25 radar bogor

First Travel Melawan

BOGOR–Kendati tiga petinggi First Travel telah ditahan, upaya yang diduga untuk menghalangi penyi­dikan masih berlangsung. Salah satu­nya, terblokirnya sistem informasi agen yang memuat data jumlah jamaah. Ada kemungkinan pem­blo­kiran tersebut untuk meng­hilangkan barang bukti.

[ihc-hide-content ihc_mb_type=”block” ihc_mb_who=”unreg” ihc_mb_template=”3″ ]

Penelusuran pewarta pada sistem informasi First Travel yang beralamat https://login.agenfirsttravel.co.id memang tidak terkoneksi. Hanya terpampang tulisan 403 forbidden. Ada juga sebuah tulisan yang seperti me­nun­jukkan alamat e-mail, yakni [email protected].

Agen First Travel DH menjelaskan, sistem informasi ini baru Senin ini (21/8) terblokir. Minggu malam (20/8) sistem informasi ini masih bisa diakses. ”Saya tidak mengetahui mengapa terblokir, namun ada juga agen yang sejak beberapa minggu lalu sudah tidak bisa mengakses,” jelasnya.

Pada sistem informasi itu, setiap agen memiliki username dan password sendiri. Setelah memasukkan keduanya, data jamaah bisa terlihat. Data tersebut dimasukkan sendiri oleh agen. ”Setiap agen hanya bsia melihat data jamaahnya sendiri,” ujarnya.

Dengan begitu, kemungkinan total data jamaah berada di sistem informasi tersebut. Bila, kepolisian ingin memastikan jumlah jamaah keseluruhan dan yang belum berangkat bisa dari sana. ”Masalahnya, terblokirnya ini karena apa,” tuturnya.

Apakah diblokir oleh kaki tangan dari Andika dan Anniesa atau malah diblokir oleh pihak kepolisian. Dia berharap bahwa pihak kepolisian bisa untuk menelusurinya. ”Kunci data jamaah di situ,” paparnya.

Di bagian lain, polisi tak mau kalah. Bareskrim Polri kemarin kembali menggeledah kediaman bos First Travel, Andika Surachman dan Anniesa Desvitasari Hasibuan di cluster Venesia, Sentul City, Kabupaten Bogor. Pantauan Radar Bogor, sejumlah personel Bareskrim Mabes Polri didampingi personel Polsek Babakan Madang masuk ke rumah mewah bergaya Eropa itu sekitar pukul 09.00 WIB. “Bawa tiga mobil, Toyota Avanza, mobil polisi sama Agya,” ujar sekuriti kompleks yang namanya enggan dikorankan.

Kanit Reskrim Polsek Babakan Madang, Ipda Budi Sahabudin membenarkan kedatangan tim Bareskrim itu. Namun, pihaknya hanya bertugas mendampingi. “Segala kegiatannya itu Bareskrim yang melakukan. Kita hanya mendampingi. Tadi hanya pengambilan gambar untuk kepentingan media. Pukul 12.00 WIB sudah balik kanan (bubar),” terangnya.

Sementara itu, hingga kemarin belum ada korban First Travek yang mengadu ke Kemenag Bogor maupun Polres Bogor. Meski begitu, Kemenag Bogor berjanji akan membantu mengarahkan korban ke posko pengaduan di Bareskrim Mabes Polri.

“Hingga saat ini di Kabupaten Bogor belum ada (korban First Travel yang mengadu),” kata Kasi Penyelenggaraan Haji dan Umrah pada Kemenag Kabupaten Bogor, Syamsudin. Hal senada juga disampaikan oleh Kasubbag Humas Polres Bogor AKP Ita Puspita Lena. “Sampai saat ini belum ada laporan ke Mapolres,” ujarnya.

Di Jakarta, Kadivhumas Polri Irjen Setyo Wasisto menjelaskan bahwa saat ini sedang ada upaya penghitungan ulang jumlah korban. Sebab, penyidik menemukan fakta baru bahwa jumlah jamaah yang berangkat itu hanya 14 ribu. Bukan, 35 ribu seperti pengakuan dari dua tersangka awal, Andika dan Anniesa.

”Dengan jumlah 70 ribu jamaah dan yang berangkat hanya 14 ribu, artinya ada 56 ribu jamaah yang belum berangkat. Dari jumlah itu bisa jadi terus meningkat,” jelas mantan Wakabaintelkam tersebut.

Bila dihitung, dari 56 ribu itu setidaknya uang yang dirugikan mencapai Rp800,8 miliar. Plus ditambah dengan utang First Travel yang berserakan di mana-mana yang mencapai Rp100 miliar. Ada perusahaan maskapai penerbangan, hotel dan perusahaan travel lain.

Maka, total kerugian akibat dugaan penipuan yang dilakukan duo bos First Travel bisa mencapai Rp900 miliar hingga Rp1 triliun. ”Walau jumlah aset yag dilacak saat ini tidak sebanding dengan jumlah kerugian ini, namun kemungkinan terus bertambah,” ujarnya.

