25 radar bogor

Status Setnov Jadi Ganjalan

JAKARTA–Sidang paripurna tahunan DPR yang berlangsung setiap 16 Agustus, menjadi ajang seremoni penting yang menghadirkan presiden RI dan pimpinan lembaga negara lain. Namun, dengan status hukum yang melekat pada Ketua DPR Setya Novanto saat ini, bisa jadi sidang tahunan DPR untuk kali pertama tidak dipimpin ketua DPR.

Status tersangka kasus korupsi e-KTP terhadap Setnov selama ini banyak mendapat sorotan publik. Meski sudah menyandang status tersebut, Setnov tetap memimpin sejumlah sidang paripurna DPR. Salah satu yang krusial adalah saat Setnov mengetok palu keputusan pengesahan rancangan undang-undang pemilihan umum menjadi undang-undang.

Kini, menghadapi sidang tahunan DPR, pimpinan DPR mulai memikirkan sorotan publik itu. Dalam sidang tahunan DPR, seorang ketua DPR akan memimpin rapat yang mengagendakan pembacaan nota keuangan pemerintah untuk tahun berikutnya. Sebelum itu, biasanya ketua DPR didapuk membacakan teks Proklamasi.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengakui, ada persoalan simbolis ketika nanti Setnov menjalankan dua agenda penting di sidang tahunan itu. Bisa saja nantinya tugas tersebut diserahkan kepada pimpinan DPR lain. Sebab, pada prinsipnya, posisi ketua DPR dengan pimpinan DPR lain adalah kolektif kolegial.

”Setahu saya, Pak Novanto itu bukan orang yang suka ngotot. Dalam soal-soal begini, dia ngerti rasa juga,” ujar Fahri di gedung parlemen, kemarin (7/8).

Meski begitu, Fahri menyatakan belum ada keputusan terkait perubahan pemimpin sidang paripurna tahunan DPR. Jika ada perubahan soal pimpinan sidang tahunan DPR, Fahri memastikan hal itu harus dibahas dalam forum rapat. ”Kami kan mesti rapat itu untuk memutuskan bagaimana,’’ ucapnya.

Secara terpisah, Wakil Ketua DPR Agus Hermanto menyatakan, sampai kemarin belum ada permintaan apa pun terkait posisi pimpinan sidang tahunan. Menurut dia, pimpinan DPR saat ini menghormati asas praduga tidak bersalah. Aturan UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD juga tidak mengatur perubahan status sekalipun anggota dewan menjadi tersangka kasus hukum.

”Soal etik, semua kembali pada pribadi masing-masing. Mengenai aturan perundang-undangan, semua warga negara diperlakukan sama,” kata Agus. (bay/c17/fat)