25 radar bogor

100 Ribu Bidang Tanah tak Bersertifikat

ilustrasi
ilustrasi

BOGOR–Ada sebuah kemirisan dalam tata kelola tanah di Kota Hujan. Belum semua tanah disertifikat. Dari 250 ribu bidang tanah, baru 150 ribu yang sudah bersertifikat. Artinya, masih ada 100 ribu bidang tanah belum bersetifikat.

Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bogor, Ery Juliani Pasoreh, menargetkan pada tahun 2020 seluruh bidang tanah di Kota Hujan harus sudah bersertifikat. Rencananya, tahun depan seluruh tanah di tiga kecamatan akan disertifikat. Selanjutnya pada 2019, juga di tiga kecamatan.

“Capaian sertifikat tahun ini baru 150 ribu, tahun depan kita coba bertahap. Tetapi kalau misalnya diperintahkan satu kota, kita akan coba satu kota. Itu baru rencana. Sebab, semuanya tergantung dari anggaran yang dipersiapkan oleh pemerintah pusat,” kata Ery.

Selain anggaran, kata Erry, kendala dalam sertifikat tanah adalah sumber daya manusia (SDM). Sebab, jika ada 100 ribu bidang tanah, berarti juga harus diimbangi dengan jumlah juru ukur.

Mengatasi itu, pihaknya akan bekerja sama dengan surveyor berlisensi. Sedangkan untuk tenaga pengumpul data yuridis, akan dibentuk kelompok masyarakat sadar tertib pertanahan di seluruh kelurahan. “Uji coba pertama di Bogor Selatan. Kami sedang menunggu wali kota untuk melantik,” ucap dia.

Dengan adanya pelayanan ini, masyarakat akan mendapatkan kepastian hukum terhadap tanah miliknya. Apalagi, untuk memperoleh sertifikat tanah sudah lebih mudah dengan adanya pendaftaran tanah sistematik lengkap (PTSL). Jika yang biasanya butuh dua bulan, sekarang menjadi dua minggu.

“Untuk biayanya dibayar pemerintah daerah. Itu berdasarkan surat keputusan bersama Menteri Agraria, Menteri Desa, dan Menteri Dalam Negeri, agar pemkot atau pemda yang membiayai. Kalau untuk Jawa Barat, sudah diatur Rp150 ribu per bidang untuk biaya di kantor kelurahan,” bebernya.

Namun, jika pemkot atau pemda tidak memiliki biaya, diperbolehkan menyusun peraturan wali kota (perwali) untuk boleh memungut, supaya tidak menjadi objek lainnya. “Satu lagi perbedaan prona dan PTSL, kalau dulu prona hanya untuk warga berpenghasilan rendah, sekarang satu wilayah harus semua disertifikatkan, apa pun profesinya,” tandasnya.(wil/c)