25 radar bogor

Ma’mun Permadi, Veteran Perang yang Berjuang Bersama Kapten Muslihat

BERBAGI PENGALAMAN: Ma’mun Permadi didampingi Wali Kota Bogor Bima Arya berbagi cerita tentang perjuangannya bersama Kapten Muslihat.
BERBAGI PENGALAMAN: Ma’mun Permadi didampingi Wali Kota Bogor Bima Arya berbagi cerita tentang perjuangannya bersama Kapten Muslihat.

Kendati Kemerdekaan Indonesia sudah berusia 72 tahun, namun mereka yang berjasa untuk melawan penjajah masih belum merasakan kemerdekaan seutuhnya. Masih banyak veteran yang dulunya berdarah-darah mempertahankan tanah air, tapi di ujung usianya mereka masih terus berjuang untuk bisa hidup tenang.

Ma’mun Permadi masih tetap kuat ketika diundang ke Balaikota Bogor, Rabu (16/8). Di usianya yang sudah menginjak 84 tahun, veteran perang yang pernah berjuang bersama Kapten Muslihat itu berbagi pengalamannya ketika berjuang melawan penjajah di Kota Bogor.

“Awal saya ikut berjuang hanyalah ikut-ikutan, jadi tidak langsung berjuang. Awalnya saya berjualan nasi memakai nampan di depan kawasan PMI (saat ini), di situ saya melihat banyak konvoi tentara Belanda yang akan diangkut ke Sukabumi. Saat itu ada salah seorang pejuang Hizbullah menghampiri saya untuk meminta garam yang saya bawa untuk dimasukkan ke dalam tangki truk-truk yang sopirnya sedang istirahat di kawasan PMI,” tutur Ma’mun.

Ma’mun menuturkan, setelah itu dirinya diajak pejuang Hizbullah pimpinan H Entar ke Gunung Pancar dengan berjalan kaki dan diberi instruksi untuk memantau kondisi serta situasi Kota Bogor saat itu. “Saat kembali saya sempat dihadang tentara Belanda dekat kawasan jalan Jagorawi (saat ini).

Untuk selanjutnya bergabung dengan Batalyon II pimpinan Mayor Toha, salah satu teman saya adalah Kapten Muslihat,” ujar Ma’mun dengan nada penuh haru menceritakan pengalamannya ikut berjuang.

Saat ikut berjuang melawan tentara Belanda, Ma’mun dititipkan pesan oleh pimpinan Hizbullah untuk mengambil senjatanya bila berhasil menewaskan tentara Belanda, tetapi jangan mengambil barang-barang yang lain.

Dirinya juga menceritakan pengalamannya dalam pertempurannya bersama Kapten Muslihat di Simpang PLN (Jalan Kapten Muslihat saat ini), yang menggugurkan Kapten Muslihat adalah karena kesalahan. “Seharusnya kita lewat jalan belakang bukan jalan depan, kejadiannya itu sekitar 25 Desember 1946,” ujar Ma’mun.

Ma’mun juga mengenang pesan yang dititipkan Kapten Muslihat kepada dirinya saat tertembak, untuk menamakan bayi yang dikandung istrinya dengan nama Tubagus Merdeka. Pertempuran yang dijalani, sambung Ma’mun, tidak hanya di kawasan Jalan Kapten Muslihat.

Melainkan juga di kawasan Air Mancur, Kota Paris, Paledang, Maseng, tanjakan Sarijan, dan lokasi lain di Bogor. “Senjata minim yang dimiliki para pejuang memaksa kita mundur hingga ke Maseng,” kata Ma’mun yang juga putra dari seorang pejuang bawah tanah di Jakarta bersama Muhammad Husni Thamrin saat masa perjuangan.(*)