25 radar bogor

Bantah Sebar Paklaring Sepihak

BOGOR–Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT), Rakhmawati blak-blakan bicara terkait surat penga­laman kerja (paklaring) yang diprotes oleh sejum­lah pegawainya beberapa waktu lalu.

Ia menyesali adanya ribut-ribut soal paklaring. Padahal, menurutnya, pemberiannya dilatar­belakangi tujuan yang mulia, yakni membantu karyawan PDJT untuk mencairkan jaminan hari tua (JHT) pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. “Ada beberapa yang telepon ke saya minta JHT-nya dicairkan,” jelasnya kepada awak media dalam konferensi pers di bilangan Kecamatan Bogor Selatan, kemarin (18/8).

Paklaring yang disediakan juga bersifat tidak memaksa. Artinya, boleh digunakan oleh karyawan yang hanya ingin mencairkan dana JHT-nya di BPJS Ketenagakerjaan. Mengenai tanda tangan di atas materai yang menjadi perdebatan, menurutnya, itu merupakan lembaran yang dikeluarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan, bukan oleh PDJT. Sehingga tidak ada kaitannya dengan pernyataan pengunduran diri.

Di samping itu, tunggakan pembayaran JHT pada BPJS Ketenagakerjaan pun sudah terlampau besar. Setelah beberapa bulan perusahaan operator bus Transpakuan itu nonaktif, kini tunggakannya sudah menginjak angka ratusan juta rupiah. Jelas saja, karena setiap bulannya PDJT harus membayar dana sebesar Rp33 juta untuk keperluan JHT 148 pegawainya. “Sehingga kita nunggak sekian bulan, sekitar ratus jutaan,” terangnya.

Untuk itu, terhitung sejak Juli kemarin, Rakhma berinisiatif menyetop BPJS Ketenagakerjaan seluruh karyawan PDJT. Kemudian mendaftarkannya kembali pada bulan ini dengan premi yang berbeda. Jika sebelumnya ada tiga permi, yaitu JHT, jaminan kecelakaan kerja, serta jaminan kematian.

Kini hanya dua premi, yaitu jaminan kecelakaan kerja dan jami­nan kematian. “Hasil ngobrol de­ngan Dinas Tenaga Kerja, beban juga kalau dijadikan terutang. Untuk itu diputus dulu, kemudian daftar lagi. Jadi, preminya cuma dua, kematian dan kecelakaan kerja. Karena yang mahal itu JHT,” papar Rakhma.

Dengan membayar dua premi ke BPJS Ketenagakerjaan, setiap bulan pihaknya tetap harus mengeluarkan sejumlah dana. Tapi, jumlahnya tidak besar. Ditaksir, PDJT akan membayar Rp2,6 juta setiap bulannya kepada BPJS Ketenagakerjaan.

Dalam waktu dekat, hasil audit dari inspektorat mengenai PDJT segera keluar. Setelah laporan hasil pemeriksaan (LHP) keluar, dirinya bisa leluasa untuk menjamah bagian teknis PDJT. “Saya belum masuk ke teknis banget, karena saya menunggu hasil audit dari inspektorat. Jadi, inspektorat masuk berbarengan dengan saya masuk. Mungkin dalam waktu beberapa hari ke depan sudah ada LHP nya, tapi kan disampaikan ke wali kota,” tandasnya. (rp1/c)