25 radar bogor

Peneliti IPB Gagas Teknologi Anyar Buat Garam Berkualitas

INOVATIF: Peneliti IPB menunjukkan cara menghasilkan garam berkualitas sempurna
INOVATIF:
Peneliti IPB menunjukkan cara menghasilkan garam berkualitas sempurna

BOGOR – Akhir-akhir ini, garam menjadi topik yang hangat dibicarakan. Apalagi kalau bukan soal kelangkaan yang terjadi akibat cuaca buruk di wilayah penghasil garam. Disisi lain, tahukah Anda jika garam yang beredar kini kebanyakan hanya memiliki konsentrasi NaCl atau kadar garam dibawah 94 persen dari yang seharusnya bisa diproduksi hingga 97 persen.

Sebab itu, peneliti garam dari IPB, Mohammad Khotib lewat penelitiannya berhasil menghasilkan teknologi multistage presipitation mampu menghasilkan garam dengan NaCl hingga 99 persen.  Penelitian ini merupakan kerjasama dengan Univeritas Trunojoyo Madura (UTM) yang mengembangkan konsep penelitian garam secara terintegrasi.

“Sebelumnya telah dilakukan inisiasi penelitian awal menggunakan salt house. Prinsip teknologi ini adalah mengendapkan pengotor secara bertingkat. Yaitu pengendapan pengotor anion, kation dan pengoksidasi,” jelas Khotib kepada Radar Bogor, kemarin (4/8).

Kemudian dijelaskannya, teknologi ini telah diujicoba untuk purifikasi garam rakyat (90 persen), menjadi 99,6 persen dalam skala 100 liter pada tahun 2016. Pihaknya dan UTM terus mengembangkan teknologi ini. Dan pada tahun 2017 dilakukan ujicoba skala tambak untuk meminimalkan biaya kristalisasi, sebab proses kristalisasi menggunakan panas matahari dan angin.

“Penghilangan pengotor menggunakan teknologi multistage presipitation dapat menyediakan konsentrat NaCl yang telah bebas pengotor. Konsentrat NaCl dapat disimpan dan diuapkan kapan saja sesuai kondisi kebutuhan atau kondisi cuaca,” kata dia.

 

Lebih lanjut Khotib mengatakan, penguapan atau kristalisasi ini akan menghasilkan garam dengan kadar NaCl sesuai kebutuhan. Artinya jika pengotor dihilangkan secara maksimal maka akan diperoleh kadar NaCl lebih dari 99 persen. Oleh karena itu, teknologi ini mampu memproduksi garam dengan kualitas yang dipersyaratkan peraturan.

“Ya, dari teknologi ini sudah hilang pengotor-pengotor di awal, sehingga kita memiliki konsentrat NaCl yang murni. Waktu untuk pengendapan terhitung cepat,” kata dia.

Dia berharap, sebagai peneliti teknologi ini mampu untuk menyelesaikan atau membantu memberikan solusi tentang pergaraman di Indonesia, baik dari segi kualitas dan kuantitas. Asumsi pihaknya, teknologi ini mampu diterapkan dimana saja.

“Kita buat storage, panas matahari atau buatkan salt house untuk kristalisasi saja. Saran untuk pemerintah harus lebh fokus lagi bagaimana garam yang ada di Indonesia memenuhi kualitas dan kuantitas, dari segi peraturan bahwa perlu ditinjau kembali garam konsumsi dan industri.

“Apakah nanti disampaikan garam non pangan dan pangan,” ucapnya.

Sebab selama ini, kata Khotib, klasifikasi garam hanya industri dan konsumsi. Menurutnya, kelangkaan pada garam yang terjadi belakangan, pertama memang faktor utama cuaca. Disisi lain harus ada kebijakan untuk menyediakan, membantu petani misalnya memberikan infrastruktur agar kualitas dan kuantitas garam bisa maksimal. (wil/c)