25 radar bogor

Sita Aset Pihak Terkait First Travel

BOGOR–Tidak ada jaminan ratusan miliar rupiah uang calon jamaah umrah yang dikemplang First Travel (FT) akan kembali. Sebab, aset-aset yang bisa disita sangat minim. Namun, di antara beberapa jalan yang bisa ditempuh untuk mengembalikan uang calon jamaah, pengenaan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) adalah yang paling cepat.

Selain ada pasal TPPU, para jamaah bisa mengajukan gugatan perdata agar dananya dapat dikembalikan. Namun, gugatan perdata bisa memakan waktu bertahun-tahun. Sedangkan TPPU bisa tuntas dalam empat bulan saja.

[ihc-hide-content ihc_mb_type=”block” ihc_mb_who=”unreg” ihc_mb_template=”3″ ]

Pakar TPPU Yenti Garnasih menjelaskan, saat ini posisi aset yang disita menjadi objek TPPU dan gugatan perdata. Namun, di antara keduanya, sebenarnya calon jamaah atau korban FT lebih untung bila mengikuti TPPU.

”TPPU membutuhkan waktu sekitar empat bulan. Dari proses pengadilan hingga terdapat putusan untuk mengembalikan uang korban sebuah kejahatan,” jelas Yenti. ”Nanti mekanisme pembagian uang itu diputuskan hakim. Yang jelas dibagi rata, mekanismenya terserah,” lanjutnya.

Keuntungan lainnya, dengan TPPU penerima uang haram itu juga bisa dijerat. Dengan demikian, setiap orang yang terlibat bisa dituntut bertanggung jawab atas perbuatannya menikmati uang hasil kejahatan. ”Jadi, lebih jelas lagi kasusnya dan siapa yang terlibat,” ujarnya.

Tidak hanya terkait waktu, dengan menggunakan gugatan perdata, orang yang seharusnya bertanggung jawab bisa kabur. Sebab, orangnya tidak ditahan dalam gugatan perdata. ”Maka, usul saya sebaiknya ikuti dulu TPPU. Baru setelah TPPU ada vonis, bisa dengan gugatan perdata lagi. Jadi rangkap,” tuturnya.

Sementara itu, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Brigjen Herry Rudolf Nahak mengatakan, Bareskrim hanya berfokus untuk tindak pidana dan TPPU dari kasus FT. Gugatan perdata bukan ranah Bareskrim. ”Gugatan perdata silakan ke pengadilan, bukan ke kami,” ucapnya saat ditemui di lobi Bareskrim.

Agen FT berinisial DH membeberkan, ada sejumlah aset Andika dan Anniesa (bos FT) yang saat ini belum disita penyidik Bareskrim. Salah satunya kantor cabang FT di Medan, Sumatera Utara. ”Agen dari Medan menyebut kantor itu baru saja dibeli. Itu kantor terakhir yang dibuka First Travel sebelum petingginya ditangkap,” paparnya.

Kantor cabang FT di Medan tersebut dikelola keluarga Anniesa Hasibuan yang berada di Medan. DH berharap polisi bisa segera mendeteksi kantor cabang itu. ”Sehingga makin banyak aset yang bisa diamankan,” katanya.

Kanit V Subdit V Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim AKBP Rivai Arvan menjelaskan, aset Andika dan Anniesa sedang ditelusuri. Tentu, bila ada aset lain yang diketahui, segera dilakukan pengamanan. ”Kami kumpulkan semuanya dulu,” ucapnya.

Sebelumnya Bareskrim memeriksa Manajer Divisi FT Agus. Penyidik masih berfokus pada tiga tersangka kasus tersebut, yakni Andika, Anniesa, dan Kiki Hasibuan. Sebab, ketiganya dalam pemeriksaan kerap berbelit-belit.

Sementara itu, hingga saat ini belum ada korban First Travel yang melapor ke Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Bogor. Kepala Seksi Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Kabupaten Bogor, Syamsudin, mengaku siap mendampingi jika ada korban yang berasal dari Bumi Tegar Beriman.“Di Bogor travel umrah dan haji itu banyak, ada juga yang cabang. Cuma, saya belum mengetahui berapa banyak yang resmi,” kata dia.

Dia menambahkan, saat ini menteri agama sedang melakukan pengkajian peraturan terkait penyelenggaraan haji dan umrah. Informasi yang didapat, aturan baru tersebut mengharuskan para agen travel melapor ke Kemenag setempat. “Kalau aturan itu sudah mulai berlaku, Kemenag bisa lebih leluasa melakukan pemantauan dan pengawasan,” imbuhnya.

Karena, menurut dia, saat ini Kemenag hanya bisa bertindak merekomendasikan pembuatan paspor saja. Sehingga, ketika terjadi kasus seperti First Travel, pihaknya kesulitan mengidentifikasi asal korban. “Kami hanya bisa sebatas mengimbau calon jamaah cari travel yang amanah dan resmi. Kalau bisa travel yang ada di Bogor saja,” tukasnya.(rp2/idr/c9/ang/c)

[/ihc-hide-content]