Saat ini Bareskrim sedang bekerjasama dengan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melacak aliran dana. Surat permohonan itu telah disampaikan Bareskrim ke PPATK beberapa waktu lalu. ”Kita tunggu bagaimana kelanjutannya,” terangnya.

Selain itu, terkait 47 tabungan juga sedang dalam pemeriksaan, semoga di dalamnya tersimpan uang jamaah. Sehingga, bisa menambah daftar aset yag akan disita. ”Jumlah pasti belum diketahui, masih diperiksa. Besok diungkap semua ya,” papar jenderal berbintang dua tersebut.

Sementara itu, Dirtipidum Bareskrim Brigjen Herry Rudolf Nahak belum merespons saat dikonfirmasi pewarta. Telepon hanya terdengar nada dering dan pesan singkat belum dibalas.

Terkait keberadaan travel Interculture Tourindo yang disebut-sebut sudah dibeli Andika First Travel, belum banyak informasi yang bisa digali. Pemilik Interculture Tourindo Ali Hasan saat dihubungi terkesan irit bicara. Dia menegaskan tidak benar bahwa travel miliknya itu dibeli oleh Andika. ’’Kabar yang beredar selama ini banyak yang salah. Itu fitnah,’’ kata dia.

Ali menegaskan, sejumlah informasi yang beredar di media massa tentang travel Interculture Tourindo tidak valid. Dia mengaku siap menjelaskan lebih detail tentang perkembangan travelnya. Namun karena masih sibuk, Ali meminta waktu untuk bisa menjelaskan secara khusus. Terkait jamaah sendiri, dia mengaku saat ini travel Interculture Tourindo tidak memiliki jamaah umrah.

Kasubdit Pembinaan Umrah Kemenag Arfi Hatim mengatakan, kegiatan jual beli travel umrah atau haji itu tidak dilarang. ’’Tetapi ada kewajiban pemilik lama untuk lapor ke Kemenag,’’ jelasnya. Supaya Kemenag bisa mendeteksi pihak yang membeli travel itu bermasalah atau tidak.
Arfi mengatakan, Kemenag tidak memiliki kemampuan untuk mendeteksi setiap aktivitas korporasi travel umrah. Sehingga satu-satunya informasi yang penting adalah dari laporan pemilik travel dan informasi masyarakat.

Sementara itu, untuk nasib jamaah umrah First Travel, dia menegaskan bahwa tanggung jawab ada di perusahaan milik Andika dan Anniesa itu. Dia mengatakan, jamaah tidak bisa menuntut tanggung jawab kepada Kemenag, khususnya soal pengembalian dana maupun pemberangkatan umrah.

Sebelum terbang ke Arab Saudi sebagai Amirul Hajj, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyampaikan, Kemenag berharap supaya kasus First Travel secepatnya bisa masuk ke pengadilan. Sehingga bisa segera keluar putusan hukumannya. Kalaupun nanti ada putusan penyitaan aset, bisa cepat dicairkan untuk dikembalikan ke jamaah.

Sementara itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menguatkan dugaan polisi bahwa dana jamaah First Travel digunakan untuk kepentingan pribadi Andika dan Annisa. Saat ini, proses penelusuran aliran dana dari jamaah FT masih berlangsung. Dalam waktu dekat pihak PPATK akan menyerahkan hasil penelusuran itu kepada penyidik kepolisian.

Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin menjelaskan, pihaknya menelusuri aliran dana FT sejak dibuka pada 2010 hingga Juni 2017. ’’Memang ada dana yang diterima dari consumer, dan lumayan tinggi,’’ terangnya saat dikonfirmasi kemarin (21/8).

Hanya, dia belum mau terbuka mengenai nilai transaksi yang dilakukan FT maupun alokasinya. Dia juga belum mau mengonfirmasi apakah nilainya lebih besar dari yang mencuat selama ini. Sebelumnya, nominal Rp700 miliar lebih muncul ke publik sebagai kerugian akibat kasus dugaan penipuan umrah itu.

Menurut dia, sebagian dana yang dihimpun oleh FT memang digunakan untuk memberangkatkan jamaah umrah. ’’Juga ada yang diinvestasikan, dan ada yang digunakan untuk kebutuhan pribadi,’’ lanjutnya. Yang jelas, saat ini penelusuran terhadap aliran dana tersebut masih belum tuntas karena rentang waktunya cukup panjang, berkisar tujuh tahun.

Kondisi itu pula yang membuat hasil penelusuran itu hingga saat ini belum juga diserahkan kepda penyidik. ’’Idealnya kami menyerahkan setelah penelusuran selesai. Namun kalau memang segera dibutuhkan, bisa diserahkan secara bertahap,’’ tutur mantan Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan itu.

Nantinya, berdasarkan gambaran aliran dana itu, penyidik bisa mengembangkan sesuai dengan strategi yang telah ditetapkan. Setelah itu, barulah hasil pene­lusuran tersebut bisa dikonsumsi publik. ’’Diminta atau tidak diminta penyidik, kami menelusuri aliran dana itu, dan kami lakukan yang terbaik,’’ tambahnya.(idr/wan/byu/rp2)

[/ihc-hide-content]