25 radar bogor

Aktivitas Tanjung Priok Lumpuh

SEPI: Suasana lengang di Jakarta International Container Terminal (JICT) saat aksi mogok kerja karyawan JICT, di Jakarta, Kamis (3/8). FOTO:MIFTAHULHAYAT/JAWA POS
SEPI: Suasana lengang di Jakarta International Container Terminal (JICT) saat aksi mogok kerja karyawan JICT, di Jakarta, Kamis (3/8). FOTO:MIFTAHULHAYAT/JAWA POS

JAKARTA–Gara-gara karyawannya mogok, aktivitas Jakarta International Container Terminal (JICT) kemarin lumpuh total. Padahal, pelabuhan peti kemas terbesar di Indonesia itu menangani 70 persen ekspor-impor Jabodetabek. Sekitar 650 karyawan JICT itu ogah bekerja mulai 3-10 Agustus lantaran menuntut tambahan bonus.

[ihc-hide-content ihc_mb_type=”block” ihc_mb_who=”unreg” ihc_mb_template=”3″ ]

”Kepastian usaha kami semakin nggak jelas,’’ ujar Ketua Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno kemarin (3/8). Menurut dia, pelaku usaha sangat terbebani dengan aksi pemogokan tersebut. Sebab, ada tambahan biaya hingga dua kali lipat yang harus dikeluarkan eksportir. ”Ada tambahan ongkos ngangkut barang dari JICT ke terminal lain,’’ imbuhnya.

Akibat aksi mogok itu, Indonesia Port Corporation (IPC) atau PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II, manajemen JICT, dan regulator menyusun contingency plan. Kegiatan bongkar muat JICT pun dialihkan ke empat terminal yang ada di wilayah Pelabuhan Tanjung Priok. Yakni, Terminal Operasi 3 PT Pelabuhan Tanjung Priok, TPK Koja, New Priok Container Terminal 1 (NPCT1), dan PT Mustika Alam Lestari (MAL). Terminal-terminal tersebut sudah menerima kurang lebih 20 kapal-kapal pengalihan dari JICT.

Wakil Direktur Utama JICT Riza Erivan menuturkan, semestinya tidak ada ongkos tambahan yang harus dikeluarkan pengusaha untuk pengalihan bongkar muat tersebut. ”Karena kan dialihkannya ke Koja yang di sebelah kita,’’ ujarnya, kemarin. Dia menjelaskan, pengalihan ke TPK Koja tersebut dilakukan secara business-to-business agreement hingga Desember tahun ini.

Direktur Utama IPC Elvyn G Masassya menambahkan, IPC sebagai pemegang saham turut mendukung keputusan manajemen JICT. Berbagai upaya kontigensi semestinya dilakukan agar aktivitas bongkar muat berjalan normal. ”Dengan begitu pengguna jasa tidak perlu khawatir,’’ sambungnya.

Ketua Serikat Pekerja (SP) JICT Nova Sofyan Hakim mengungkapkan, aksi tersebut dilakukan karena perusahaan tidak menunjukkan iktikad baik dalam perundingan. Dia menyebutkan, perusahaan tidak memenuhi hal-hal yang telah disepakati. Di antaranya, janji membahas poin-poin perjanjian kerja bersama (PKB), program tabungan investasi (PTI), juga pembayaran sisa jasa produksi yang seharusnya diterima pekerja pada 25 Juli lalu.

Sekjen SP JICT M Firmansyah menyatakan, tuntutan pekerja berawal dari perpanjangan kontrak antara JICT dengan Hutchinson yang menurut BPK ilegal dan menyebabkan kerugian negara hingga Rp4 triliun. “Komponen dari perpanjangan kontrak itu ada uang sewa yang dibayarkan dan berdampak ke hak pekerja,’’ sahutnya. Jadi, lanjut dia, karyawan menuntut perusahaan untuk membayarkan kekurangan pendapatan lebih dari Rp30 miliar.

Manajemen JICT sendiri, menilai tuntutan karyawan tidak berdasar. Alasannya, bonus sudah diberikan pada Mei lalu sekitar Rp47 miliar. Karyawan perusahaan patungan Pelindo II dengan Hutchinson itu juga memiliki gaji selangit. Dalam 4 tahun terakhir gaji naik rata-rata 20 hingga 25 persen setahun.

Untuk level staf, misalnya, menerima pendapatan Rp35 juta per bulan. Sedangkan level staf senior, gajinya bisa Rp68 juta per bulan. Lalu gaji manajer tembus Rp113,9 juta per bulan.(dee/tau/oki)

[/ihc-hide-content]