25 radar bogor

Target KIP Terserap 90 Persen

JAKARTA–Kemendikbud tidak bisa me­mungkiri fakta bahwa tingkat pen­cairan uang kartu Indonesia pintar (KIP) masih rendah. Dari 17,9 juta sasaran KIP, tingkat pencairannya baru 18,7 persen. Namun, Kemendikbud optimistis di akhir tahun nanti tingkat pencairannya di atas 90 persen.

Optimisme itu disampaikan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kemendikbud Hamid Muhammad di Jakarta kemarin (4/9). Dia mengatakan, target pencairan KIP yangencapai 90 persen di akhir tahun itu bukan asal-asalan optimisme. “Acuannya mengaca pada tingkat pencairan KIP periode 2015 dan 2016,” kata pejabat asal Madura itu. (Tingkat pencairan KIP 2015-2017 lihat grafis).

Hamid menegaskan bahwa Kemendikbud memegang kunci percepatan penyaluran KIP dari kas negara ke bank. Sementara percepatan pencairan dari bank ke rekening siswa, perlu dukungan pemda, dinas pendidikan setempat, sampai kepala sekolah. Dia juga mengatakan, pencairan uang KIP tidak harus dicairkan sekaligus. Sebab, siswa juga punya hak untuk menyimpan atau menabung uang KIP yang menjadi haknya.

Pejabat yang merangkap Plt Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud itu juga sudah menyurati dinas pendidikan provinsi, kabupaten, dan kota seluruh Indonesia. Isinya supaya seluruhnya aktif untuk mempercepat pencairan KIP. Di dalam surat itu juga dilampirkan skenario percepatan pencairan KIP.

Misalnya, untuk jenjang SD dan SMP, pada Oktober nanti tingkat pencairannya harus lebih dari 50 persen. Lalu diharapkan bisa 100 persen di Desember. Kemudian, di jenjang SMA dan SMK di angka 90-an persen. Selanjutnya pada periode Desember diharapkan sudah 100 persen.

Hamid menuturkan, di surat itu tidak hanya dibahas pencairan KIP 2017. Tetapi juga KIP 2016 yang belum dicairkan. Untuk seluruh jenjang, ada 2.454.390 anak belum mencairkan KIP. “Bagi yang belum mencairkan KIP 2016, saya berharap Agustus 2017 sudah beres,” tuturnya.

Dia berpesan supaya dinas pendidikan setempat bisa mendudukkan sekolah dengan jajaran bank penyalur. Jadi, jika ada keluhan pencairan oleh pihak sekolah bisa langsung dicarikan solusinya.

Meski demikian, anggota DPR Komisi X Dedi Wahidi menganggap bahwa serapan 90 persen di akhir tahun belum layak bagi program sekaliber KIP. Menurut politikus PKB ini, seharusnya dana bisa terserap seratus persen. “Kalau anggaran lain boleh lah kurang, tapi kalau KIP dibutuhkan sama masyarakat miskin, emang sudah kadung dianggarkan,” katanya.

Menurut Dedi, lambatnya pencairan tidak melulu permasalahan di tingkat pemda ataupun dinas pendidikan setempat, tapi juga bank penyedia layanan. Contohnya seperti BNI yang khusus melayani pencairan untuk siswa SMA. Prosesnya terbilang cepat, lain dengan BRI yang melayani untuk pencairan siswa SD yang terbilang lamban. “Terlalu banyak amanat pemerintah, sehingga mereka (bank, red) menomorduakan layanan KIP,” katanya.

Untuk itu, menurutnya, perlu ada tambahan bank yang melayani pencairan KIP agar beban kerja bisa dibagi dan layanan bisa maksimal.(wan/tau)