25 radar bogor

Merdeka dari Campak dan Rubella

ilustrasi vaksinasi campak rubela
ilustrasi vaksinasi campak rubela

VAKSINASI tidak cuma memberikan benteng untuk individu. Lewat pemberian imunisasi massal, masyarakat juga terlindung dari penyakit tertentu. Bahkan, penyakit tersebut bisa musnah. ’’Salah satu contohnya, Indonesia bebas polio sejak 2014. Hilangnya bukan karena kemajuan zaman atau sanitasi dan fasilitas yang makin bagus. Tapi karena vaksin,’’ ujar dr Dominicus Husada SpA(K).

Dia menambahkan, program pemberian vaksin terbaru MR merupakan langkah untuk memberantas campak (measles) sekaligus rubela atau campak jerman. Terutama untuk anak-anak usia 9 bulan–15 tahun. Spesialis anak RSUD dr Soetomo, Surabaya, itu menjelaskan bahwa pemberian vaksin tersebut telah ter bukti efektif.

’’Buktinya, Benua Amerika sudah bebas rubela. Target kami, rubela (musnah) dulu, baru campak,’’ ujarnya. Dominicus menjelaskan, pemberian vaksin keduanya digabung karena punya gejala yang mirip. Dokter yang juga sekretaris Komite Daerah Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komda KIPI) Jawa Timur itu berpendapat, rubela dan campak sama-sama ditandai dengan ruam dan demam.

’’Setidaknya ada 300 penyakit yang gejalanya mirip campak,’’ tuturnya. Menurut Dominicus, vaksin MR yang ada kini sifatnya wajib. Berbeda dengan vaksin MMR (measles, mumps, rubella) yang sifatnya direkomendasikan. ”Mumps atau gondongan belum masuk prioritas di Indonesia. Makanya, dua yang didahulukan dengan pertimbangan efektivitas dan biaya juga,’’ katanya. Vaksin MR, lanjut Dominicus, masih bersifat one-way alias hanya disediakan satu pintu. Yakni, pemerintah.

’’Swasta nggak punya. Karena keterbatasan itulah vaksin ini masih eksklusif buat anak-anak dengan usia maksimal 15 tahun,’’ tambahnya. Untuk mencapai hasil optimal, vaksin MR hendaknya dilakukan dua kali dengan jeda 18 bulan. Namun, jika terlambat atau melewati jeda itu, tidak masalah. Yang penting, vaksinasi tetap dilakukan dua kali. Perempuan menikah yang berencana hamil pun disarankan melakukan vaksinasi tersebut.

Selain vaksinasi MR, pneumokokus turut menjadi prioritas. Dalam daftar Badan Kesehatan Dunia (WHO), ia merupakan pemuncak daftar penyakit mematikan yang rentan menyerang anak-anak. Khususnya anak-anak usia 0–24 bulan. ’’Persebaran Streptococcus pneumonia sangat pesat karena ditularkan lewat udara. Jika terkena, penderitanya bisa mengalami komplikasi. Mulai infeksi telinga tengah sampai radang otak,’’ papar spesialis anak RSIA Kendangsari dr Leny Kartika SpA.

Leny memaparkan, pencetus pneumokokus sebenarnya bukan benda asing bagi tubuh. Sebab, ia adalah flora alami yang ada di saluran napas, sinus, dan rongga hidung. ’’Ia jadi bahaya ketika ada di tubuh orang yang punya imun lemah. Terutama pada anak-anak dan lansia,’’ jelasnya. Ketika imun tubuh menurun, bakteri tersebut akan bersifat patogen dan invasif, lantas menyebar ke bagian tubuh lainnya. ’’Untuk menangkalnya, WHO dan IDAI sudah memberikan rekomendasi pemberian vaksin. Memang saat ini belum masuk vaksin wajib pemerintah,’’ kata Leny.

Dia menjelaskan, pemberian pneumococcal vaccine (PCV) sebaiknya dilakukan secara berkala. Alumnus Universitas Airlangga, Surabaya, itu menjelaskan bahwa vaksin tersebut bisa dilakukan sejak bayi berusia dua bulan. Pertimbangannya, kekebalan yang diwarisi dari ibu mulai berkurang pada usia tersebut.(nor/fam/c15/ayi)