25 radar bogor

Tebar Inspirasi lewat Film Nyai Ahmad Dahlan

BOGOR–Ratusan penonton seakan hanyut dalam kisah perjuangan Siti Walidah saat mendampingi Ahmad Dahlan. Tidak hanya menjadi istri yang hebat, tokoh yang diperankan Tika Bravani tersebut juga berjuang untuk menjunjung emansipasi perempuan melalui organisasi Aisyiyah. Bahkan, Nyai Ahmad Dahlan menjadi perempuan pertama yang pernah memimpin Muhammadiyah.

Film itu pun menuai kesan positif dari para warga Muhammadiyah Kota Bogor, yang nonton bareng di Mal BTM kemarin (24/8). Ketua Majelis Pustaka dan Informasi Muhammadiyah Kota Bogor, Taufik Tirkaamiasa menuturkan, banyak pesan juga hal positif dari film ini yang bisa diadopsi di kehidupan sehari-hari.

Semisalnya, mampu mem­bangun karakter, khususnya warga Muhammadiyah, dengan mem­per­kenalkan pahlawan nasional Nyai Walidah, atau yang lebih dikenal Nyai Ahmad Dahlan.

“Jadi, bukan semata-mata karena dia sebagai istri KH Ahmad Dahlan, sang pendiri Muhammadiyah, tapi juga sebagai tokoh emansipasi, sempat memimpin pengajian hingga terbentuklah Aisyiyah,” ujarnya.

Taufik mengatakan, dalam keadaan di zaman dulu yang serba sulit, tentulah tidak mudah seorang wanita bisa memimpin pengajian. Apalagi, Nyai Ahmad Dahlan adalah salah seorang yang menentang penjajahan Jepang, dengan melarang warganya untuk menyembah matahari.

“Di filmnya juga dikisahkan tentang keharmonisan rumah tangga. Pokoknya ini film ramah untuk segala usia. Jadi, semata-mata bukan dari aspek kemuhammadiyahan saja, lebih universal sebenarnya,” jelas dia.

Taufik juga mengatakan, khususnya bagi para pelajar SD Muhammadiyah yang di dalamnya ada mata pelajaran Muhammadiyah, paling tidak, melalui film ini langsung tertanam soal ketokohan Nyai Ahmad Dahlan. Meskipun selama ini sudah membacanya melalui buku.

Satu lagi yang perlu dipahami, sambung Taufik, bahwa film Nyai Ahmad Dahlan (NAD) tidak sembarangan dibuat. Terlebih dahulu dikonsultasikan dengan organisasi Aisyiyah. Mulai segi pendidikan, cerita, dan aspek pesan apa yang ingin disampaikan.

“Nobar ini khusus menyewa satu studio di jam nonreguler, karena sebenarnya di BTM tidak diputar film NAD. Makanya, nanti di gelombang kedua, bisa menyewa dua studio sekaligus, karena ada 500-an siswa. Bahkan tidak menutup kemungkinan menyewa semua studio,” kata dia.

Waktu nobar yang ditetapkan pukul 09.30, menurut Taufik, tidak mengganggu jam pembelajaran anak-anak. Sebab, menurutnya, film NAD memiliki keterikatan dengan pelajaran kemuhammadiyahan. Meskipun film tersebut mengisahkan tentang sosok Nyai Ahmad Dahlan, di dalamnya juga ada soal menjaga keharmonisan keluarga. Tapi, pelajar pun bisa memetik pesan dari film ini, yakni bagaimana cara berjuang dan keramahan.

“Selain itu bahwa wanita juga harus pintar. Yang perlu digarisbawahi bahwa Nyai Ahmad Dahlan itu memiliki prinsip, wanita juga harus pintar tanpa meninggalkan fitrahnya sebagai seorang istri dan ibu,” tandasnya.(wil/c)