25 radar bogor

Organda Kecewa tak Diajak Bicara

JAKARTA–Dampak pencabutan Permenhub 26/2017 (PM 26) tentang taksi online oleh Mahkamah Agung menimbulkan kekecewaan banyak pihak. Organisasi angkutan darat (organda) salah satunya. Apalagi selama persidangan, organisasi tersebut mengaku tidak dimintai pertimbangan.

Sekjen DPP Organda Ateng Aryono mengaku kaget ketika mendapati berita mengenai pencabutan PM 26 itu. Ateng pun mengonfirmasi kepada Kementerian Perhubungan perihal hal tersebut. ”Saya tanya keputusan MA itu sudah sejak kapan? Kok tidak diberitahukan,” ucapnya kemarin (23/8).

PM 26 tersebut dicabut MA melalui surat keputusan nomor 37 P/HUM/2017. Walaupun demikian, PM 26 masih berlaku hingga November nanti.

Ateng mengaku kecewa dengan MA. Apalagi, sudah banyak taksi online yang berangsur-angsur mengikuti aturan PM 26. ”Kasihan mereka yang sudah mau jalan sesuai rel. Jumlahnya tidak sedikit, seribuan lebih,” bebernya.

Selain itu, dengan adanya PM 26 juga akan melindungi kepentingan masyrakat. Misalnya saja mengenai tarif. Dengan ditetapkan tarif batas bawah dan batas atas, akan ada aturan batasan harga. ”Masyarakat sebagai konsumen tidak dijadikan komoditas. Pengusaha angkutan tidak bisa semena-mena menetapkan tarif,” katanya.

Ateng menjelaskan bahwa pihaknya mendesak Kementerian Perhubungan untuk segera menyikapi hal tersebut. Pihaknya telah memberikan surat resmi kepada Kemenhub yang pokok isinya adalah siap untuk dimintai pertimbangan.

Dia mendesak pemerintah bertindak agar tidak ada benturan di bawah. Ateng khawatir jika semakin lama dibiarkan maka akan timbul hal-hal yang tidak diinginkan.
Akibat keputusan MA itu, Ateng menjelaskan bahwa sudah terjadi keresahan di beberapa daerah. ”Kami mengimbau teman-teman anggota di daerah agar terus koordinasi,” tuturnya. Ateng melarang adanya tindakan anarkis dalam menyikapi keputusan MA tersebut.

Pengamat transportasi Darmaningtyas menyarankan agar mereka segera merevisi Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum. ”Itu direvisi secepatnya dan angkutan online diatur di dalamnya,” ungkap dia.

Menurut Darmaningtyas, putusan MA yang dibacakan dua bulan lalu tidak tepat. ”Hakimnya itu ngawur,” imbuhnya. Dia menjelaskan, setiap angkutan umum harus berbadan hukum. Tidak terkecuali taksi online. Ketentuan itu diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor Tahun 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Karena itu, tidak seharusnya pasal yang mengatur setiap taksi online harus berada di bawah naungan perusahaan berbadan hukum digugurkan.

Kritik juga dia utarakan mengenai pertimbangan hakim soal taksi online yang disebut berhasil mengubah bentuk pasar dari monopoli ke persaingan pasar yang kompetitif. Menurut dia, monopoli pasar angkutan umum malah bakal terjadi apabila tidak ada regulasi yang jelas soal taksi online. Sebab, kata dia, keberadaan taksi online bisa mematikan pasar angkutan umum konvensional. ”Kalau (angkutan umum konvensional) sudah mati. Tinggal Uber, Grab, Go-Car. Mana yang monopoli,” ujarnya.

Untuk itu, Darmaningtyas menyarankan pemerintah merevisi Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum. Sebagai salah satu pihak yang concern terhadap isi transportasi, pria yang juga anggota Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) itu membuka diri bila pemerintah ingin berdialog sebelum mengambil keputusan. Namun, sampai kemarin belum ada ajakan kepada MTI untuk berdialog soal putusan tersebut.

Sementara itu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menjelaskan bahwa ada kemungkinan akan ada perubahan PM 26. Salah satunya adalah masalah pengaturan kembali.

”Logikanya akan demikian (tarif diatur, Red),” ucapnya. Dia menambahkan jika keputusan final nantinya harus mengacu pada penjaminan keselamatan bagi masyarakat.

Belakangan muncul dorongan agar Komisi Yudisial (KY) memeriksa majelis hakim yang memutus Putusan MA Nomor 37 P/HUM/2017. Dorongan itu muncul pasca putusan tersebut ramai dibicarakan. Berkaitan dengan hal itu, Juru Bicara (Jubir) KY Farid Wajdi menyampaikan bahwa instansinya belum menerima laporan soal putusan tersebut. ”Walaupun (sudah) ada pihak yang berkonsultasi mengenai kemungkinan melakukan kajian atas putusan tersebut,” terang dia.

Pria yang akrab dipanggil Farid itu pun mengungkapkan bahwa instansinya menjadikan laporan sebagai salah satu pintu masuk. “Untuk mencari tahu ada atau tidak indikasi dan bukti dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) yang mungkin terjadi,” ungkapnya.

Karena itu, KY mempersilakan bila ada individu, lembaga, atau kelompok masyarakat yang hendak melaporkan putusan tersebut. Dia menjamin, KY tidak pandang bulu. ”Seluruh laporan diperlakukan sama sesuai mekanisme dan prosedur yang berlaku,” tegasnya.

Lantaran belum ada keputusan pasti dari Kemenhub, Dinas Perhubungan (Dishub) DKI juga belum berani mengambil sikap. ”Soal itu silakan ke Kemenhub,” ungkap Kepala Dishub DKI Andri Yansyah. Namun demikian, sampai kemarin instansi tersebut masih melayni uji KIR taksi online. ”Selama operator dan pemilik datang untuk menguji akan tetap kami layani,” jelas Kepala Satuan Pelaksana Pengujian Kendaraan Bermotor (Kasatpel PKB) Dishub DKI Tiyana Brotoadi.

Di samping putusan tersebut belum berlaku, Dishub DKI tetap menguji KIR taksi online demi memberikan jaminan keselamatan pengguna jasa angkutan umum di wilayah mereka. Sampai kemarin, tidak kurang 9.328 taksi online dari Uber, Grab, maupun Go-Car melaksanakan uji KIR. Dari angka tersebut, 8.619 di antaranya lulus uji KIR. Sedangkan sisanya sebanyak 709 kendaraan tidak. ”Itu (angka) dari Mei 2016,” beber Tiyana. Meski belum mengambil sikap, Dishub DKI menghormati putusan MA.

Kepala Bidang Pengendalian dan Operasi (Dalops) Dishub DKI Maruli Sijabat menyampaikan bahwa instansinya menghargai dan patuh pada putusan tersebut. Larangan melakukan razia, penghentian, penangkapan, dan pengandangan taksi online yang tertuang dalam putusan tersebut akan mereka laksanakan.

”Kecuali yang parkir sembarangan,” tegas Maruli. Dia pun menyampaikan bahwa instansinya bakal membahas putusan MA yang membatalkan permenhub taksi online lebih lanjut. ”Akan kami konsolidasikan,” jelasnya.(lyn/syn)