25 radar bogor

KPAI Kawal Kasus Pencabulan Siswa TK

BERI KETERANGAN: Kepala TKN Mexindo Siti Sopiah (kiri), saat memberikan keterangan di hadapan awak media kemarin (23/8), terkait dugaan kasus pencabulan terhadap salah satu siswinya.
BERI KETERANGAN: Kepala TKN Mexindo Siti Sopiah (kiri), saat memberikan keterangan di hadapan awak media kemarin (23/8), terkait dugaan kasus pencabulan terhadap salah satu siswinya.

BOGOR – Kasus dugaan pencabulan terhadap salah satu bocah TK Negeri Mexindo di Kelurahan Tegallega, Kecamatan Bogor Tengah, kembali mencuat. Kemarin (23/8) Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyambangi TK hasil kerja sama Meksiko dengan Indonesia itu.

Meski kasus ini sudah berjalan selama tiga bulan di kepolisian, tapi rupanya, belum ada tanda-tanda kasus yang menimpa bocah berinisial QZ (4,5) itu rampung. Beberapa hari terakhir, kasus ini sempat viral di dunia maya.

Hal tersebut yang melatarbelakangi KPAI dan LPSK datang meninjau TK Mexindo. “Untuk mengumpulkan informasi terkait dugaan pelecehan, dan secara khusus KPAI akan melakukan pengawasan,” jelas Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listiarti kepada awak media, kemarin (23/8).

Kedatangannya itu guna melakukan pengawasan secara langsung. Meski orang tua korban belum melaporkannya kepada KPAI, pihaknya bakal turut mendesak kepolisian untuk menyelesaikan kasus yang terjadi pada Mei lalu itu. “Ibu korban itu melapor pada Komnas Perlindungan Anak. Tapi jika ada apa pun masalah dengan anak, pasti kami akan melakukan pengawasan dan memastikan perlindungan anak akan ditegakkan. Kami berencana mau road show ke kepolisian,” terangnya.

Yang pasti, sebelum ada putusan dari kepolisian, pihak mana pun harus mengedepankan asas praduga tak bersalah. Menurutnya, tindakan yang dilakukan pihak sekolah sudah tepat. Tidak serta-merta memutus hubungan kerja terlapor berinisial UD.

Hampir serupa, maksud kedatangan LPSK ke TK Mexindo juga untuk membantu agar kasus tersebut terang benderang. Tenaga Ahli Divisi Penerimaan Permohonan LPSK Susilaningtias mengaku, siap melakukan perlindungan terhadap saksi-saksi. “Kami akan melakukan perlindungan pada saksi dan korban, itu pun ada kesukarelaan dari korban. Pada prinsipnya LPSK sudah melakukan perlindungan pada korban dan saksinya terkait dengan kasus ini,” katanya.

Selain saksi, pihaknya juga bakal konsen pada keterangan korban. Karena dalam waktu tiga bulan, korban dianggap sudah pulih dari traumanya. Sehingga, ia berharap, keterangan korban bakal berkontribusi besar dalam mengungkap kejadian yang sebenarnya. “Kami konsen pada saksi dan korban, perlindungan dan bantuan LPSK itu sukarela. Sejauh ini baru mau ketemu polisi, jadi, belum tahu saksi,” ujar Sulis.

Sebelumnya, kasus ini terungkap berawal saat korban terlambat pulang sekolah saat dijemput, Rabu siang (10/5). QZ mengeluh kesakitan sepulang sekolah di bagian kemaluannya. Setelah diperiksa orang tuanya, ternyata ada darah yang keluar dari kemaluan QZ.

“Kami keluarga awalnya tidak curiga. Tapi ketika dijemput di sekolah, kok terlambat setengah jam,” ujar ibu korban berinisial MF.

Dia menjelaskan, sebelum kejadian itu, sikap buah hatinya memang sudah berubah. Bocah berambut ikal itu cenderung agresif. Sering kali marah setiap kali diantarkan ke sekolah. Suami dan keluarga pun sempat kebingungan melihat sikap  QZ. “Ketahuannya ketika sampai di rumah ada banyak darah dari badannya,” bebernya.

Akhirnya, setelah dirayu berulang kali bocah periang itu mau bercerita. QZ mengungkapkan pengakuan yang mengejutkan kepada ibunya. “Anak saya mengaku kalau sudah dua kali dipegang kemaluannya,” tutur MF.

Yang bikin MF semakin sakit hati, pelaku bahkan mengancam QZ, jika menceritakan perbuatannya kepada orang tuanya. Korban diancam akan ditembak. “Saya kemudian tenangin anak saya, jangan takut, enggak ada yang menembak,” katanya menceritakan.

Pengakuan putrinya lantas diabadikan oleh MF menggunakan kamera ponsel. MF juga langsung memeriksakan anak sulungnya itu ke dokter spesialis kandungan. Dia pun sudah melaporkan kejadian tersebut ke wali kelasnya.

Saat ini, aku MF, kian hari kondisi anaknya semakin trauma. Sejak kejadian pengakuan itu, berulang kali QZ menolak pergi ke sekolah. “Kami keluarga maunya pelaku segera ditangkap. Sekarang anak saya trauma enggak mau ke sekolah lagi. Polisi belum ngusut juga. Saya rela lakukan upaya hukum,” pintanya.(rp1/c)