25 radar bogor

Palsukan Sertifikasi Guru untuk Pinjaman Bank

BANDUNG–Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat terus mengem­­bangkan kasus sindikat pemalsuan dokumen yang melibatkan ratusan guru di Jawa Barat. Polda menduga, masih ada bank lain yang bobol akibat sertifikasi palsu.

Kepala Bidang Humas Polda Jabar Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan, sampai saat ini baru tiga belas tersangka yang diamankan. Sedangkan, ratusan guru masih berstatus saksi dalam kasus pemalsuan setifikasi tersebut.

[ihc-hide-content ihc_mb_type=”block” ihc_mb_who=”unreg” ihc_mb_template=”3″ ]

”Nanti kita akan gelarkan lagi. Sejauh mana keterlibatan masing-masing guru ini dalam pemalsuan sertifikasi tersebut,” kata Yusri, kemarin (9/8).

Meski demikian, Yusri enggan terbuka lebih jauh guru dari daerah mana saja yang terlibat dalam pemalsuan tersebut. Menurut dia, ratusan guru itu tersebar dari berbagai daerah se-Jawa Barat. ”Yang diungkap ini baru Bank BPR. Kemungkinan besar pemalsuan ini terjadi juga di bank-bank lainnya,” tegas Yusri.

Yusri memerinci, awal terungkap pemalsuan sertifikasi guru itu terjadi ketika melakukan penggeledahan di daerah Jakarta, baru-baru ini. Ternyata banyak ditemukan ijazah palsu dari seluruh Indonesia.

Dia memerinci, dokumen yang dibuat pelaku termasuk ijazah dan sertifikat, memang terlihat cukup sempurna karena mirip dengan aslinya. Berbeda dengan ijazah palsu lain yang telah diungkap.

”Para pelaku memalsukan dokumen sangat otentik. Bahkan, hingga tersedianya stempel dan blangkonya. Untuk membuk­tikannya kami perlu koordinasi dan pengecekan melalui instansi yang dikeluarkan dokumen tersebut,” ungkapnya

Salah satu yang sulit untuk membuktikan hal itu, kata dia, nomor registrasi. ”Memang secara kasatmata tidak akan terlihat itu palsu, perlu penyidikan mendalam untuk mengetahui keasliannya,” jelasnya.

Yang mengerikan, aksi para pelaku ini baru terendus saat ini. Padahal, mereka sudah beraksi selama lima tahun. Dari hasil penyidikan sementara, tutur Yusri, terungkap pembuatan jasa pemalsuan tersebut dihargai Rp12 juta per lembar. Karena murahnya ongkos itu, dia yakin banyak masyarakat yang kemudian membuat ijazah di kawasan tersebut.

”Penggunaan ijazah palsu ini dipastikan tidak akan mudah bila si pembuatnya mendaftarkan diri ke instansi pemerintah. Namun bila menggunakan ke instansi swasta, kami tak yakin pihak swasta akan melakukan penelusuran,” tuturnya.

Selain melakukan di kawasan Angke, kata Yusri, pelaku diketahui membuat tempat pemalsuan dokumen di kawasan Soreang, Jawa Barat. Dalam hal ini dilakukan tersangka YY. Teknisnya, apabila di Soreang pelaku mendapat pemesanan cukup sulit, maka, pelaku YY akan melemparkannya ke Angke, Jakarta.

Yusri mengatakan, dari ke-13 tersangka yang diamankan, mempunyai peran masing masing. Ada yang sebagai pegawai bank yang terlibat. Makanya ada keterlambatan terkait kebocoran di bank tersebut. ”Sebab, oknum pegawai bank itu bertugas di bagian pengecekan sehingga lamban sekali diketahuinya,” urainya.

Di sisi lain, keberhasilan sindikat pemalsu tersebut cepat kesohor. Sebab, para guru yang berhasil menggerus uang bank, bercerita ke guru yang lain. Mulut ke mulut.

”Oknum guru yang sudah diamankan sebagai mencari guru lainnya yang akan menggadaikan sertifikasi ini. Padahal menurut pengakuan guru, mereka mempunyai sertifikasi asli, namun sudah digadaikan juga di bank-bank lainnya,” urainya lagi.

Hingga saat ini, lanjut Yusri, polisi juga masih mengejar dua orang pelaku TM dan MR. Kepada petugas, katanya, salah seorang pelaku WH mengaku hanya kurir dan mencari konsumen yang membutuhkan dokumen tersebut. Sedangkan pembuat dokumen adalah Mr (60), warga Gang Siaga I, Kelurahan Angke, Tambora, Jakarta Barat dan TM (53), warga Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung.

Yusri mengimbau, perbankan lebih berhati-hati. Sebab, yang lazim digunakan sebagai agunan pinjaman seorang pegawai negeri adalah surat keputusan (SK) pengangkatan, bukan sertifikasi. Apalagi, dokumen sertifikasi ternyata diketahui palsu.

”Dalam kasus ini, para pelaku yang diamankan bisa dijerat dengan Pasal 263 dan atau Pasal 372 dan 378 KUHP tentang Penggelapan dan Penipuan, dengan ancaman hukuman enam tahun penjara,” imbuhnya.(yul/pan/rie/wan/idr)

[/ihc-hide-content]