25 radar bogor

Kadisdik: Ortu yang Tidak Sanggup tak Usah Bayar

BOGOR–Adanya sejumlah pungutan yang dialami oleh wali murid di SDN Sukadamai 3, Jalan Perdana Raya, Budi Agung, nyatanya sudah sampai ke telinga Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kota Bogor, Fahrudin.

Kepada Radar Bogor, dia mengaku , sekitar dua atau tiga minggu yang lalu menerima keluhan dari orang tua SDN Sukadamai 3 soal adanya praktik pungutan liar (pungli).

“Saya dan Pak Kabid SD, Maman langsung turun ke sana. Jadi, intinya Sukadamai 3 memiliki program, kemudian sebagian dari program itu dibiayai dari bantuan operasional sekolah (BOS),” ujarnya.

Hanya saja, ada program yang tidak terbiayai oleh BOS, sehingga itu diserahkan kepada orang tua, melalui rapat komite. Dan, bagi orang tua yang tidak sanggup memberikan sumbangan, tidak wajib. Kemudian untuk yang sanggup boleh juga lebih, silakan. “Intinya, semuanya sudah dilakukan sesuai mekanisme, mulai berita acara dan lain sebagianya,” beber Fahmi, sapaan akrabnya.

Hanya, hitung-hitungannya dengan matematis pun ada. Fahmi mencontohkan, jika ada progam X dibutuhkan sekian, melalui rapat komite sejumlah itu dibagi dengan sejumlah siswa yang dianggap mampu, sehingga muncullah angka. Namun ingat, angka itu hanya gambaran. Jadi, bisa kurang atau lebih dan boleh juga tidak bayar sama sekali.

“Jadi, sifatnya untuk orang tua siswa yang tidak sanggup gak usah bayar. Dan kalaupun uang itu tidak terkumpul berarti program itu tidak dijalankan, itu saja. Maka, kata kuncinya, program yang akan dijalankan itu sesuai dengan keuangan yang ada,” jelasnya.

Hanya yang jadi masalah, sambung Fahmi, label SD dan SMP di mata masyarakat adalah gratis. Inilah yang menjadi kontroversi. Sementara pemerintah belum mampu membiayai keseluruhan, untuk urusan peningkatan layanan dan peningkatan mutu.

“Jadi, ketika ada bayar-bayar, orang tua berpedoman SD dan SMP gratis. Untuk itu, muncullah Permendikbud tahun 1975 dan 2016. Di sana mengatur tentang komite sekolah, sumbangan sukarela yang boleh dilakukan sekolah melalui komite sekolah, dan sumbangan itu tidak boleh dikelola sekolah, melainkan harus komite,” jelasnya.

Fahmi juga menyebut, untuk sumbangan kepada sekolah bukan lagi ketetapan Disdik, melainkan sudah dijelaskan dalam permendikbud yang sifatnya tidak memaksa. Pun dengan uang masuk sekolah yang nilainya mencapai Rp3,6 juta, menurut Fahmi, masuk ke dalam pembiayaan program sekolah selama setahun.

“Bagi yang tidak mampu jangan bayar. Atau ada yang sanggup bayar tapi dicicil, boleh. Hanya, orang tua tinggal menyikapi bahwa itu sukarela, kalaupun tidak bayar kan itu untuk anak kita. Bukan berarti, misalnya ada satu anak tidak bayar, terus dia sendiri enggak dapat pelayanan,” tukasnya.(wil/c)