25 radar bogor

Indriya Rusmana, Owner IRD Batik & Fashion

BERGAYA : Indriya Rusmana ketika liburan di sela-sela kegiatan talkshow dan fashion show-nya di Amerika.
BERGAYA : Indriya Rusmana ketika liburan di sela-sela kegiatan talkshow dan fashion show-nya di Amerika.

Ketika seseorang mengejar apa yang diinginkan dengan sungguh-sungguh, maka keberhasilan akan diraih, karena sejatinya tidak ada usaha yang mengkhianati hasil. Tak hanya itu, ketika sudah mencapai titik keberhasilan pada satu bidang, kita bisa membuat kesempatan-kesempatan baru untuk memulai keberhasilan di bidang lainnya. Seperti dirasakan Indriya Rusmana, pemilik label IRD Batik & Fashion.

WANITA kelahiran Bandung, 7 April 1975 ini memulai bisnis pakaian dari seorang penulis. Setelah menghasilkan banyak buku tentang fashion, Indriya berkesempatan diundang ke berbagai negara untuk menghadiri talkshow dan memiliki kesempaatan untuk lebih mengembangkan bakatnya yang lain, yaitu membuat pakaian dengan label sendiri, IRD Batik & Fashion.

Suka dengan dunia fashion, pada 1995, Indriya Rusmana mulai membangun bisnisnya dengan label IRD. Pertama-taman, ia menerima desain dan membuat jahitan untuk teman-teman terdekat. Bisnis fashion tersebut sempat terhenti ketika Indriya menikah dengan Dani Indra Widjanarko pada 1996, karena Indriya memilih fokus ke keluarga.

Pada 2007, dia mulai menulis buku mengenai fashion. Sudah lebih dari 20 buku fashion yang ditulisnya. Pada 2010, Indriya mulai membangun kembali bisnis fashion dengan label IRD. Mulanya, ia ingin mengetahui peragaan busana di USA (United States of America) dalam event Sealed Nectar 27 di Louisville KY USA 2010. Indriya membawa baju dari desainer Indonesia dan Indriya juga membuat karya bekerja sama dengan temannya dan mendapat apresiasi baik.

Setelah itu, Indriya mendapatkan banyak undangan untuk talkshow buku fashion sekaligus mempromosikan busana muslimnya melalui ajang peragaan busana. Pada 2014, Indriya di­undang ke Hongkong untuk mem­presentasikan bisnis busana muslimnya ber­sama beberapa pengusaha dari In­donesia.

Indriya juga mendesain denim dan batik dengan pengrajin, membuat busana muslim yang masih bekerja sama dengan temannya dan hasil yang didesain Indriya sangat laku dan menarik banyak orang.

Indriya mulai berpikir dan mempertimbangkan untuk membuat produk dengan labelnya sendiri, Indriya pun membuat batik dengan ciri khasnya sendiri.

Pada 2016 Indriya mulai menggunakan batik IRD seri Kahuripan dengan tidak menggandeng pengrajin lagi. Untuk pertama kalinya karya Indriya diperkenalkan di International Islamic Festival (IIF) Jakarta pada Oktober dan Indonesia Cultural Festival (ICF) 1 di Baku Azaerbaijan pada November. Dalam dua kali produksi, semua habis dan mendapat pesanan juga dari salah satu asosiasi di Indonesia karena sangat suka motif dari Indriya.

“Bisnis fashion ini mulai ditekuni setelah ada batik IRD karena kalau sebelumnya yang diproduksi adalah baju untuk keperluan talkshow buku fashion. Dalam talkshow buku fashion tersebut sering diminta untuk ada fashion show-nya. Ternyata laku, akhirnya saya membuat label sendiri,” tutur Indriya Rusmana.

Indriya membuat konsep di mana ajaran seorang ulama dijadikan sebuah motif batik, Indriya belajar dan mendalami ulama-ulama yang ada di Bogor. Akhirnya Indriya memilih Mama Falak Pagentongan Bogor, Indriya bertemu dengan cicit Mama Falak Pagentongan Bogor. Setelah berbincang-bincang dan meminta izin, Indriya diberikan motif-motifnya yaitu gentong, hujan, padi dan pelangi. Ketika Indriya mendesain motif tersebut dan diberikan kepada cicitnya, disetujui dan akhirnya motif tersebut dibawa ke pengrajin dan dijadikan batik IRD Seri Katumbiri.

Batik IRD Seri Katumbiri diperkenalkan pertama kali di Asia Islamic Fashion Week (AIFW) Kuala Lumpur pada Maret 2017 dan Festival Indonesia (FI) di Moscow pada Agustus. Untuk batik, Indriya sudah memproduksi tiga jenis, yaitu batik Kahuripan dari Cirebon, batik katumbiri dari ulama Bogor, dan batik katumbiri isen bintang yang merupakan perbaikan dari salah satu cicit Mama Falak bahwa bintang itu ciri khas Islam dan Mama Falak.

” Sekarang lagi proses hak atas kekayaan intelektual (HaKI). Karena batik ini, terutama yang katumbiri, tidak hanya dipakai sebagai pola busana, namun digunakan juga pada jurnal dan tulisan. Karena itu bagian dari hak cipta juga bagaimana konsep dari ajaran ulama menjadi batik,” tuturnya.(cr6/c)