang dalam tentang kejadian-kejadian dan apa yang menjadi penyebab dari keadaan ini,’’ lanjut mantan jaksa agung era Presiden Abdurrahman Wahid itu itu. pihaknya akan masuk secara objektif.

Pertemuan dengan pemerintah Myanmar akan membuat TPF bisa menjelaskan maksud kedatangannya dengan baik. Sehingga, tidak sampai timbul kesalahpahaman pada pemerintah Myanmar, dan di sisi lain TPF juga bisa bekerja dengan lancar. Pihaknya akan terus melancarkan lobi sampai benar-benar ada penolakan resmi.

Bila ternyata TPF benar-benar tidak bsia masuk ke Myanmar, sudah disiapkan sejumlah alternatif. Alternatif pertama, TPF akan berkonsultasi dengan pemerintah negara yang memiliki hubungan baik dnegan Myanmar. Dalam hal ini, TPF melihat pemerintah Indonesia berada di depan.

Namun, dia membantah bahwa TPF hendak membonceng diplomasi yang dilakukan pemerintah Indonesia. Dia menegakan, TPF bersifat mandiri dan bebas dari pengaruh negara mana pun. Sikap itu diambil agar laporannya bisa lebih objektif. Hanya saja, tidak menutup kemungkinan TPF berkonsultasi ke negara-negara sahabat Myanmar.

’’Kalau tidak bisa, kita akan ke negara-negara yang terkena dampak dari masalah ini. Yakni, Bangladesh, Thailand, atau Malaysia,’’ tutur pria 72 tahun itu. Pihaknya tidak akan menunggu pemerintah Myanmar. Pekan ini akan diputuskan apakah TPF akan mengambil alternatif lain atau menunggu isyarat pemerintah Myanmar.

Tudingan pemerintah Myanmar bahwa penduduk Rohingya sengaja membakar rumahnya terbantahkan. Kemarin (7/9) sekitar 20-an jurnalis yang diajak oleh pemerintah Myanmar keliling area konflik melihat dengan mata kepala mereka sendiri rumah-rumah warga Rohingya yang baru saja dibakar di desa Gawdu Zara, Rakhine. Padahal, di desa itu tak ada satu pun orang Rohingya, seluruhnya telah mengungsi.

Salah satu penduduk setempat menyatakan jika yang membakar adalah polisi dan umat Buddha Rakhine. Padahal, tak ada polisi selain yang menemani para jurnalis. Penduduk tersebut berlari saat akan ditanyai lebih lanjut. Dia mungkin ketakutan oleh polisi yang mengawal para pemburu berita tersebut. Kunjungan ke area konfik di Rakhine itu memang tidak bisa bebas, hanya boleh ke tempat-tempat tertentu yang disetujui oleh pemerintah. Tidak ada satu orang pun jurnalis yang bisa masuk ke Rakhine tanpa pengawalan.

Kasus pembakaran itu sepertinya di luar skenario pemerintah. Hanya berselang sekian meter, ada 10 orang pria yang keluar dari kepulan asap. Mereka membawa parang dan tampak gugup. Salah satu dari mereka berkata tidak tahu-menahu bagaimana api muncul dan membakar permukiman penduduk Rohingya.

Bukan hanya rumah yang dibakar, tapi juga sekolah madrasah di desa itu. Buku-buku pelajaran dan Alquran dibuang begitu saja di luar gedung. Hanya sebuah masjid di desa itu yang tidak ikut terbakar.

Desa Ah Lel Than Kyaw yang mereka kunjungi selanjutnya tak jauh berbeda. Sepi dan terbakar habis. Di beberapa titik, api masih muncul. Sayup-sayup suara tembakan juga terdengar dari kejauhan. Petugas kepolisian setempat Aung Kyaw Moe mengungkapkan jika kebakaran terjadi sejak 25 Agustus lalu dan sebagian masih terbakar kemarin. Bukan hanya bangunan, tapi juga mobil, sepeda motor dan berbagai hal lainnya juga ikut dibumihanguskan. Masjid di desa itu rusak.

”Kami tidak melihat siapa yang sebenarnya membakar karena kami harus menjaga keamanan pos. Tapi saat rumah-rumah terbakar, hanya ada orang Bengali di desa,’’ ujar Moe. Yang dimaksud Bengali adalah orang Rohingya. (Time/sha/jpg)